- Mengapa Peraturan Polri 10/2025 menuai kritik?
- Mengapa peraturan Polri yang membolehkan polisi bertugas di 17 instansi dinilai melanggar putusan MK?
- Apa penjelasan Mabes Polri ihwal Peraturan Polri 10/2025?
- Bagaimana pandangan kalangan legislatif terkait Peraturan Polri 10/2025?
- Bagaimana penegasan MK bagi anggota Polri untuk dapat menduduki jabatan di luar kepolisian?
Pada 9 Desember 2025, Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo menetapkan Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2025 tentang Anggota Polri yang Melaksanakan Tugas di Luar Struktur Organisasi Polri. Peraturan itu kemudian diundangkan pada 10 Desember 2025 oleh Kementerian Hukum.
Dalam peraturan itu disebutkan bahwa anggota Polri dapat ditugaskan di jabatan di dalam negeri maupun di luar negeri. Untuk jabatan di dalam negeri, terdapat 17 kementerian/lembaga yang dapat diisi anggota kepolisian. Mereka dapat mengisi baik jabatan manajerial maupun jabatan nonmanajerial.
Adapun ke-17 instansi itu adalah Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan; Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; Kementerian Hukum; Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan; Kementerian Kehutanan; Kementerian Kelautan dan Perikanan; Kementerian Perhubungan; Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia; dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional.
Berikutnya adalah Lembaga Ketahanan Nasional; Otoritas Jasa Keuangan; Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan; Badan Narkotika Nasional; Badan Nasional Penanggulangan Terorisme; Badan Intelijen Negara; Badan Siber Sandi Negara; dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2025 yang membolehkan polisi menduduki jabatan di 17 kementerian/lembaga dinilai sebagai bentuk nyata pembangkangan konstitusional (constitutional disobedience). Pasalnya, putusan mahkamah sudah tegas menyebutkan polisi harus mengundurkan diri jika menduduki jabatan di luar institusi kepolisian yang tak ada sangkut pautnya dengan tugas Polri.
”Bukan cuma bentuk constitutional disobedience, tapi cara berpikir Kapolri salah. Kementerian ESDM, Agraria, atau Kehutanan, misalnya, yang disebut dalam ketentuan pasal Peraturan Polri No 10/2025 itu, kan, enggak relate sama sekali dengan fungsi kepolisian. Kacau,” kata pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, saat dihubungi, Jumat (12/12/2025).
Padahal, melalui putusan nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan pada 13 November 2025, MK sudah menegaskan larangannya bagi anggota kepolisian aktif menduduki jabatan di luar institusi kepolisian. Anggota Polri hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.
”Tidak ada keraguan, rumusan demikian adalah rumusan norma yang expressis verbis yang tidak memerlukan tafsir atau pemaknaan lain,” tegas Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan putusan 114/PUU-XXIII/2025 halaman 180.
Pihak Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Mabes Polri menjelaskan terbitnya Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 yang mengatur soal penempatan polisi di 17 kementerian/lembaga. Meski dikritik sejumlah kalangan karena dianggap melanggar putusan Mahkamah Konstitusi, Mabes Polri beranggapan terbitnya aturan dan penempatan polisi di instansi-instansi itu sudah selaras dengan sejumlah peraturan perundang-undangan.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Trunoyudo Wisnu Andiko mengatakan, penempatan anggota Polri ke kementerian/lembaga seperti tertuang dalam Peraturan Polri No 10/2025 didasarkan pada sejumlah regulasi.
Di antaranya, Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri. Regulasi lain yang menjadi dasar adalah UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Trunoyudo juga menyebut tentang Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai dasar.
Secara internal, kata Trunoyudo, Polri mengatur mekanisme penempatan anggota Polri ke kementerian/lembaga melalui Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025. Ia menegaskan, proses pengalihan jabatan anggota Polri di kementerian/lembaga tersebut berdasarkan permintaan pejabat pembuat komitmen (PPK).
Terbitnya Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2025, yang membolehkan polisi menduduki jabatan di 17 kementerian/lembaga, dinilai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi dan menimbulkan pertanyaan atas komitmen penegakan hukum.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, menilai terbitnya aturan baru Polri memperlihatkan ketidakpatuhan institusi Polri terhadap prinsip negara hukum. Menurut Benny, aturan yang dikeluarkan Polri seharusnya sejalan dengan putusan MK, bukan justru menimbulkan tafsir yang berpotensi bertentangan dengan prinsip dasar hukum.
Berbeda dengan Benny, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Rudianto Lallo, justru berpandangan, Peraturan Polri No 10/2025 selaras dengan mandat putusan MK. Ia menyebut aturan baru itu merupakan bentuk penyesuaian setelah MK membatalkan Pasal 28 Ayat (3) UU Kepolisian terkait penempatan anggota Polri di luar institusi.
Menurut Rudianto, Peraturan Polri No 10/2025 tersebut penting untuk memberikan kejelasan mengenai lembaga mana saja yang dapat diisi anggota Polri. ”Salah satu ratio decidendi atau argumentasi hukum MK membatalkan norma itu karena tidak adanya kepastian hukum dan kejelasan rumusan yang dimaksud,” ujarnya.
Semua anggota Kepolisian Negara RI hanya dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Mahkamah Konstitusi menegaskan hal ini kembali di dalam putusannya Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
”Berkenaan dengan hal itu, Mahkamah perlu menegaskan, ’jabatan’ yang mengharuskan anggota Polri mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian, dengan merujuk Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, jabatan tersebut adalah jabatan ASN yang terdiri atas jabatan manajerial dan jabatan nonmanajerial,” kata Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih saat membacakan pertimbangan putusan dalam sidang terbuka, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025).




