Anggaran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk tahun 2025 dan 2026 menjadi sorotan. Pasalnya, di saat bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor kerap terjadi, anggaran BNPB justru dipangkas.
Berdasarkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, anggaran BNPB hanya Rp2,01 triliun. Angka ini turun drastis dibandingkan pagu anggaran pada 2024 yang mencapai Rp4,91 triliun.
Tak hanya itu, pada 2026, anggaran BNPB kembali dipangkas menjadi Rp491,69 miliar. Artinya, anggaran BNPB pada 2026 hanya sepersepuluh dari anggaran tahun ini.
Direktur Eksekutif Pusat Studi Kebijakan Publik Transformasi, M. Arief Rosyid Hasan, menilai anggaran BNPB yang dipangkas itu tidak realistis. Apalagi, Indonesia merupakan negara yang rawan bencana.
"Anggaran BNPB 2025 dan 2026 tidak realistis. Indonesia negara rawan bencana, justru anggaran BNPB dipotong. Ini tidak sesuai dengan kondisi Indonesia," kata Arief kepada RM.id, Rabu (21/8/2024).
Menurut Arief, anggaran BNPB yang dipangkas itu akan berdampak pada kesiapsiagaan dan penanganan bencana. Padahal, kata dia, bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor kerap terjadi di Indonesia.
"Anggaran BNPB yang dipangkas akan berdampak pada kesiapsiagaan dan penanganan bencana. Padahal, bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor kerap terjadi di Indonesia," ujarnya.
Arief menilai, anggaran BNPB seharusnya ditingkatkan, bukan dipangkas. Apalagi, kata dia, perubahan iklim membuat bencana hidrometeorologi semakin sering terjadi.
"Anggaran BNPB seharusnya ditingkatkan, bukan dipangkas. Apalagi, perubahan iklim membuat bencana hidrometeorologi semakin sering terjadi," katanya.
Dia pun mendorong pemerintah untuk mengevaluasi anggaran BNPB. Menurut Arief, anggaran BNPB harus disesuaikan dengan kondisi Indonesia yang rawan bencana.
"Pemerintah harus mengevaluasi anggaran BNPB. Anggaran BNPB harus disesuaikan dengan kondisi Indonesia yang rawan bencana," pungkasnya.
