Jakarta, IDN Times - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka dugaan korupsi pengaturan pemenang pelaksana proyek pembangunan dan pemeliharaan proyek jalur kereta api di Medan, Sumatra Utara. Kedua tersangka itu langsung ditahan.
Mereka adalah Eddy Kurniawan Winarto (EKW) selaku wiraswasta dan Muhlis Hanggani Capah (MHC) selaku ASN kementerian Perhubungan yang juga mantan Pejabat pembuat Komitmen di Balai Teknik Perkeretaapian Medan.
"Para Tersangka ditahan untuk 20 hari pertama sejak 1 Desember 2025 sampai dengan 20 Desember 2025 di Cabang Rumah Tahanan Negara dari Rutan Klas I Jakarta Timur," ujar Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers pada Senin (1/12/2025).
Asep mengungkapkan terdapat beberapa dugaan pengondisian yang dilakukan Muhlis bersama staf yang membuat paket-paket pekerjaan Pembangunan Emplasemen dan Bangunan Stasiun Medan Tahap II (JLKAMB) baik dengan berkoordinasi bersama Pokja maupun dengan modus kegiatan asistensi di beberapa lokasi, baik sebelum atau pada saat proses lelang.
"MHC selaku PPK sekaligus perpanjangan tangan dari saudara HT (Harno Trimadi) selaku Direktu Prasarana memberikan arahan kepada Ketua Kelompok Kerja (Pokja) berupa list penyedia jasa yang akan dimenangkan saat lelang sebagai atensi," ujar Asep.
Pada akhir 2021, terdapat kegiatan asistensi yang dihadiri perwakilan penyedia jasa yang akan dimenangkan, termasuk dari pihak Kemenhub untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan dokumen prakualifikasi yang disiapkan calon penyedia jasa. Hal itu dilakukan di sebuah hotel di Kota Bandung.
Satker pelaksana BTP Sumatra bagian Utara diwakili Reza dan beberapa orang staf lainnya. Sedangkan rekanan Waskita Karya diwakili oleh Fariz, PT IPA diwakili oleh Wisnu, Hendri Hareza, dan Kevin Suryo, sedangka PT Antaraksa tidak mengirim perwakilan.
"Pertemuan tersebut membahas tentang dokumen kualifikasi perusahaan yang akan dimasukkan dalam dalam dokumen penawaran, WISNU dan tim mengingat posisi perusahaan adalah member dalam KSO bertugas untuk menyusun Metode Pekerjaan," ujarnya.
"Dalam proses penyusunan metode pekerjaan yang menjadi tanggung jawab WSN, PT WK meminta WISNU untuk tetap berkomunikasi, melalui perwakilan yang ditunjuk oleh PT Waskita Karya yaitu AFG (Afong). Dalam proses koordinasi penyusunan dokumen metode pekerjaan, WSN beberapa kali ketemu AFG," ujarnya.
Berdasarkan rekapan pengeluaran perusahaan yang dikenalikan Dion Renato Sugiarto untuk pihak eksternal, termasuk Pokja dan BPK terdapat pengeluaran untuk kepentingan Muhlis Rp1,1 miliar dan Eddy Kurniawan sebesar Rp11,23 miliar.
"DRS maupun rekanan lainnya memiliki alasan memberikan fee kepada MHC karena khawatir tidak akan menang lelang paket proyek pekerjaan tersebut," ujarnya.
"Sementara alasan DRS maupun rekanan lainnya mau memberikan fee kepada EKW karena memiliki kewenangan terhadap proses lelang, pengendalian, dan pengawasan kontrak pekerjaan, maupun pemeriksaan keuangan pekerjaan, serta dekat dengan pejabat di Kementerian Perhubungan," imbuhnya.
Atas perbuatannya, para Tersangka disangkakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke -1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.