FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pemandangan ribuan batang kayu yang hanyut saat banjir melanda sejumlah wilayah di Sumatera kembali memicu dugaan kuat soal praktik pembalakan liar.
Kementerian Kehutanan (Kemenhut) langsung bergerak memeriksa asal-usul kayu tersebut dan menelaah kemungkinan adanya jaringan kejahatan kehutanan yang beroperasi di balik bencana ini.
Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) Kemenhut belum mau mengambil kesimpulan dini. Mereka menyebut kayu itu bisa saja berasal dari pohon-pohon lapuk yang terseret arus maupun bekas penebangan sah.
Namun, rekam jejak maraknya kayu ilegal di kawasan terdampak membuat kecurigaan mengarah pada aktivitas mafia hutan.
Direktur Jenderal Gakkum Kemenhut, Dwi Januanto Nugroho, menegaskan bahwa jajarannya tidak menutup mata terhadap potensi tindak pidana.
Penelusuran dilakukan dengan pendekatan profesional untuk memastikan setiap dugaan pelanggaran ditangani sesuai aturan.
“Terkait pemberitaan yang berkembang, saya perlu menegaskan bahwa penjelasan kami tidak pernah dimaksudkan untuk menafikan kemungkinan adanya praktik ilegal di balik kayu-kayu yang terbawa banjir, melainkan untuk memperjelas sumber-sumber kayu yang sedang kami telusuri dan memastikan setiap unsur illegal logging tetap diproses sesuai ketentuan,” ujar Dwi, dikutip Antara, Senin (1/12/2025).
Kecurigaan aparat tidak muncul tanpa alasan. Sepanjang 2025, Gakkum Kemenhut beberapa kali membuka praktik pencucian kayu ilegal di wilayah yang kini terdampak banjir.
Di Aceh Tengah, Juni 2025, penyidik menangkap pelaku penebangan di luar area Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) dengan barang bukti 86,60 meter kubik kayu ilegal.
Kasus serupa terulang di Solok, Sumatra Barat, pada Agustus 2025. Petugas menemukan 152 batang kayu log bersama alat berat, yang diangkut menggunakan dokumen PHAT bermasalah.
Skala yang lebih besar terungkap pada Oktober 2025 di Kepulauan Mentawai dan Gresik. Sebanyak 4.610,16 meter kubik kayu bulat dari Hutan Sipora diamankan. Pengiriman kayu tersebut juga memakai dokumen PHAT yang diduga disalahgunakan.
Masih di bulan yang sama, empat truk bermuatan kayu dari PHAT yang telah dibekukan ditahan di Sipirok, Tapanuli Selatan. Total kayu yang diamankan mencapai 44,25 meter kubik.
Dikatakan Dwi jika cara kerja pelaku kejahatan kehutanan semakin sulit ditebak. Mereka tidak hanya menebang secara ilegal, tetapi juga mencoba mencuci kayu jarahan agar seolah-olah legal.
“Kejahatan kehutanan tidak lagi bekerja secara sederhana. Kayu dari kawasan hutan bisa diseret masuk ke skema legal dengan memanfaatkan dokumen PHAT yang dipalsukan, digandakan, atau dipinjam namanya. Karena itu, kami tidak hanya menindak penebangan liar di lapangan, tetapi juga menelusuri dokumen, alur barang, dan alur dana di belakangnya,” tuturnya.
Untuk menutup celah yang sering dimanfaatkan, pemerintah kini memberlakukan moratorium layanan Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPuHH) pada tata usaha kayu di PHAT. (Wahyuni/Fajar)