jpnn.com - JAKARTA - Dosen Ilmu Pemerintahan sekaligus pakar manajemen bencana dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Rahmawati Husein menjelaskan bahwa penetapan status bencana nasional tidak hanya ditentukan oleh besarnya dampak, tetapi juga oleh indikator hukum dan kapasitas pemerintah daerah.
Hal ini menjawab teka-teki terkait penetapan status bencana nasional terhadap banjir bandang di Sumatra.
BACA JUGA: Prabowo Setujui Anggaran Rp 60 Juta Per Rumah untuk Korban Banjir & Longsor di Sumatra
“Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, status keadaan darurat bisa ditetapkan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah sesuai skala bencananya. Salah satu indikatornya adalah ketika daerah tidak lagi mampu menangani dampak bencana,” kata Rahmawati, Senin (8/12).
Rahmawati menambahkan bahwa kemungkinan besar hingga saat ini pemerintah menilai struktur pemerintahan di daerah terdampak masih berfungsi dengan baik.
BACA JUGA: Saleh Daulay: Banjir Sumatra Layak Ditetapkan Sebagai Bencana Nasional
Dia menjelaskan, bahwa pemerintah daerah dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) tidak lumpuh dan masih mampu menjalankan koordinasi serta pelayanan publik.
“Karena pemerintah daerah masih bisa bekerja, status bencana nasional belum diperlukan,” katanya.
BACA JUGA: Malam Tadi Tito Minta 2, Prabowo Kasih 4
Dewan Pakar Lembaga Resiliensi Bencana (LRB) Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu menjelaskan tidak ditetapkannya status bencana nasional bukan berarti pemerintah pusat pasif.
Menurutnya, dukungan logistik, sumber daya manusia, hingga teknologi terus dimobilisasi dalam skala besar.
“Saat ini BNPB mengerahkan lebih dari 50 pesawat, helikopter, dan alutsista TNI untuk operasi kemanusiaan. Secara operasional, dukungan yang diberikan sudah setara dengan penanganan bencana nasional,” tuturnya.
Rahmawati juga menjelaskan bahwa mekanisme penetapan status tidak sepenuhnya bersifat top-down.
Dia menuturkan pemerintah daerah dapat mengusulkan penetapan status nasional apabila kapasitas mereka betul-betul tidak mencukupi.
Menurutnya, model kebijakan ini memungkinkan evaluasi dua arah agar penentuan status tidak hanya dipengaruhi pertimbangan politis, tetapi berdasarkan kebutuhan nyata di lapangan.
Dia menjelaskan, selain dukungan logistik dan personel, koordinasi lintas kementerian juga terus dilakukan melalui rapat rutin yang dipimpin presiden maupun kementerian koordinator.
Pemerintah, tuturnya, memastikan bahwa penanganan mencakup respons cepat sekaligus rencana pemulihan jangka panjang.
“Kementerian Keuangan bahkan telah menyatakan komitmen menyediakan anggaran dua triliun rupiah untuk korban banjir,” tambahnya.
Dia menegaskan bahwa strategi pemerintah saat ini berorientasi pada kolaborasi semua sektor, termasuk kluster kesehatan, logistik, perlindungan sosial, dan pemulihan infrastruktur.
Dia menilai prinsip no one left behind menjadi komitmen untuk memastikan seluruh kelompok terdampak, termasuk yang rentan dan marginal, menerima bantuan yang layak.
“Pada dasarnya, yang membedakan hanya status administratif. Karena dari sisi dukungan, pemerintah pusat sudah mengerahkan sumber daya maksimal untuk membantu daerah,” tutur Rahmawati. (mcr8/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur : Mufthia Ridwan
Reporter : Kenny Kurnia Putra

