Marak Kepala Daerah Kena OTT, Golkar Serukan Evaluasi Total Sistem Seleksi Pemimpin

suara.com
2 jam lalu
Cover Berita
Baca 10 detik
  • KPK menangkap beberapa kepala daerah, memicu desakan DPR untuk evaluasi total sistem seleksi kepemimpinan daerah.
  • Anggota Komisi II DPR RI menyoroti perlunya fokus evaluasi pada integritas dan kemampuan pejabat daerah.
  • DPR sedang mengkaji opsi mengembalikan Pilkada ke DPRD sebagai upaya menekan tingginya biaya politik koruptif.

Suara.com - Lingkaran setan korupsi kepala daerah yang seolah tak ada habisnya membuat Senayan gerah. Satu per satu pemimpin daerah diciduk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), memicu reaksi keras dari parlemen yang kini menyerukan perlunya evaluasi total terhadap seluruh sistem seleksi kepemimpinan di Indonesia.

Pukulan terbaru datang dari penetapan tersangka Bupati Lampung Tengah oleh KPK. Kasus ini menjadi pelengkap derita setelah sebelumnya Gubernur Riau dan Bupati Ponorogo juga tersandung masalah hukum serupa hanya dalam rentang waktu dua bulan terakhir. Fenomena "gugur massal" para pemimpin ini dinilai sebagai alarm bahaya bagi demokrasi lokal.

Menanggapi tren mengkhawatirkan ini, Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menegaskan bahwa sudah saatnya semua pihak duduk bersama untuk merombak dan mengevaluasi secara menyeluruh mekanisme yang melahirkan para pemimpin daerah. Menurutnya, faktor integritas tak bisa lagi ditawar.

"Tentu pertama menurut saya memang kita harus mengevaluasi total tentang seleksi pemimpin-pemimpin kita ini. Bagaimana faktor integritas, kemudian faktor kemampuan menjalankan kebijakan sesuai peraturan perundang-undangan, itu menjadi penting," ujar Doli kepada wartawan, dikutip Jumat (12/12/2025).

Politisi yang juga menjabat Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini mengirim pesan menohok kepada seluruh kepala daerah yang masih menjabat.

Ia meminta agar rentetan penangkapan oleh KPK ini dijadikan peringatan keras (alert), bukan sekadar tontonan yang berlalu begitu saja.

Menurutnya, korupsi seorang pejabat bukan hanya menghancurkan karier dan masa depan pribadi, tetapi juga mengkhianati amanah dan merampas uang milik rakyat.

"Harusnya membuat kita semakin hati-hati, bukan semakin suka-suka. Jadi harus betul-betul mawas diri. Taruhannya bukan terhadap dirinya sendiri, tapi itu kan uang rakyat yang diambil," tegasnya.

Salah satu biang kerok yang selalu dituding menjadi pemicu korupsi adalah mahalnya biaya politik (high cost politics). Namun, Doli berpendapat bahwa argumen tersebut perlu dibedah lebih dalam. Ia tidak menampik faktor biaya, tetapi juga menyoroti penyakit mental yang lebih berbahaya: keserakahan.

Baca Juga: Pilkada Kembali ke DPRD: Solusi Hemat Anggaran atau Kemunduran Demokrasi?

"Perlu dicari tahu, apakah motivasi korupsi itu untuk mengganti uang politik yang terlalu mahal atau tidak. Kadang-kadang korupsi itu terjadi juga karena memang ada sifat greedy (serakah) di dalam diri manusia yang tidak pernah merasa cukup," jelasnya.

Sebagai bagian dari evaluasi total, wacana kontroversial untuk mengembalikan mekanisme Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) ke tangan DPRD kembali mengemuka.

Opsi ini dianggap sebagian kalangan bisa memangkas biaya politik yang jor-joran. Terkait hal ini, Doli mengungkapkan bahwa Komisi II DPR RI sedang melakukan kajian serius.

"Ini yang sekarang sedang kita kaji sangat mendalam. Apakah kalau kemudian nanti ada alternatif kembali ke DPRD, itu akan membuat biayanya lebih murah atau tidak," pungkasnya.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Mengilang Jelang Sidang Ahli Waris, Begini Hubungan Putri Sulung Mpok Alpa dengan Aji Darmaji
• 21 jam laluinsertlive.com
thumb
Marion Jola Luncurkan Album Baru, Lebih dari Tema Cinta
• 17 jam lalugenpi.co
thumb
NGO Summit 2025: Forsesdasi Jabar Dilantik untuk Perkuat Sinergi Daerah
• 4 jam laludetik.com
thumb
Lanud Raden Sadjad Kirim 5,5 Ton Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera
• 2 jam lalutvrinews.com
thumb
Selain Aceh, Presiden Prabowo Akan Tinjau Sumut dan Sumbar Setelah dari Rusia
• 12 jam lalukompas.com
Berhasil disimpan.