FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pegiat media sosial sekaligus sutradara film, Denny Siregar, ikut bicara polemik Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 yang disebut tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Denny menegaskan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga wajib dipatuhi oleh seluruh lembaga negara, termasuk Polri.
Ia mengingatkan, pengabaian terhadap putusan MK berpotensi menimbulkan reaksi publik.
“Keputusan MK itu harus dipatuhi,” ujar Denny di X @Dennysiregar7 (13/12/2025).
Lanjut dia, jika pelanggaran terhadap putusan MK terus terjadi dan dibiarkan berulang, kepercayaan rakyat terhadap negara hukum bisa terkikis.
Dalam kondisi tersebut, masyarakat berpotensi mengambil peran sendiri untuk melindungi konstitusi.
“Kalau terus menerus dilanggar, takutnya rakyat yang bergerak melindungi,” ucap Denny.
Ia mengingatkan pengalaman pada tahun 2024 lalu, ketika publik bereaksi keras terhadap upaya pemerintah dan DPR yang dianggap hendak menganulir putusan MK terkait Pilkada.
Saat itu, gelombang penolakan masyarakat muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap langkah yang dianggap mencederai konstitusi.
“Seperti yang terjadi tahun 2024 lalu ketika pemerintah dan DPR mau anulir putusan MK tentang Pilkada,” tandasnya.
Sebelumnya, Prof. Mahfud MD, menyebut bahwa Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025 tidak sejalan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait posisi anggota Polri aktif di jabatan sipil.
Dikatakan Mahfud, Perpol tersebut bertentangan dengan konstitusionalitas Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri sebagaimana telah dimaknai MK dalam Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
“Itu bertentangan dengan konstitusionalitas Pasal 28 ayat (3) UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri yang menurut putusan MK Nomor 114/PUU-XXIII/2025 anggota Polri,” ujar Mahfud dikutip pada Sabtu (13/12/2025).
“Jika akan masuk ke institusi sipil harus minta pensiun atau berhenti dari Polri. Tidak ada lagi mekanisme alasan penugasan dari Kapolri,” tambahnya.
Putusan MK yang dirujuk Mahfud tersebut, lanjut dia, secara tegas melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan di luar institusi kepolisian. Putusan itu dibacakan MK pada 14 November 2025.
Tak hanya bertentangan dengan putusan MK, Mahfud yang juga mantan Ketua MK menilai Perpol Nomor 10 Tahun 2025 tidak memiliki kesesuaian dengan Undang-Undang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Ia menjelaskan, UU ASN mengatur bahwa pengisian jabatan ASN oleh anggota Polri aktif harus merujuk pada ketentuan dalam UU Polri.
Sementara itu, dalam UU Polri sendiri tidak terdapat pengaturan mengenai daftar kementerian atau lembaga yang dapat diisi oleh anggota Polri aktif.
Kata Mahfud, kondisi tersebut berbeda dengan pengaturan dalam Undang-Undang TNI yang secara eksplisit menyebutkan 14 jabatan sipil yang dapat ditempati prajurit TNI.
“Jadi Perpol ini tidak ada dasar hukum dan konstitusionalnya,” Mahfud menegaskan.
Mahfud bilang, meskipun Polri merupakan institusi sipil, status tersebut tidak dapat dijadikan alasan bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan di institusi sipil lainnya.
“Sebab semua harus sesuai dengan bidang tugas dan profesinya. Misalnya, meski sesama dari institusi sipil, dokter tidak bisa jadi jaksa, dosen tidak boleh jadi jaksa, jaksa tidak bisa jadi dokter,” tandasnya.
(Muhsin/fajar)





