Guncangan Pangan di Utara Sumatera Seusai Dilanda Bencana

kompas.id
3 jam lalu
Cover Berita

Di tengah rasa duka, para penyintas bencana di wilayah utara Sumatera harus berjuang melawan harga pangan yang melambung tinggi. Terjangan bencana yang merusak ribuan hektar sawah dan infrastruktur penunjang distribusi barang kebutuhan membuat harga komoditas melonjak naik.

Semakin bertambah hari, daftar korban bencana yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat dilaporkan juga terus meningkat. Merujuk data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), hingga 12 Desember 2025 pukul 09.00 WIB, sebanyak 990 orang meninggal. Adapun 222 orang dinyatakan hilang dan sekitar 5.400 orang terluka.

Masifnya jumlah korban tersebut salah satunya disebabkan oleh luasnya terjangan bencana. Tidak hanya mengancam nyawa, tetapi juga menghancurkan harta benda milik masyarakat dan infrastruktur vital yang menunjang kehidupan masyarakat sehari-hari.

Untuk sementara, setidaknya tercatat  ada 1.200 fasilitas umum yang rusak, 219 fasilitas kesehatan terdampak, serta 498 jembatan yang rusak dan bahkan terputus. Situasi ini menyebabkan sejumlah wilayah aksesnya masih terisolasi dan mengalami ganguan pasokan, khususnya terkait penunjang kesehatan dan pangan.

Kondisi tersebut memicu kelangkaan barang sehingga mendorong harga komoditas, seperti obat-obatan dan juga pangan, melonjak mahal. Khusus pangan, merujuk data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga sejumlah kebutuhan pokok di Aceh, Sumut, dan Sumbar melambung tinggi.

Baca JugaMengapa Lambatnya Penanganan Memperparah Dampak Bencana Alam?
Berjuang melawan harga

Di wilayah Sumbar, harga beras pada awal November lalu masih Rp 17.050 per kilogram. Namun, sekitar seminggu setelah bencana melanda, tepatnya pada 1 Desember 2025, harga rata-ratanya naik menjadi Rp 17.600 per kilogram. Semakin tak terbendung, harganya kian melejit menjadi Rp 17.950 per kilogram seminggu kemudian.

Hal yang sama juga terjadi di Sumut. Meskipun tak besar perubahan harga rata-ratanya, tetapi juga tercatat kenaikannya dari Rp 14.550 per kilogram pada awal November menjadi Rp 14.750 per kilogram pada 8 Desember 2025.

Secara umum, kenaikan harga beras tampak tak terjadi di wilayah Aceh. Namun, sejumlah komoditas lainnya tercatat melonjak cukup drastis. Misalnya saja, seperti daging ayam dan telur ayam yang lonjakan harganya hingga mencapai 42,26 persen. Bahkan, pada komoditas cabai rawit kenaikan harganya melampaui angka 100 persen alias dua kali lipat.

Fenomena kenaikan harga pangan secara umum itu juga terjadi di Sumut dan Sumbar. Hampir semua dari 10 komoditas yang dipantau dalam PIHPS Nasional mengalami lonjakan harga. Bahkan, di Sumut semua komoditas tersebut telah melambung harganya.

Perubahan harga di kawasan bencana itu tampak mencolok disparitasnya ketika dibandingkan dengan provinsi lain yang tak terdampak bencana. Secara esktrem coba disandingkan dengan Papua, wilayah di timur Indonesia yang terkenal dengan harga-harga kebutuhan pokok yang relatif sangat mahal. Dari 10 komoditas yang dipantau, hanya empat bahan makanan yang mengalami kenaikan harga di Papua. Itu pun relatif tipis peningkatannya dalam rentang sebulan terakhir.

Baca JugaBencana Tiba Ketika Reforestasi Tak Sebanding dengan Laju Deforestasi

Contoh lainnya adalah Provinsi Jakarta sebagai kawasan metropolitan yang terkenal dengan biaya hidup tergolong tinggi di Indonesia. Dalam kurun waktu yang sama, ”hanya” bawang merah, cabai merah, dan cabai rawit yang sedikit meningkat. Temuan yang lebih kurang sama peningkatan harganya terjadi di Sulawesi Selatan dan Kalimantan Timur. Kedua provinsi ini terkenal sebagai sentra ekonomi yang besar di Pulau Sulawesi dan Kalimantan.

Bukan bermaksud membandingkan antarwilayah, hanya saja temuan fakta itu menunjukkan bahwa dampak bencana itu tak bisa dianggap biasa. Kenaikan harga barang kebutuhan karena terbatasnya pasokan akibat suplai yang terganggu membuat penderitaan para penyintas bencana kian berat. Sebagian harta yang kemungkinan hilang dan terhentinya aktivitas ekonomi sehingga tidak ada kegiatan bekerja membuat pendapatan para penyintas bencana sangatlah minim.

Dengan demikian, keberlanjutan hidup mereka bergantung pada setiap uluran tangan-tangan yang peduli dan rela berbagi. Sayangnya, di tengah perjuangan mereka dalam mempertahankan hidupnya, termasuk dari uluran tangan para donatur, pemerintah tampaknya relatif lamban mengurai penanganan dalam masa tanggap darurat bencana. Masih ada sejumlah daerah yang terisolasi dan juga para pengungsi yang mulai kekurangan bahan pangan di sejumlah lokasi. Padahal, sudah 16 hari pascabencana banjir bandang dan tanah longsor menerjang kawasan tersebut.

Beberapa di antaranya di Provinsi Aceh, seperti wilayah Aceh Tengah dan Bener Meriah; lalu di Sumbar terdapat Kabupaten Agam yang masih terisolasi hingga kemarin; dan di Sumut dilaporkan di wilayah Tapanuli Tengah masih terdapat sejumlah desa yang sulit diakses.

Baca JugaKetika Skala Kerusakan Bencana Timpang dengan Ketersediaan Anggaran Pemerintah
Ancaman ketahanan pangan

Tak hanya persoalan pangan, bencana banjir bandang dan tanah longsor juga berpotensi mengancam kebutuhan pangan di Aceh, Sumbar, dan Sumut untuk waktu-waktu berikutnya. Bahkan,  juga bisa berdampak pada ketahanan pangan secara nasional. Sebab, ketiga provinsi itu merupakan bagian dari lumbung pangan nasional. Ketiganya masuk jajaran 11 besar provinsi dengan produksi padi tertinggi.

Sumut, misalnya, dengan luas lahan panen 419.463,48 hektar pada tahun 2024 mampu memproduksi 2,2 juta ton padi. Kontribusinya berkisar 4,15 persen dari total produksi padi nasional. Dengan demikian, Sumut menduduki peringkat ke-7 sebagai produsen padi di Indonesia. Adapun Aceh dan Sumbar menempati posisi ke-8 dan ke-11 dengan kontribusi sebesar 3,12 persen dan 2,55 persen.

Tragisnya, bencana alam yang menerjang kemarin telah berdampak pada ribuan hektar areal sawah dan pertanian di tiga provinsi tersebut. Kementerian Pertanian mencatat, bencana banjir bandang dan tanah longsor yang terjadi di Sumatera mengakibatkan setidaknya 27.000 hektar lahan sawah terdampak. Bahkan, ada 385 hektar lahan padi dan 200 hektar lahan jagung yang sedianya siap di panen dalam waktu dekat mengalami kerusakan parah dan mengakibatkan gagal panen atau puso (Kompas.id, 4/12/2025).

Hal tersebut tentu saja akan berimbas pada produksi pangan untuk beberapa waktu ke depan. Selain berdampak pada komoditas pangan, bencana itu juga berefek pada suplai komoditas hortikulturan dan buah-buahan nasional.

Baca JugaMembaca Dampak Bencana Alam bagi Sektor Pertanian

Setelah Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Sulawesi Selatan, Sumbar adalah penyumbang terbesar ke-4 produksi bawang merah di Tanah Air. Begitu pun untuk komoditas bawang putih, cabai rawit, dan bayam, kontribusi ketiganya patut diperhitungkan. Pun untuk komoditas tomat dan buah semangka. Jika produksi di ketiga provinsi itu terganggu, dapat dipastikan akan berdampak pada skala produksi nasional yang akan memengaruhi kenaikan harga.

Oleh karena itu, pemerintah perlu bergerak cepat untuk menuntaskan segala kerusakan dan ancaman yang ditimbulkan dari bencana tersebut, tak terkecuali urusan pangan. Dalam masa tanggap darurat ini, pemerintah harus bergerak cepat mengamankan para pengungsi dengan suplai pangan dan obat-batan secara cukup. Selanjutnya, memperlancar akses distribusi barang, jasa, energi, dan akses jaringan telekomunikasi, serta transportasi agar kondisi perekonomian segera pulih.

Hal lain yang tak kalah penting adalah segera memulihkan sektor bubidaya pangan agar ketersedian pangan tercukupi dan juga menjaga stabilisasi harga agar tak memberatkan masyarakat yang terdampak bencana. (LITBANG KOMPAS)


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Gus Yahya Akui Persoalan Tambang Penyebab Konflik Internal PBNU
• 18 jam laluidntimes.com
thumb
10 Jenazah Korban Galodo Tak Teridentifikasi Dimakamkan Massal di Agam
• 23 jam laludetik.com
thumb
Update Klasemen Perolehan Medali Sea Games 2025, Indonesia Masih Tertahan di Posisi Ketiga
• 4 menit lalufajar.co.id
thumb
Sherina Munaf Sesalkan Gajah Bersihkan Jalan saat Bencana Sumatera
• 17 jam lalugenpi.co
thumb
Bocah 9 Tahun yang Hanyut di Sungai Ciujung Serang Ditemukan Tewas
• 2 jam laludetik.com
Berhasil disimpan.