Dalam percakapan global tentang masa depan modal dan ekonomi Asia Tenggara, Indonesia bukanlah sekadar pasar negara berkembang, melainkan sebuah ekonomi kepulauan. Indonesia adalah negara mandiri namun saling terhubung, beragam tetapi mampu bergerak seirama. Demikian disampaikan praktisi keuangan Jonas Pratama. Ia mengingatkan bahwa keunggulan Indonesia bukan sekadar biaya kompetitif, melainkan konektivitas.
“Indonesia adalah gerbang selatan Asia, jalur utama arus modal global,” ujarnya.
Cara pandang Jonas terhadap Indonesia menunjukkan kedewasaan analis yang melihat pasar bukan hanya sebagai angka, tetapi sebagai jaringan sosial, budaya, dan ekosistem institusional yang saling berinteraksi. Ia memahami bahwa modal global bergerak bukan hanya karena peluang keuntungan, melainkan karena kejelasan narasi, stabilitas kebijakan, dan kemampuan menjelaskan konteks lokal kepada pasar internasional. Dalam bahasa Nikkei Asia, ia tahu bagaimana membuat modal memahami bahasa Indonesia.
Visi strategis inilah yang membuatnya sering berada di antara para pengambil keputusan global, bukan sebagai juru bicara formal, melainkan sebagai penerjemah epistemik antara cara berpikir investor Barat dan dinamika ekonomi Indonesia.
Kini, sebagai kepala sebuah dana ekuitas swasta, Jonas menghabiskan waktu antara London dan Dubai untuk merancang kemitraan global yang mendukung sektor-sektor strategis Indonesia. Salah satu langkah terbesarnya adalah memfasilitasi kerja sama co-investment antara Indonesia dan Public Investment Fund (PIF) Arab Saudi untuk mempercepat proyek energi hijau.
Rekam jejaknya pun panjang. Dari keterlibatannya di balik IPO besar seperti GoTo, hingga dukungan terhadap ekspansi geothermal GeoDaya dan pembangunan kapasitas semikonduktor di Batang, Jonas menjadi figur yang memainkan peran penting dalam transisi Indonesia menuju ekonomi berbasis nilai tambah tinggi.
Namun bagi Jonas, pencapaian tersebut hanya bagian dari narasi yang lebih besar. Ia melihat Indonesia sebagai negara dengan demografi muda, kemampuan digital yang berkembang, dan ambisi energi hijau yang kuat, sebuah kombinasi yang, menurutnya, menjadikan Indonesia bukan lagi pasar yang diamati, tetapi kekuatan yang sedang tumbuh.




