VIVA – Pertanyaan mengenai hukum mencintai suami orang mungkin ada yang masih mempertanyakannya. Fenomena ini semakin marak seiring aktivitas media sosial yang menampilkan kehidupan rumah tangga orang lain secara terbuka. Dalam sebuah ceramahnya, Ustaz Syafiq Riza Basalamah memberikan penjelasan panjang lebar mengenai bagaimana syariat Islam memandang hal tersebut.
Dalam sesi tanya jawab, seorang jamaah bertanya, “Nam ustaz, gimana hukumnya mencintai suami orang lain tanpa berniat merebutnya dari istrinya? Saya tertarik pada suaminya karena istrinya sering memposting kebaikan suaminya,” tanya seorang jemaah yang dikutip dari YouTUbe Lentera Islami pada Jumat, 12 Desember 2025.
- YouTube
Menanggapi hal tersebut, Ustaz Syafiq memberi peringatan, “Hati-hati ini jemaah. Hati-hati,” katanya. Ia menekankan bahwa cinta dalam Islam harus dipilah berdasarkan niat dan tujuannya.
Menurut beliau, cinta dalam Islam memiliki dua sumber, cinta karena Allah dan cinta karena nafsu. Ia menjelaskan dengan contoh sederhana:.
“Cinta itu ada karena Allah, tapi ada cinta karena nafsu. Cinta karena Allah, kita mencintai semua orang baik… Enggak perlu kenal sama orang itu, tapi tahu dengan kebaikan orang itu,” jelasnya.
Jika seseorang mencintai kebaikan seorang laki-laki tanpa niat buruk, maka hal itu termasuk cinta karena Allah. Namun ia mengingatkan bahwa perempuan yang sudah bersuami wajib menjaga pandangan dan menjaga hati.
Ustaz Syafiq menjelaskan bahwa seorang perempuan yang belum menikah atau janda boleh saja berharap dipinang oleh laki-laki baik, meski laki-laki itu sudah beristri.
“Boleh apa enggak, Jemaah? Boleh apa enggak? Boleh. Masyaallah, kok semangat antum jemah? Boleh. Boleh. Cuma dengan cara yang syari,” katanya lagi.
Beliau mencontohkan kisah Umar bin Khattab yang pernah menawarkan putrinya Hafsah kepada Abu Bakar yang sudah memiliki istri.
Namun, cara ini harus dilakukan secara terhormat dan melalui wali, bukan dengan menggoda atau merusak rumah tangga orang lain.
Dalam penjelasannya, Ustaz Syafiq menyoroti perubahan istilah dalam masyarakat yang membuat dosa tampak halal.
“Yang benar sekarang namanya salah, yang salah namanya jadi benar.”




