Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (Kanwil DJP) Jawa Barat II melalui KPP Pratama Cikarang Selatan melakukan tindakan penyanderaan (gijzeling) terhadap penanggung pajak berutang fantastis. Tindakan ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum dan pemulihan penerimaan negara.
Penyanderaan dilakukan terhadap Ny. MW, yang menjabat sebagai komisaris sekaligus pemegang saham PT SI, di kediamannya kawasan Ancol, Jakarta Utara, pada Kamis (11/12).
Kepala Kanwil DJP Jawa Barat II, Dasto Ledyanto, menjelaskan tindakan ini ditempuh karena yang bersangkutan memiliki utang pajak sebesar Rp21.158.307.240 yang tidak dilunasi sejak tahun 2021.
“Penyanderaan dilakukan secara profesional dan berlandaskan ketentuan hukum. Gijzeling selalu menjadi langkah terakhir setelah seluruh proses penagihan ditempuh,” tutur Dasto, Kamis.
Dasto mengungkapkan, sebelum tindakan penyanderaan dilakukan, KPP Pratama Cikarang Selatan telah menempuh rangkaian penagihan aktif, mulai dari penerbitan surat teguran, pemanggilan, surat paksa, hingga upaya paksa seperti pemblokiran dan penyitaan rekening, serta pencegahan ke luar negeri sejak tahun 2023–2024.
Utang pajak penanggung pajak tercatat sejak tahun 2021 dan terus bertambah seiring terbitnya surat ketetapan pajak untuk tahun 2022 dan 2023.
Tindakan penyanderaan ini mengacu pada UU No. 19 Tahun 1997 dan perubahannya, yang memungkinkan gijzeling terhadap penanggung pajak berutang minimal Rp100 juta dan dianggap tidak beriktikad baik. Penyanderaan dilakukan setelah memperoleh izin Menteri Keuangan serta berkoordinasi dengan Bareskrim Polri dan Kanwil Pemasyarakatan DKI Jakarta.
MW dijemput di kediamannya dan dibacakan Surat Perintah Penyanderaan. Setelah menjalani pemeriksaan kesehatan, yang bersangkutan kemudian dibawa ke Lapas Perempuan Kelas IIA Jakarta, Pondok Bambu.
Masa penyanderaan berlaku paling lama enam bulan dan dapat diperpanjang. Melalui langkah ini, DJP berharap utang sebesar Rp21,15 miliar beserta biaya penagihan dapat segera dilunasi.
Dasto juga mengimbau pentingnya kepatuhan perpajakan. "Kepatuhan yang baik membantu menghindarkan Wajib Pajak dari tindakan penagihan dan juga mendukung keberlanjutan penerimaan negara,” pungkasnya. (UL/P-5)





