Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi menetapkan kebijakan perlakuan khusus atas kredit dan pembiayaan bagi debitur yang terdampak bencana banjir dan longsor di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.
Kebijakan ini diputuskan dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK) OJK pada Rabu (10/12), setelah pengumpulan data dan asesmen yang menunjukkan bencana tersebut telah mengganggu aktivitas ekonomi serta kemampuan bayar masyarakat di wilayah terdampak.
OJK menyatakan pemberian perlakuan khusus ini dilakukan untuk memitigasi risiko agar dampak bencana tak berkembang menjadi masalah sistemik di sektor keuangan, sekaligus mendukung percepatan pemulihan ekonomi daerah.
Kebijakan tersebut mengacu pada POJK Nomor 19 Tahun 2022 tentang Perlakuan Khusus untuk Lembaga Jasa Keuangan pada Daerah dan Sektor Tertentu yang Terkena Dampak Bencana.
OJK menetapkan sejumlah relaksasi yang dapat diterapkan oleh perbankan, perusahaan pembiayaan, modal ventura, LKM, maupun LJK lainnya bagi debitur yang menjadi korban bencana, mencakup penilaian kualitas kredit/pembiayaan berdasarkan ketepatan pembayaran (satu pilar) untuk plafon sampai dengan Rp 10 miliar.
Kemudian, penetapan kualitas lancar atas kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi. Restrukturisasi dapat dilakukan terhadap pembiayaan yang disalurkan baik sebelum maupun setelah debitur terkena dampak bencana. Untuk Penyelenggara LPBBTI, restrukturisasi bisa dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari pemberi dana.
Terakhir, pemberian pembiayaan baru terhadap debitur yang terkena dampak dengan penetapan kualitas kredit secara terpisah untuk kredit/pembiayaan/penyediaan dana lain baru (tidak menerapkan one obligor).
Penetapan kebijakan dimaksud berlaku dalam jangka waktu hingga tiga tahun sejak ditetapkan pada 10 Desember 2025. Di luar sektor perbankan, OJK juga meminta seluruh perusahaan asuransi dan reasuransi mengaktifkan mekanisme tanggap bencana.
Perusahaan diminta menyederhanakan proses klaim, memetakan polis yang terdampak, menjalankan disaster recovery plan bila diperlukan, serta memperkuat komunikasi dengan nasabah. Koordinasi dengan BNPB, BPBD, dan reasuradur juga diwajibkan, termasuk pelaporan berkala mengenai perkembangan klaim kepada OJK.





