FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 resmi diteken Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo baru-baru ini.
Aturan ini membuka peluang anggota Polri untuk bertugas di luar struktur organisasi kepolisian dan menempati posisi tertentu di 17 kementerian serta lembaga negara.
Dalam beleid tersebut, penugasan personel di luar instansi Polri dijelaskan pada Pasal 1 Ayat (1) sebagai penempatan pada jabatan tertentu di luar struktur Polri dengan melepaskan jabatan yang sebelumnya disandang di internal kepolisian.
Pasal 2 menyebutkan ruang lingkup penugasan bisa dilakukan di dalam maupun luar negeri. Sementara itu, Pasal 3 Ayat (1) mengatur bahwa anggota Polri dapat menduduki posisi di kementerian, lembaga, badan, komisi, organisasi internasional, hingga perwakilan negara asing.
Rincian instansi penerima personel Polri tercatat dalam Ayat (2). Daftarnya meliputi Kemenko Polhukam, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Hukum beserta Imigrasi dan Pemasyarakatan, serta Kementerian Kehutanan.
Ada pula Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia, Kementerian ATR/BPN, Lembaga Ketahanan Nasional, serta Otoritas Jasa Keuangan.
Penugasan juga bisa dilakukan di PPATK, BNN, BNPT, BIN, BSSN, hingga KPK.
Pada ayat berikutnya ditegaskan bahwa jabatan yang dapat diisi mencakup posisi manajerial maupun non-manajerial.
Adapun penempatan dilakukan berdasarkan permintaan resmi dari kementerian atau lembaga terkait.
Mantan Komisioner Ombudsman RI, Alvin Lie, ikut menanggapi lahirnya aturan baru tersebut.
Ia menuturkan bahwa Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 tidak sejalan dengan dasar hukum yang sudah ada, termasuk putusan Mahkamah Konstitusi.
“Kapolri sudah berani menentang putusan Mahkamah Konstitusi. Hebat nih,” ujar Alvin melalui X @alvinlie21 (12/12/2025).
Ia mengatakan aturan tersebut bukan hanya bertentangan dengan putusan MK, tetapi juga dengan Undang-Undang Kepolisian.
“Tak hanya melawan putusan MK, Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 juga bertentangan dengan UU Polri,” terangnya.
Menurut Alvin, kondisi ini menunjukkan kuatnya posisi Kapolri.
“Hebat nian kekuasaan Kapolri,” imbuhnya.
Tidak hanya itu, ia menyinggung sikap Presiden Prabowo yang dinilai tidak melakukan koreksi.
“Presiden pun tak berkutik hadapi dia,” tandasnya.
Alvin menyebut perkembangan ini sebagai kemunduran dalam agenda reformasi kepolisian. Ia bahkan menyindir bahwa agenda reformasi yang selama ini digaungkan hanya sekadar slogan.
“Reformasi Polri sekedar omon-omon sambil ngopi,” kuncinya.
(Muhsin/fajar)




