FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Ketua Yayasan Praktek Psikolog Indonesia (YPPI) Adib Setiawan S.Psi, M.Psi., Psikolog, mengungkapkan kekhawatirannya terkait rencana pemerintah mengubah layanan tes psikologi bagi Calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI) menjadi sistem online penuh.
Menurutnya, perubahan aturan tersebut berpotensi memicu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap sekitar 60 karyawan YPPI yang selama ini menangani layanan psikotes secara tatap muka.
“Bisa jadi hasil psikotes dari YPPI tidak memiliki akses atau terkunci karena ada aturan baru tersebut. Karena pihak kementrian yang punya kunci akun untuk upload. Padahal kami memiliki izin praktek resmi dari organisasi profesi,” keluh Adib dalam keterangannya, Kamis (11/12/2025).
Adib menegaskan YPPI terus memberikan layanan terbaik dalam tes psikologi CPMI. Ia menjelaskan psikotes dilakukan setiap hari dan dapat selesai di hari yang sama apabila urgent, atau sehari setelahnya. Menurutnya, kecepatan ini penting untuk memenuhi kebutuhan CPMI maupun Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI).
“Jika hasil psikotes cepat maka pemberangkatan CPMI ke negara tujuan bisa lebih cepat. Terlebih, biasanya perusahaan penempatan menuntut kecepatan dalam proses hasil psikotes,” kata Adib.
Ia menambahkan bahwa kepercayaan CPMI dan P3MI terhadap YPPI terus meningkat. Dari awalnya hanya melayani 20 orang per bulan, kini lembaga tersebut menangani ratusan orang. “Hal ini terjadi karena pelayanan di YPPI cepat, professional dan berkualitas,” klaimnya.
Adib menyebut biro-biro psikologi di beberapa daerah seperti Cirebon, Malang, dan kota lainnya juga merasa khawatir terhadap ketidakpastian regulasi dari BP2MI. Ia menilai perubahan aturan justru mengancam keberlangsungan usaha mereka.
“Aturan ini akan memicu kelangsungan usaha mereka di kemudian hari,” ungkap lulusan UIN Jakarta ini.
Ia menilai pemerintah seharusnya mendorong perekonomian UMKM, termasuk biro psikologi daerah. Ia berpendapat layanan psikotes seharusnya bisa dilakukan secara tatap muka maupun online, menyesuaikan kondisi daerah.
“Tatap muka dilakukan jika memang di suatu daerah itu ada biro psikologi yang bisa menangani,” ujarnya.
Namun ia mengingatkan agar tidak melakukan generalisasi kebijakan dengan mewajibkan psikotes online di seluruh Indonesia. Menurutnya, model layanan yang seragam justru akan mematikan biro psikologi kecil dan membuka peluang monopoli.
“Jika online semua dikhawatirkan menjadi modus psikotes untuk PMI akan dimonopoli oleh pihak-pihak tertentu,” kata Adib.
Adib menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara demokrasi harus menghargai kebebasan berusaha. Ia mengingatkan bahwa kebijakan yang mengarah pada monopoli akan merugikan banyak pihak, termasuk masyarakat yang kesulitan mencari kerja.
“Semoga kebijakan yang kurang melindungi semua pelaku usaha bisa ditiadakan,” harapnya.
YPPI kini memiliki 45 cabang di berbagai kota dan telah berkembang pesat sejak berdiri pada 23 Februari 2012. Selain layanan psikotes, YPPI juga menyediakan konseling online gratis bagi pekerja migran Indonesia yang mengalami persoalan psikologis di negara penempatan. (zak/fajar)




