Menteri UMKM Maman Abdurrahman menyoroti maraknya produk impor, khususnya dari China, yang masuk ke Indonesia tanpa proses perizinan dan sertifikasi.
Dia menyayangkan hal ini, sebab sederet perizinan dan sertifikasi tersebut diwajibkan pada produk usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Sederet perizinan tersebut adalah Nomor Induk Berusaha (NIB), Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT), Standar Nasional Indonesia (SNI), izin Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan lain-lain.
“Barang-barang China, produknya masuk Indonesia gak perlu lewat sertifikasi perizinan segala macem seakan-akan kalau barang dari luar itu sudah pasti maha benar dengan segala firmannya,” kata Maman dalam Rapimnas Kadin di Hotel Park Hyatt Jakarta, Senin (1/12).
Pasar Domestik Banjir Impor Pakaian BekasMaman juga menyoroti saat ini barang impor bekas khususnya pakaian atau thrifting membanjiri pasar dalam negeri. Dia membeberkan data importasi pakaian bekas dari tahun ke tahun.
Menurut dia pada 2021 ada 7 ton pakaian impor bekas yang masuk ke pasar domestik, disusul 12 ton pada 2022 dan 2023 lalu secara signifikan pada 2024 menjadi 3.600 ton.
“Jadi bayangkan itu peningkatannya sangat signifikan dari 12 ton di tahun 2023, 2024 naik 3.600 ton 2025, per Agustus kemarin 1.800 ton masuk lagi Itu membanjiri market domestik kita. (Lalu) memang sulit sekali diukur dan dirapikan, dicertifkan yaitu white label,” imbuhnya.
Produk white label yang dimaksud Maman adalah barang fesyen produksi massal yang diberi label lokal setelah masuk ke Indonesia. Sama seperti pakaian impor ilegal, produk white label juga dinilai sulit dilacak dan tidak tersertifikasi.
Dalam kondisi saat ini Maman memastikan pemerintah akan mengambil langkah dari hulu, yaitu menutup alur masuk produk impor ilegal tersebut. Kementerian UMKM dalam upaya ini berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan.
Dia melihat, tanpa upaya penutupan akses masuknya produk impor ilegal ke pasar dalam negeri, maka upaya pemerintah mendorong kinerja UMKM tidak akan membuahkan hasil maksimal.
“Sekuat apa pun akses pembiayaan yang dibantu di top up oleh pemerintah, sehebat-hebat apa pun pelatihan yang kita berikan kepada UMKM, sehebat-hebat apa pun, pembukaan marketing lah rumus apa pun, saya pikir selama lapangannya belum bisa disterilisasi gak akan mungkin UMKM bisa survive,” tuturnya.
Terlebih saat ini UMKM menyerap 8-11 juta tenaga kerja lewat KUR pada 2025. Banyak di antaranya masih berada di sektor informal dan menurut Maman, dominasi produk impor menjadi salah satu penyebab UMKM sulit naik kelas.
China, Korea Selatan, hingga AS juga Jaga Pasar DomestikMaman juga membeberkan alasan mengapa produk impor dari China dan Korea Selatan bisa berkembang lebih cepat dan dijual dengan harga jauh lebih murah dibandingkan produk Indonesia. Dia menilai faktor utamanya bukan sekadar efisiensi produksi, melainkan keberanian politik pemerintah negara tersebut dalam melindungi industri domestik.
“Kalau bicara tentang produk-produk impor kenapa disana (China dan Korsel) itu menjadi lebih cepat berkembangnya, harga murah dan lain sebagainya, ini kompleksitas, masalahnya perlu ada political will dari pemerintah dan dukungan yang sangat besar dari elit-elit politik dan kelompok pengusaha kita,” ujar Maman.
Maman menyebut China dan Korea Selatan melakukan hal yang sama dengan upaya yang dilakukan oleh negara-negara industri kuat seperti Amerika Serikat (AS) di bawah komando Presiden Donald Trump. Menurut dia Trump memperketat masuknya barang impor ke AS.
“Trump melindungi kepentingan domestik mereka, walaupun memang tidak sedikit hujatan, tekanan dari domestik internal negara mereka dari kelompok-kelompok oposisi,” tutup Maman.