Mohammad Mahfud Mahmodin alias Mahfud MD, anggota Komisi Percepatan Reformasi Polri, menyampaikan pendapatnya terkait penahanan terdakwa Laras Faizati. Ia mengungkapkan bahwa dirinya ingin menolong Laras agar dibebaskan.
Namun hal tersebut tidak bisa dilakukan Mahfud karena perkara Laras sudah masuk ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Pengadilan tidak bisa dicampuri dalam bentuk apa pun.
“Itu kita mau selamat, mau tolong lah untuk tidak diadili, karena, apalagi dia engga ikut demo, hanya membaca lalu bereaksi bilang innalillahi wa inna ilaihi rajiun, turut berduka,” kata Mahfud saat ditemui usai kegiatan serap aspirasi percepatan Reformasi Polri di USU, Medan, Jumat (12/12).
“Sekarang sudah masuk ke pengadilan, sehingga kita tidak boleh mencampuri apa pun. Kalau pengadilan itu harus dijaga,” sambung Mahfud.
Mahfud mengatakan sudah menyampaikan sejumlah usulan perbaikan kepada Polri. Ia menyebut dirinya tidak boleh menyelesaikan kasus dan hanya dapat memberikan rekomendasi.
“Tapi kalau kasus sudah dibahas, disampaikan. Itu ada seorang Laras, dia bekerja di Kantor Majelis Antar Parlemen, ditangkap terkait peristiwa akhir Agustus. Dan yang ditangkap oleh Polri itu di seluruh Indonesia bukan main, jumlahnya 1.038,” ujar Mahfud.
Mahfud menuturkan ia meminta pihak kepolisian menyisir kembali siapa saja yang terlibat dalam provokasi kericuhan demo akhir Agustus lalu.
“Di antaranya nanti akan ada yang dilepas, akan ada yang ditangguhkan. Tetapi yang sudah masuk ke pengadilan, biar pengadilan nanti yang melepas kalau memang ia bersih,” ucap Mahfud.
Sebelumnya, terdakwa kasus dugaan penghasutan aksi demonstrasi 2025, Laras Faizati, berharap segera dibebaskan dari kasus yang menjeratnya.
Hal itu ia sampaikan di sela-sela persidangannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (11/12). Ia mengaku mengkhawatirkan ibunya yang sendirian di rumah.
Laras tampak menangis sambil memeluk perwakilan aktivis yang hadir.
Laras didakwa melanggar Pasal 45 ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU ITE, atau Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (2) UU ITE, atau Pasal 160 KUHP, atau Pasal 161 ayat (2) KUHP.





