Penulis: Lidya Thalia.S
TVRINews, Jakarta
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menegaskan bahwa agenda menjaga ketahanan pangan nasional tidak akan menghambat iklim investasi. Keduanya, kata Nusron, harus berjalan berdampingan demi memastikan pembangunan nasional berjalan berkelanjutan. Hal itu ia sampaikan dalam acara Investor Daily Roundtable di Jakarta, Rabu, 10 Desember 2025.
“Semua demi merah putih, demi negara Indonesia. Ada dimensi keadilan antara ketahanan pangan, ketahanan industri, energi, dan penyediaan rumah. Tidak boleh saling mengalahkan, semuanya harus berjalan bersamaan,” ujar Nusron dalam keterangan tertulis, Kamis, 11 Desember 2025.
Untuk menjaga ketahanan pangan, pemerintah menerapkan moratorium alih fungsi lahan sawah. Nusron menegaskan, kebijakan ini bukan bentuk pembatasan investasi, melainkan langkah memastikan pemanfaatan ruang berlangsung adil, terukur, dan sesuai peruntukan. Moratorium diterapkan hingga target perlindungan lahan pangan mencapai 87%, kecuali bagi 100 kabupaten/kota yang telah memenuhi target atau memang tidak memiliki Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD).
“Tugas kami di ATR/BPN adalah menjaga di mana ruang untuk swasembada pangan, energi, pembangunan, dan program Tiga Juta Rumah agar semuanya berjalan harmonis,”ungkapnya.
Nusron hadir bersama Tenaga Ahli Menteri Bidang Komunikasi Publik, Rahmat Sahid. Ia turut menyoroti persoalan klasik dalam penataan ruang, yaitu ketidaksinkronan data antara LSD, Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B), dan lahan cadangan pangan. Menurutnya, idealnya seluruh data berada dalam satu delineasi.
Namun kondisi saat ini masih jauh dari harapan, sehingga pemerintah melakukan data cleansing hingga Februari 2026 untuk menghasilkan satu peta yang dapat digunakan bersama oleh pemerintah pusat maupun daerah.
Ketidaksesuaian data ini kerap memunculkan izin baru yang sebenarnya tidak perlu, sehingga merugikan pelaku usaha maupun pemerintah daerah. Selama moratorium, pemerintah fokus merapikan dan menyelaraskan semua data tersebut.
“Dari 100 kabupaten/kota, ada 64 daerah yang datanya sudah rapi. Sisanya 36 daerah memang tidak memiliki sawah, dan itu kami maklumi. Nantinya akan dicari lokasi pengganti lainnya,” jelasnya.
Dua Solusi untuk Daerah Industri yang Belum Capai Target
Terkait keterlanjuran alih fungsi sawah, Nusron menyebut setiap persoalan memiliki jalan keluar. Daerah yang sudah mencapai 87% LP2B hanya memerlukan data cleansing, sedangkan daerah industri yang belum mencapai target diberikan dua pilihan: pelaku usaha membeli lahan pengganti untuk dicetak menjadi sawah atau pemerintah daerah menyediakan lahan cadangan.
Yang terpenting, tegas Nusron, adalah ketersediaan lahan sawah dan keberlanjutan produksi pangan, apa pun mekanisme kepemilikan maupun lokasi lahan.
Pola Ruang Jadi Titik Penting
Ia juga menekankan bahwa perdebatan dalam penataan ruang bukan pada struktur ruang, tetapi pola ruang. Menurutnya, manusia membutuhkan perumahan dan negara membutuhkan industri, namun yang paling utama adalah memastikan ketersediaan sawah sebagai fondasi ketahanan pangan, terutama saat banyak negara semakin protektif terhadap kebutuhan pangannya.
“Apa yang kami lakukan transparan. Tidak ada yang kami tutup-tutupi,”tuturnya.
Editor: Redaktur TVRINews




