Dunia Tanpa Rahasia: Ketika Kenyamanan Digital Menghapus Kemerdekaan Kita

kumparan.com • 11 jam yang lalu
Cover Berita

Di zaman sekarang, kita tidak tinggal di dunia yang dipenuhi dengan misteri. Kamera yang kita bawa, mikrofon yang terpasang di telinga, dan sistem komputer yang bekerja di balik layar seolah mengerti semua tentang diri kita. Kita berkomunikasi, menonton, berbelanja, bahkan jatuh cinta — semuanya dalam lingkungan yang terus diawasi. Menariknya, kita menyebutnya kemudahan digital.

Hari ini, pemantauan bukan dilakukan oleh pemerintah, tapi oleh sistem yang kita pilih sendiri — media sosial, mesin pencari, dan aplikasi berbelanja. Kita tidak ditekan untuk diawasi; kita dengan sukarela membiarkan diri kita diperhatikan.

Kemerdekaan itu bukan hanya tentang bisa bergerak bebas, tetapi juga tentang memiliki pikiran yang tenang tanpa adanya tekanan. Dalam Islam, kemerdekaan ini berarti hati yang bebas dari pengaruh keinginan buruk dan kekuatan dari luar. Nabi Muhammad SAW bersabda:

“Orang kuat bukanlah yang menang dalam bergulat, tetapi yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Kata mengendalikan diri di sini bukan hanya soal emosi, tetapi juga tentang mempertahankan kedaulatan. Saat setiap klik menjadi data, dan setiap perasaan menjadi komoditas, masihkah kita bebas memilih siapa diri kita?

Filsuf Jerman, Martin Heidegger, memperingatkan bahaya teknologi

"Bukan

Pernyataan Martin Heidegger, bahwa teknologi "bukanlah sesuatu yang bersifat teknologi," berarti bahwa esensi dari teknologi bukan hanya alat, aktivitas, atau barang yang dihasilkan oleh manusia, tetapi lebih kepada cara kita melihat dan memahami dunia. Risiko yang dimaksud adalah ketika cara pandang yang berhubungan dengan teknologi ini mendominasi pikiran kita, sehingga kita cuma melihat alam dan segala hal sebagai sumber daya yang bisa dieksploitasi dan diolah hanya untuk kepentingan manusia. Ini membuat kita tidak dapat melihat pandangan lain yang lebih dalam dan asli.

Kini, kita hidup di masa ketika privasi dianggap kuno. Kita membagikan momen pribadi tanpa sadar bahwa kita sedang menyerahkan sebagian dari kemerdekaan kita. Dari status media sosial hingga riwayat pencarian, semua menjadi jejak yang dikurasi oleh algoritma — dan itu menentukan siapa kita di mata dunia digital.

Namun, masih ada harapan. Menyadari hal ini adalah langkah awal untuk mendapatkan kembali ketenangan di dalam diri kita. Dengan mengetahui cara kerja sistem tersebut, kita dapat membuat pilihan yang lebih pintar: mengurangi penggunaan data pribadi, tidak membandingkan diri dengan orang lain, dan mulai mengatur kembali hubungan kita dengan teknologi.

Kita tidak perlu menolak kemajuan, tapi kita harus mendidik diri untuk tetap menjadi manusia di tengah mesin ada salah satu maqola Perkataan Imam Malik:

“Ilmu itu bukan banyaknya hafalan, melainkan cahaya yang Allah tempatkan di hati.”

Dan cahaya itu hanya hidup jika hati tetap bebas — bebas berpikir, bebas memilih, dan bebas menjadi manusia seutuhnya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Baca juga:

thumb
thumb
thumb
Inovasi Jadi Jurus Perusahaan Tarik Pasar Gen Z
• 21 jam yang lalumetrotvnews.com
thumb
thumb
Berhasil disimpan.