Indonesia merupakan pasar kosmetik yang besar. Berdasarkan data dari Gabungan Kosmetika Indonesia (Perkosmi), nilai penjualan produk kosmetik di Indonesia pada 2023 mencapai Rp 149,4 triliun, tumbuh 9,5% dari tahun sebelumnya.
Namun, di balik besarnya pasar, industri kosmetik lokal masih bergantung pada bahan baku impor. Sekitar 90% bahan baku kosmetik masih diimpor dari berbagai negara, seperti China, Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, dan Jerman.
Ketergantungan ini menimbulkan sejumlah tantangan bagi pelaku industri, termasuk startup kecantikan. Mulai dari fluktuasi harga, risiko kelangkaan, volatilitas nilai tukar mata uang, hingga ketidakpastian pasokan.
Lantas, bagaimana startup kecantikan menyiasati ketergantungan bahan baku impor ini? Berikut beberapa strategi yang dijalankan para pelaku.
Mencari Bahan Baku Lokal yang Berkualitas
Startup kecantikan lokal mencoba mengurangi ketergantungan impor dengan mencari alternatif bahan baku dari dalam negeri. Hal ini dilakukan dengan menggali potensi kekayaan alam Indonesia.
Misalnya, Sumber Ayu, produsen kosmetik yang menaungi brand Somethinc dan Base. Co-founder dan CEO Sumber Ayu, Alvaro Rizki, mengatakan bahwa perusahaannya terus berupaya meningkatkan penggunaan bahan baku lokal.
"Kami secara aktif mencari bahan baku lokal yang berkualitas tinggi. Indonesia kaya akan biodiversitas, dan banyak bahan alam yang memiliki manfaat bagus untuk kulit, seperti ekstrak buah merah, daun sirih, atau beras," ujar Alvaro kepada Tech in Asia Indonesia.
Namun, menurutnya, tantangannya terletak pada konsistensi kualitas dan kuantitas pasokan. Bahan baku alam bisa berbeda kualitasnya tergantung musim dan daerah penanaman.
Membangun Kemitraan yang Kuat dengan Supplier
Strategi lain adalah dengan membangun hubungan kemitraan yang kuat dan jangka panjang dengan supplier bahan baku, baik di dalam maupun luar negeri.
Alvaro menjelaskan, dengan kemitraan yang kuat, perusahaan bisa mendapatkan harga yang lebih stabil dan prioritas pasokan, terutama untuk bahan baku kunci yang masih harus diimpor.
"Kami juga melakukan pembelian dalam jumlah besar (bulk purchasing) untuk bahan baku dengan permintaan konsisten. Ini membantu mengamankan stok dan mendapatkan harga yang lebih baik," tambahnya.
Mengembangkan Riset dan Inovasi
Investasi dalam penelitian dan pengembangan (R&D) juga menjadi kunci. Dengan R&D yang kuat, perusahaan bisa menemukan formulasi baru yang memanfaatkan bahan baku lokal tanpa mengorbankan kualitas dan efektivitas produk.
Base, misalnya, memiliki tim R&D yang terus mengeksplorasi bahan-bahan lokal dan mengujinya untuk memastikan keamanan dan kemanjurannya.
"Inovasi formulasi penting agar kita tidak hanya bergantung pada satu jenis bahan baku impor. Kami berusaha menciptakan produk yang unik dengan kekayaan lokal," kata Alvaro.
Mengelola Persediaan dengan Efisien
Manajemen inventory yang cermat sangat penting untuk mengantisipasi gangguan pasokan. Startup perlu memprediksi permintaan dengan akurat dan menyimpan stok bahan baku yang cukup, tanpa menyebabkan overstock yang membebani arus kas.
"Kami menggunakan sistem perencanaan yang matang dan terus memantau kondisi pasar global untuk mengantisipasi risiko keterlambatan atau kenaikan harga bahan baku," ucap Alvaro.
Memanfaatkan Teknologi dan Data
Pemanfaatan teknologi dan analisis data dapat membantu startup memprediksi tren, mengoptimalkan rantai pasok, dan mengidentifikasi alternatif bahan baku yang lebih efisien.
Diversifikasi Sumber Supplier
Mengandalkan satu supplier atau satu negara asal merupakan risiko besar. Karena itu, startup berusaha mendiversifikasi sumber supplier mereka ke beberapa negara.
"Kami tidak bergantung pada satu supplier saja. Kami punya alternatif supplier dari berbagai negara, sehingga jika ada gangguan di satu tempat, kami masih bisa mendapatkan pasokan dari sumber lain," jelas Alvaro.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meski berbagai strategi telah dijalankan, ketergantungan pada bahan baku impor masih tinggi. Hal ini dikarenakan beberapa bahan baku tertentu, seperti beberapa jenis peptida, vitamin kompleks, atau bahan kimia khusus, memang belum diproduksi di dalam negeri.
Selain itu, industri bahan baku kosmetik (raw material) membutuhkan investasi yang besar dan teknologi yang canggih, yang belum banyak dikembangkan di Indonesia.
Kedepannya, kolaborasi antara pelaku industri, pemerintah, dan institusi penelitian diperlukan untuk mengembangkan industri bahan baku kosmetik lokal. Dukungan regulasi dan insentif dari pemerintah juga dinantikan untuk mendorong kemandirian industri kosmetik nasional.
Dengan langkah-langkah strategis dan kolaborasi yang baik, diharapkan ketergantungan impor bahan baku kosmetik dapat berkurang, sehingga industri kecantikan Indonesia bisa tumbuh lebih mandiri dan berdaya saing global.