FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Aktivis lingkungan, Virdian Aurellio, mengkritik keras pemerintah yang dinilainya tidak menunjukkan keseriusan dalam menangani kerusakan alam dan ancaman dampaknya bagi masyarakat di masa mendatang. Ia menilai kepercayaan publik terhadap negara semakin menurun akibat berbagai kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada masa depan generasi muda.
“Saya pribadi sudah tidak percaya bahwa negara hari ini bisa mengatasi berbagai permasalahan lingkungan,” ujar Virdian dikutip Minggu (7/12/2025).
Menurut eks Ketua BEM Universitas Padjadjaran (Unpad) itu, generasi muda akan menjadi pihak yang paling terdampak akibat eksploitasi sumber daya alam yang berlangsung saat ini.
“Saya rasa generasi muda seperti saya dan teman-teman di sini harusnya marah. Marah semua sama negara dan juga seluruh generasi tua,” ungkapnya.
Ia menilai para pemangku kepentingan yang selama ini diuntungkan dari sektor ekstraktif tidak akan merasakan dampaknya di masa depan. Karena itu, ia menyerukan agar generasi muda tidak lagi diam.
“Karena suatu hari mereka semua yang sekarang menikmati uang-uang tambang, sawit. Deforestasi, 2050 Indonesia tenggelam, kita yang tenggelam mereka udah nggak ada, udah mati. Jadi kami rasa kami layak marah hari ini,” ucapnya.
Virdian juga mengkritik kebijakan donasi negara yang belakangan menuai sorotan publik. Menurutnya, langkah tersebut justru menimbulkan tanda tanya besar.
“Saya perlu mengatakan bahwa ini ada langkah yang membingungkan dari negara. Contoh negara ini fomo banget, ngapain ikut-ikutan bikin donasi?,” timpalnya.
Ia menyebut, selama ini masyarakat sudah memberikan kontribusi ke negara melalui pajak, sehingga pemerintah seharusnya fokus pada pemulihan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi di sektor lingkungan.
“Hari-hari kita donasi ke negara lewat pajak, ngapain negara bukan donasi? Kalau mau nambah duit, kalau negara memang pengen nambah duit, rampas balik itu,” katanya.
“Berbagai korupsi lingkungan yang jumlahnya sampai ratusan triliun. Jangan malah bikin donasi di internal.”
Virdian turut menyesalkan minimnya keberpihakan pemerintah terhadap masyarakat di wilayah yang terdampak deforestasi. Ia menyinggung sikap Presiden Prabowo Subianto yang pernah menyebut sawit termasuk pohon namun belum menunjukkan langkah konkret untuk memulihkan kerusakan lingkungan.
“Saya enggak pernah lihat sampai detik ini, satu, presiden (Prabowo) nyampe ke Sumatera Utara, ke Aceh, ke Sumatera Barat, mengatakan, saya minta maaf, saya pernah mengatakan bahwa sawit itu juga pohon,” terangnya.
Ia menilai pemerintah belum menunjukkan komitmen jangka panjang untuk perbaikan lingkungan.
“Presiden tidak pernah mengatakan bahwa akhirnya kita akan melakukan audit deforestasi. Kita akan melakukan pembenahan tata ruang, kita akan melakukan pemulihan jangka panjang yang serius,” tegasnya.
Selain itu, ia juga menyoroti kebijakan pengembangan bisnis karbon yang disampaikan dalam rapat dengar pendapat di DPR.
“Ya kredit karbon, orang nanam bukan jual. Gimana Menhut aja main domino sama pembalak hutan, Aziz Welang, gimana saya mau percaya?,” sesalnya.
Virdian bahkan menuding sejumlah institusi negara turut terlibat dalam praktik pembalakan liar.
“Apa lagi? Baik Polri, TNI, semua terlibat di dalam pembalakan hutan. Jadi saya tidak bisa punya kepercayaan hari ini,” katanya.
Meski kepercayaan publik terhadap negara melemah, ia menyebut gerakan solidaritas warga justru terbukti lebih efektif dan cepat dalam merespons masalah.
“Makanya di publik sekarang kita punya tagar warga jaga warga. Ferry Irwandi di dalam sehari bisa terkumpul 10M. Teman-teman Indonesia dengan dermawan menitipkan kepada saya dalam tiga hari Rp410 juta untuk donasi,” jelasnya.
Menurutnya, publik lebih percaya sesama warga daripada mekanisme donasi pemerintah.
“Kenapa? Karena kita saling percaya. Besok-besok negara bikin donasi terbuka, kita juga nggak mau nyumbang. Orang kita nggak percaya duitnya bakal dipakai menerang,” tutupnya.




