FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Di sebuah ruang ballroom di Jakarta Selatan pada 10 Desember 2025, tepuk tangan bergema ketika nama PIK2 disebut sebagai penerima Genting Award kategori Gold.
Penghargaan dari Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga ini sekilas tampak seperti seremoni rutin, seperti plakat, foto bersama, dan panggung berhias logo acara.
Namun di balik itu, ada cerita panjang tentang desa-desa yang selama bertahun-tahun bergulat dengan masalah yang tak selalu tampak di permukaan yakni stunting.
Stunting bukan sekadar angka. Ia adalah cerita tentang keluarga yang berjuang memenuhi kebutuhan gizi, tentang anak-anak yang tumbuh tanpa cukup nutrisi, dan tentang bagaimana intervensi yang tepat dapat mengubah masa depan mereka.
Karena itu, ketika sektor swasta seperti PIK2 menerima penghargaan ini, maknanya jauh lebih besar daripada simbol emas yang disematkan.
Mengisi Kekosongan, Membangun Kolaborasi
Dalam penjelasannya, Estate Management Director Agung Sedayu Group, Restu Mahesa mengingat kembali perjalanan panjang intervensi yang dilakukan PIK2 sejak 2021.
“PIK2 hari ini mendapatkan award ‘Genting Collaboration’ dari Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga. PIK2 sejak tahun 2021 telah membantu setidaknya 10 desa untuk menuntaskan permasalahan stunting di Kabupaten Tangerang,” ucapnya.
Langkah yang diambil PIK2 tidak sekadar berbentuk donasi. Mereka masuk ke wilayah-wilayah seperti Teluknaga, Pakuhaji, Kemiri, Mauk, dan Kronjo, menghadirkan program gizi, PMT, pemeriksaan kesehatan, hingga edukasi pola asuh keluarga, sebuah intervensi yang perlahan membentuk perubahan sosial.
Di desa-desa itu, para kader PKK, tenaga kesehatan puskesmas, dan keluarga-keluarga yang menjadi sasaran program belajar menemukan ritme kolaborasi baru.
Dunia usaha mengisi ruang kosong yang sebelumnya tak tersentuh oleh program pemerintah, sementara masyarakat menjadi bagian aktif dalam proses perubahan.
Jaringan Orang Tua Asuh: Menguatkan yang Lemah
Skema Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (GENTING) berupaya menautkan perhatian personal dengan intervensi sistemik. Di sinilah ribuan orang tua asuh memainkan peran penting.
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Wihaji , mengungkap luasnya gerakan ini.
”Saya memberikan penghargaan setinggi-tingginya kepada beberapa perwakilan dari 301.000 orang tua asuh yaitu 140 yang terdiri dari media, korporasi swasta, BUMN, personal, serta dari berbagai keterlibatan pentahelix itulah hadirnya orang tua asuh yang mengasuh KRS (Keluarga Risiko Stunting),” tuturnya.
301 ribu orang tua asuh bukan hanya angka, mereka adalah representasi solidaritas publik. Saat satu keluarga risiko stunting didampingi secara langsung, beban pengasuhan tidak lagi diletakkan hanya pada individu, tetapi dibagi dalam jejaring yang lebih besar.
Melampaui Penghargaan: Tantangan Sesungguhnya di Lapangan
Dalam banyak kasus, penurunan stunting tidak hanya ditentukan oleh intervensi gizi. Ia menyangkut faktor ekonomi, budaya, kesehatan reproduksi, sanitasi, hingga pendidikan pengasuhan.
Karena itu, penghargaan Gold untuk PIK2 adalah pengakuan sekaligus tantangan baru: bagaimana memastikan bahwa perubahan yang telah dimulai tidak berhenti di meja seremoni.
PIK2 menyampaikan komitmen jangka panjangnya untuk memperluas program melalui edukasi gizi berbasis keluarga, peningkatan kapasitas kader lapangan, penguatan ketahanan pangan komunitas, integrasi berbagai program CSR terkait kesejahteraan keluarga dan tumbuh kembang anak.
Arah ini selaras dengan target nasional menurunkan angka stunting hingga 14 persen, sekaligus mengingatkan bahwa keberhasilan program seperti GENTING sangat bergantung pada kesinambungan, bukan hanya partisipasi sesaat.
Kolaborasi yang Membentuk Masa Depan
Jika ada satu pelajaran dari perjalanan GENTING dan kerja kolaboratif PIK2 di Tangerang, itu adalah bahwa perubahan sosial membutuhkan banyak tangan.
Dari masyarakat akar rumput hingga korporasi besar, semua pihak mengambil peran dalam memastikan seorang anak dapat tumbuh lebih sehat, lebih cerdas, dan lebih kuat.
Pada akhirnya, penghargaan Gold itu bukanlah titik akhir, melainkan penanda bahwa upaya membangun masa depan anak-anak Indonesia baru saja memasuki babak yang lebih serius.


