Blitar (beritajatim.com) — Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Blitar berencana menaikkan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari pajak pertambangan mineral bukan logam dan batuan (MBLB) atau yang lazim disebut galian C pada tahun 2026 mendatang. Rencana ini muncul usai target PAD tahun 2025 ini mencapai Rp 2 miliar, melebihi target yang ditetapkan yakni Rp 1,8 miliar.
“Iya, insyaallah targetnya akan lebih tinggi,” ungkap Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Blitar, Asmaning Ayu pada Jumat (12/12/2025).
Target PAD dari pajak pertambangan mineral bukan logam dan batuan ini memang selalu mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2024 diketahui PAD dari pajak MBLB hanya mencapai Rp 340 juta.
PAD dari sektor tambang ini kemudian meningkat tajam pada tahun 2025 ini, di mana nilai pajak yang ditarik oleh Bapenda Kabupaten Blitar mencapai Rp 2 miliar. Nilai yang ditarik ini tidak sepenuhnya optimal, karena masih ada kebocoran di sejumlah pos pengawasan. “Saya harapannya di tahun 2026 ini kinerja kita lebih optimal,” imbuhnya.
Meningkatnya target PAD dari sektor tambang ini menjadi berkah bagi Pemkab Blitar. Namun di sisi lain, kondisi ini mengindikasikan adanya eksplorasi sektor Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) atau lazim disebut galian C di Kabupaten Blitar kian masif.
Bapenda Kabupaten Blitar pun tak menampik bahwa tambang yang beroperasi di Bumi Penataran jumlahnya cukup banyak. Pihaknya pun tak ingin tambang-tambang tersebut hanya mengeruk isi bumi, namun juga harus ada sumbangsih untuk Pemerintah Kabupaten Blitar berupa pajak.
“Bisa jadi seperti itu (jumlah pertambangan di Blitar cukup tinggi), cuma kami belum bisa memasang target yang cukup tinggi karena kita baru mulai ini di bulan Juli kemarin,” tegasnya.
Keberhasilan mencapai target PAD hingga miliaran rupiah dari sektor pertambangan ini menegaskan bahwa Blitar memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, terutama untuk kebutuhan material konstruksi. Dana segar Rp 2 miliar ini diperkirakan akan dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur dan program kesejahteraan rakyat.
Namun, pengawasan ketat terhadap dampak ekologis menjadi sorotan utama. Masyarakat dan pemerhati lingkungan mulai menyuarakan kekhawatiran serius. Eksplorasi tambang yang masif, terutama di kawasan yang berdekatan dengan daerah aliran sungai atau lereng perbukitan, membawa risiko tinggi.
Konflik tambang di Blitar pun kini kerap kali muncul. Pada Kamis (13/03/2025), ratusan petani dan warga menggeruduk tambang pasir dan batu yang beroperasi di Kali Putih, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar. Massa meminta agar tambang pasir yang beroperasi di aliran sungai lahar Gunung Kelud tersebut tutup.
Demo ini merupakan bentuk kekesalan warga atas aktivitas tambang pasir di Kali Putih. Menurut warga, sejak tambang pasir itu beroperasi, sumber air dan irigasi yang mengalir ke sawah petani menjadi terganggu.
Akibatnya tanaman petani pun tidak bisa maksimal. Bahkan tidak jarang tanaman petani rusak akibat air sungai yang telah tercampur dengan berbagai material tambang. “Kami minta agar tambang ini tutup sekarang juga, pokoknya alat berat harus pergi dari sini sekarang,” ungkap Arinal, petani.
Keberadaan tambang pasir di Kali Putih ini pun membuat warga resah. Pasalnya, sejak adanya tambang pasir, sumber air warga dan irigasi ke pertanian menjadi terganggu.
Para petani pun sudah muak dan enggan untuk diajak berkomunikasi. Mereka hanya memiliki satu tuntutan yakni tambang pasir itu ditutup dan seluruh alat berat pergi dari aliran lahar Gunung Kelud.
“Karena adanya penggalian ini sangat merugikan petani, khususnya pengairan baik jumlah debit air, sedimen-sedimennya, juga masalah zat-zat yang ditimbulkan dari penggalian ini sangat merugikan petani,” ungkap Muji.
Kondisi ini tentu menjadi gambaran ironi, di satu sisi Pemkab Blitar mendapatkan keuntungan berupa pajak dari tambang, namun di sisi lain masyarakat mengeluh akibat kerusakan lingkungan yang terjadi. (owi/kun)




