Belum Kering Air Mata Korban Bencana, Truk Sawit Sudah Kembali Hilir-Mudik

kompas.id
2 jam lalu
Cover Berita

Belum kering air mata para korban bencana ekologis di Aceh, puluhan truk pengangkut kelapa sawit sudah kembali beroperasi seperti biasa. Fenomena itu mengusik rasa empati dan keadilan.

Di tengah kondisi wilayah masih digenangi lumpur dan diliputi debu puing reruntuhan, tampak iring-iringan truk pengangkut sawit melintas. Asap knalpot tebal pun menyembur ke arah warga yang berada di sekitar tenda-tenda darurat pengungsian di sepanjang jalan penghubung Aceh Timur hingga Aceh Tamiang, Kamis (11/12/2025).

Para korban masih bingung memikirkan mau makan apa hari itu karena bantuan bahan makanan masih tersendat-sendat datangnya. Mereka kaget melihat truk-truk sawit sudah hilir-mudik. Ada yang mengangkut hasil panen dari kebun menuju pabrik lokal. Ada pula yang mengangkut untuk mendistribusikannya ke luar kabupaten. Truk-truk itu berkapasitas variatif mulai dari 10 ton hingga 30 ton sawit.

Di kawasan Aceh Tamiang, truk sawit itu melintasi sejumlah kawasan terdampak bencana. Melalui puing-puing bangunan ataupun rumah warga yang porak-poranda akibat bencana.

Salah satu supir truk sawit sempat dijumpai saat truknya mengalami pecah ban di kawasan Lhok Nibong, Kecamatan Pante Bidari, Aceh Timur. Bukhari (49), nama supir truk sawit tersebut mengatakan, dirinya mengangkut sawit mencapai 10 ton. Truk itu diangkut dari kawasan perkebunan di Julok, Aceh Timur menuju pabrik di kawasan Lhoksukon, Aceh Utara.

Bukhari bercerita muatan sawit itu adalah yang kelima kali diangkutnya sejak awal Desember 2025. Pengangkutan sawit sempat terhenti akibat kebun digenangi air banjir sehingga proses panen tidak bisa dilakukan. Setelah air surut, pekerja kebun kembali memanen buah sawit pada 10 hari terakhir.

Bukhari hanya bisa melakukan pengangkutan sekali dalam dua hari. Sebab, jarak dari lokasi kebun ke pabrik berjauhan. Selain itu, kondisi jalan dari dan menuju lokasi kebun masih jalan tanah sehingga supir truk tidak mungkin bisa melakukan pengangkutan setiap hari.

Dari setiap pengangkutan, Bukhari mendapatkan upah Rp 130.000 per ton. Dengan muatan truk mencapai 10 ton, dia bisa mendapatkan total uang mencapai Rp 1,3 juta. Akan tetapi, menurut Bukhari, itu uang kotor yang didapatnya karena belum dipotong ongkos biaya perjalanan, seperti untuk bahan bakar minyak (BBM) dan konsumsi.

Sawit itu bukan miliknya pribadi melainkan dari kebun milik perusahaan milik pemerintah.

Jadi, uang bersih yang didapatnya sekitar Rp 300.000 per perjalanan. Kalau terjadi masalah di luar dugaan, seperti pecah ban, uang bersih yang didapatnya akan jauh berkurang. "Kalau dihitungan, uang yang saya dapatkan dari mengangkut sawit sekitar Rp 3 juta per bulan. Pendapatan ini adalah sumber nafkah utama untuk keluarga saya," ujarnya.

Bukhari menuturkan, sawit itu bukan miliknya pribadi melainkan dari kebun milik perusahaan milik pemerintah dan disalurkan ke pabrik milik perusahaan bersangkutan. Saat bencana terjadi, semua aktivitas di kebun terganggu, termasuk pengangkutan. Itu membuat para pekerja atau buruh yang diupah atau mendapatkan uang harian menjadi kehilangan pendapatan.

"Secara tidak langsung, kami juga terdampak oleh bencana kemarin karena kami tidak bisa bekerja sama sekali. Kami bersyukur air banjir sudah surut sehingga kami bisa kembali memulai aktivitas mencari nafkah untuk keluarga," kata Bukhari.

Baca JugaHutan Sumatera Lenyap

Bagi para pekerja, pengangkutan sawit itu mungkin pekerjaan normal yang harus dilakukannya demi menafkahi keluarga. Bukhari tidak tahu-menahu kalau sawit sendang menjadi sorotan karena diduga menjadi penyebab kerusakan lingkungan yang berujung bencana dengan dampak sangat parah.

Menyayat hati

Namun, bagi sebagian pihak lain, fenomena kembali beraktivitasnya truk pengakut sawit sangat menyayat hati di tengah dampak bencana yang belum sepenuhnya tertangani. Bahkan, masih banyak korban yang belum kering air matanya karena terdampak bencana tersebut, seperti di kawasan Aceh Tamiang dan wilayah pegunungan Aceh.

Baca Juga”Easy Money” Berujung ”Easy Disaster”

Pemerhati lingkungan Sumatera sekaligus anggota Forum Konservasi Gajah Indonesia Ali Akbar mengatakan, fenomena itu sangat tidak berempati. Saat masih banyak korban yang masih belum mendapatkan bantuan yang layak dan kehilangan segenap harta-benda, terutama tempat tinggal, bisnis sawit yang disinyalir sebagai penyebab utama kerusakan lingkungan justru sudah mulai beroperasi lagi.

"Fenomena itu menunjukkan, tidak ada itikad dari pemerintah untuk mengevaluasi penyebab bencana yang terjadi kemarin. Bencana itu dipicu kerusakan lingkungan, terutama alih fungsi hutan menjadi perkebunan monokultur skala masif yang salah satunya berupa kebun sawit," ujarnya.

Tindak tegas semua korporasi yang tidak patuh terhadap kewajiban lingkungan mereka.

Ali menuturkan, fenomena itu pun menegaskan fakta yang terjadi selama ini bahwa Pulau Sumatera telah ditikam komoditas perusak lingkungan. Itu meliput penebangan kayu hutan, penanaman tanaman monokultur, dan penambangan.

Ketiga komoditas itu diyakini Ali sebagai penyebab utama bencana kemarin. Karena beban lingkungan yang sudah semakin kritis, dampak bencana menjadi semakin masif saat dilanda siklon tropis Senyar. "Senyar itu hanyalah pemicu. Tapi, jatuhnya korban karena bencana disebabkan oleh kondisi lingkungan yang sudah tidak mampu menerima beban oleh kerusakan yang menimpanya," ucap Ali.

Maka dari itu, Ali menyampaikan, pemerintah harusnya segera melakukan evaluasi dan menindak tegas para aktor penyebab kerusakan lingkungan. Pengawasan operasional mereka pun harus diperketat. "Tindak tegas semua korporasi yang tidak patuh terhadap kewajiban lingkungan mereka," katanya.

Bencana ekologis

Kapala Divisi Advokasi dan Kampanye Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh Afifuddin Acal mengatakan, bencana kali ini adalah bencana ekologis dari akumulasi deforestasi, ekspansi sawit, aktivitas tambang, hingga Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang dibiarkan merajalela. Sebaliknya, pemerintah dianggap gagal menghentikan kerusakan di hulu dan justru terpaku pada solusi tambal sulam di hilir.

”Bencana kali ini bukan sekadar musibah alam. Ini bencana ekologis dari buruknya tata kelola lingkungan hidup. Hutan digunduli, sungai didangkalkan, dan bukit dikeruk. Sedangkan pemerintah, mereka sibuk dengan pembangunan tanggul untuk meminimalisir dampak bencana. Mereka bukannya menghentikan akar penyebab bencana tersebut,” ujarnya.

Baca JugaAturan Dilonggarkan, Banjir dan Tanah Longsor Pun Datang

Dari hasil pemantauan WALHI Aceh, kerusakan paling parah terjadi di sejumlah Daerah Aliran Sungai (DAS), terutama di DAS Krueng Peusangan yang menyebabkan dampak bencana hingga ke kawasan hilirnya, seperti di Aceh Utara dan Bireuen. Situasi yang sama terjadi di sejumlah wilayah lain sehingga bencana kali ini berdampak ke 18 kabupaten/kota dari total 23 kabupaten/kota di Aceh.

Hilangnya penyangga ekologis itu membuat curah hujan tinggi langsung berubah menjadi limpasan besar alias menjadi banjir bandang. “Sungai-sungai di Aceh mayoritas sudah tidak berfungsi. Sedimentasi ekstrem membuat daya tampungnya runtuh. Begitu hujan deras datang, air langsung melompat ke permukiman,” kata Afifuddin.

Untuk itu, Afifuddin menuturkan, pihaknya menuntut pemerintah mengambil langkah tegas dan terukur, antara lain dengan moratorium izin baru perkebunan sawit, tambang, dan pembatasan galian C. Selain itu, lakukan penegakan hukum terhadap PETI dan aktor besar di baliknya. Jangan hanya pelaku lapangan yang ditangkap, tetapi harus berani memotong mata rantai suplai pendanaan dan mengusut pemodal.

"Restorasi ekologis dan pemulihan alam harus segera dilakukan pemerintah, bukan hanya proyek penanggulangan yang reaktif. Lalu audit menyeluruh perizinan yang berdampak pada kerusakan hulu DAS dan hutan, serta beri ruang yang luas untuk partisipasi masyarakat mukim dalam tata kelola lingkungan," tegasnya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Pengumuman Pengadaan Jasa Konsultan Penyusunan Studi Kelayakan Rencana Pengembangan Cold Chain
• 14 jam lalumediaindonesia.com
thumb
Kejagung Sita Aset Hotel di Setiabudi Terkait Korupsi Pemberian Kredit
• 10 jam laluokezone.com
thumb
Danantara Gandeng JIF Jajaki Investasi di Yordania, Intip 5 Sektor yang Dibidik
• 21 jam lalukatadata.co.id
thumb
Timnas Wanita Indonesia Naik 1 Posisi di Ranking FIFA, jadi Peringkat 105
• 20 jam lalukumparan.com
thumb
110 Pasien Jalani Operasi Katarak Gratis TP PKK di RSKD Duren Sawit
• 22 jam laludisway.id
Berhasil disimpan.