Oleh: Andi Muhammad Jufri, Praktisi Pembangunan Sosial
FAJAR.CO.ID — Kebakaran gedung Terra Drone di Cempaka Baru, Kemayoran, Jakarta Pusat (9/12/2025), membawa duka yang mendalam. Baterai Lithium yang terbakar di lantai satu, dengan cepat membakar baterai lainnya. Para karyawan berlarian ke lantai atas, mencari jalur evakuasi. Beruntung, detik-detik asap pekat dan bau kimia menyengat, mereka menemukan jalur evakuasi darurat. Melalui inisiatif di antara mereka, kaki tangga diikat, dan secara bergantian, 12 orang turun dan terselamatkan. Namun, 22 orang karyawan Terra Drone lainnya, ditemukan meninggal dunia. Mereka pada umumnya kesulitan dan gagal bernapas akibat terjebak dalam asap pekat yang berbau kimia.
Kita semua prihatin, betapa mudahnya bencana membawa korban begitu banyak. Kita pun mengandai-andai, bahwa seandainya ada sarana dan alat evakuasi di atap gedung, mungkin mereka banyak yang selamat. Seandainya, gedung itu dilengkapi masker oksigen, mungkin asap dapat teratasi. Seandainya ada sarana pemadam yang terjangkau, mungkin asap dan api tak sebesar itu. Seandainya tim penyelamat sigap diberbagai tempat, di lingkungan gedung, di lingkungan wilayah, maka tim dapat begitu cepat menyelamatkan mereka yang terjebak. Seandainya ada helikopter dapat sampai secara cepat di setiap titik kebakaran di Ibukota, mungkin nyawa dapat terselamatkan lebih banyak. Seandainya arsitektur bangunan ramah bencana mungkin tidak begini jadinya. Seandainya karyawan terlatih dan terbiasa menghadapi ancaman bencana, mereka pasti mengetahui cara evakuasi diri lebih cepat.
Kata -kata seandainya di atas adalah jalan autokritik seluruh pemangku kepentingan yang terkait dengan bencana kebakaran ini. Mungkin selama ini, kita semua lengah, sehingga titik -titik lemah baik level manusia secara individu, perusahaan secara institusi, pemerintahan secara kewilayahan, dan lingkungan masyarakat secara luas, mulai nyaman dengan kebiasaan, tak memperhatikan aspek keamanan dan potensi ancaman bencana baik akibat faktor alam, faktor manusia dan faktor teknologi yang setiap saat bisa terjadi.
Kelengahan kita semua telah berakibat fatal. Kelengahan hanya dapat teratasi dengan kepekaan terhadap berbagai potensi ancaman bencana. Kemudian, melakukan langkah-langkah pemetaan dan mitigasi mengatasi dan mengurangi ancaman tersebut. Sebagai
Kota metropolitan, kota perdagangan global, kota internasional, dan kota yang memiliki perjalanan panjang dalam pengelolaan kota, seharusnya seluruh potensi bencana di kota ini, sudah termitigasi secara profesional.
Pemilik gedung atau penyewa gedung memang seharusnya juga memiliki kesadaran dan kepekaan terkait potensi bencana dan ancaman keamanan yang bakal menimpa. Tapi entah mengapa, kesadaran dan kepekaan itu tidak muncul. Peristiwa-peristiwa kebakaran hanya menjadi tontonan dan bacaan di media sosial. Pembelajaran kesigapan tak dipunyai. Ujungnya, bila terjadi bencana seperti di Gedung Tera Drone ini, pasti sang pemilik gedung atau penyewa gedung menjadi tersangka dan juga menjadi sasaran cibiran kita semua.
Pemerintah Jakarta perlu serius memperhatikan dan melakukan pembinaan, pendidikan, pelatihan manajemen kebencanaan kepada seluruh lapisan masyarakat Jakarta, masyarakat sipil, swasta, aparat dan semua di berbagai tempat baik di pemukiman umum, kampung, apartemen, asrama, kos-kosan, hotel, transportasi, perkantoran, restoran, pasar, sekolah, dan lain-lain.
Potensi bencana bukan hanya terbatas pada kebakaran, tapi juga gempa bumi, gunung meletus, angin topan, hujan lebat dan hujan es, panas ekstrim, banjir, cuaca ekstrim, ombak besar, tsunami, lekuefaksi, kekeringan, epidemi wabah penyakit, kegagalan teknologi, termasuk bencana oleh manusia seperti teroris, bom, teror bersenjata, perampokan, kerusuhan, dan lain-lain.
Seluruh potensi ancaman dan bencana di atas, perlu termitigasi dan masyarakat perlu terlatih dan menjadi biasa serta memahami cara evakuasi diri dan menangani potensi setiap bencana yang akan datang. Pemerintah kota Jakarta dan kota-kota besar di Indonesia, dan juga seluruh penjuru negeri sampai di desa-desa, perlu mempersiapkan sarana publik dan tim terlatih melakukan penanganan dan evaluasi bencana.
Kita masih sering gagap bila bencana datang. Kita masih sering lambat menangani bencana yang terjadi. Bahkan sering lumpuh tak berkutik. Persiapan kurang, sumber daya tidak siap, koordinasi buruk, bahkan saling menunggu dan lempar tanggung jawab, tumpang tindih dan celakanya ada yang merasa paling jago, paling terdepan, dan ada juga yang nyinyir, menyalahkan dan gengsi politik pun menjadi mainan dan akhirnya penanganan bencana menjadi tidak efektif. Bencana yang seharusnya menyatukan kita semua, tapi justru kita terpecah. Kasihan negeri ini.
Jakarta sebagai metropolitan dengan potensi ancaman dan bencana yang beragam, semoga dapat menjadi contoh terdepan dalam penanganan bencana yang terstandar. Kita juga berharap, bencana yang menimpa negeri, dapat menjadi pembelajaran bagi Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Gubernur, Walikota/Bupati, Camat, Lurah/Kepala Desa serta seluruh pemangku kepentingan untuk dapat mendorong negeri ini, mengembangkan manajemen bencana yang terstandar dan komprehensif, mulai pencegahan dan mitigasi, kesiapsiagaan (preparedness), respons (tanggap darurat), dan pemulihan (recovery). Semoga.





