Membantu Perempuan Kembali ke Dunia Kerja

kompas.id
20 jam lalu
Cover Berita

Sebagian perempuan bekerja kemudian memutuskan berhenti karena mengurus keluarga. Padahal, sebagian besar perempuan yang pernah bekerja lalu behenti atau career break ingin kembali bekerja.

Ketika ingin kembali lagi ke dunia kerja setelah berhenti selama satu tahun bahkan lebih dari lima tahun, ada keraguan yang berkecamuk dalam hati dan pikiran, apakah mereka masih relevan dan mampu mengikuti perkembangan di dunia kerja yang kian cepat berubah. Hal ini umumnya dirasakan para perempuan yang pernah menjalani career break.

Berdasarkan data Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), aspirasi perempuan untuk tetap bekerja sangat kuat meski perjalanan karier mereka tidak selalu linear. Ketika perempuan mulai meniti karier lalu memasuki fase pernikahan dan berkeluarga, tanggung jawab di dunia kerja berjalan beriringan dengan tanggung jawab di rumah yang kian besar. 

Kondisi itu, membuat hampir 40 persen perempuan pernah mengambil career break. Di antara mereka, 98 persennya mengaku ingin kembali bekerja.

”Sayangnya, di Indonesia, belum banyak jembatan yang membantu perempuan mempersiapkan diri kembali bekerja. Padahal, ketika kesempatan setara diberikan, kita tidak hanya memberdayakan perempuan, tetapi juga membuka potensi ekonomi jauh lebih,” kata Direktur Eksekutif  IBCWE Wita Krisanti, dalam di unjuk bincang tentang L’Oréal Career Reconnect Program, di Jakarta, pada Jumat (12/12/2025).

Baca JugaMasih Adakah Pintu Karier yang Terbuka Setelah Aku Menjadi Ibu?

Memberikan akses bagi perempuan yang  mengalami career break untuk kembali ke dunia kerja, kata Wita, dapat meningkatkan partisipasi perempuan di dunia kerja yang masih tertinggal dibandingkan laki-laki.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024, tingkat partisipasi kerja perempuan di Indonesia mencapai 56,42 persen, masih tertinggal jauh dibandingkan laki-laki yang mencapai 84,66 persen.

Dari total perempuan yang bekerja, hanya 36,32 persen perempuan yang bekerja di sektor formal. Wita menjelaskan, ketimpangan ini dipengaruhi berbagai faktor, mulai dari pandangan sosial terhadap peran perempuan,

Pandangan sosial ini meliputi antara lain, tuntutan menjadi pengasuh atau caregiver utama dalam keluarga, stigma bahwa laki-laki lebih cocok menjadi pemimpin dan pencari nafkah utama, praktik job segregation, hingga faktor ekonomi yang kerap mendorong perempuan berhenti bekerja atau mengambil career break.

Melihat realita tersebut, IBCWE dan beberapa perusahaan swasta menilai pentingnya menghadirkan ekosistem yang inklusif agar perempuan dapat kembali bekerja dengan kesiapan yang lebih kuat dan kesempatan yang lebih setara.

Sebagai contoh, IBCWE dan L’Oréal Indonesia meluncurkan L’Oréal Career Reconnect Program. Program yang berjalan dua gelombang ini terbuka bagi semua perempuan yang pernah mengalami career break minimal dua tahun. Program selama enam bulan ini memberi manfaat pada 12 perempuan.

Chief of Human Resources Officer L’Oréal Indonesia Victoria Aswien mengatakan L’Oreal percaya, ketika perempuan mendapatkan kesempatan, mereka bisa membawa perubahan yang jauh lebih besar dari yang dibayangkan.

“Kami ingin membawa perhatian teman-teman ke tantangan yang lebih jarang tersorot, tetapi amat erat dengan peran perempuan seperti banyak perempuan harus berhenti bekerja karena tuntutan keluarga, dan kehilangan rasa percaya diri saat ingin kembali ke dunia kerja,” tuturnya.

” Berangkat dari kebutuhan itu, bersama IBCWE kami menghadirkan L’Oréal Reconnect Program, program returnship yang dirancang khusus untuk perempuan yang ingin kembali ke dunia kerja setelah career break,jelas Victoria.

KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Wihaji memaparkan pentinya Tempat Penitipan Anak (TPA), dalam acara penandatangan nota kesepahaman dan perjanjian kerja sama serta sosialisasi Surat Edaran Bersama (SEB) Enam Kementerian Tentang Pembentukan dan Penyelenggaraan TPA di Kementerian/Lembaga, Badan Usaha Milik Pemerintah Daerah, Swasta, dan Masyarakat, di Jakarta, Rabu (9/7/2025).

Victoria yakin setiap potensi yang dimili perempuan tidak akan hilang hanya karena career break. “Perempuan itu justru tangguh. Keinginan tetap bekerja ada, tapi ada gap.  Jika dibantu dengan program untuk memulihkan kembali kepercayaan diri dan kesempatan, perempuan pasti bisa,” kata Victoria.

Kesulitan memulai

Para peserta L’Oréal Career Reconnect Program datang dengan latar belakang dan tantangan yang berbeda. Mereka memiliki aspirasi yang sama yakni ingin kembali bekerja, namun tidak tahu dari mana harus memulai.

Alif Laila, peserta L’Oreal Career Reconnect mengambil career break selama enam tahun. Ia  mengakui keraguan terbesarnya muncul dari lamanya jeda yang ia miliki.

“Saya sadar, dunia bisnis berubah begitu cepat, tools-nya berbeda, ritmenya berubah. Saya harus membangun network dari awal. Saya pernah berpikir apa ada perusahaan yang akan menerima perempuan yang lama berhenti bekerja, apalagi seorang ibu? Tapi lewat Career Reconnect, saya merasa dipersiapkan kembali. Bimbingan mentor dan lingkungan kerja yang suportif membuat kepercayaan diri saya pulih,” kata Laila.

Laila mengaku, pilihan berhenti kerja awalnya tidak mudah. Ketika dia bekerja, ada resiko dimutasi di luar Pulau Jawa, padahal dia baru menikah. “Saya baru menikah. Perempuan tentunya sulit unutk membawa laki-laki mutasi. Akhirnya, saya memilih berhenti. Lalu hamil sampai anak kedua, sehingga career break sampai enam tahun,” cerita Laila.

Ketika ada apeluang bagi perempuan kembali ke dunia kerja, Lalila seperti menemukan jalan atas keinginan diirnya untuk bisa kembali bekerja.

” Kesempatan kembali  dari career break perempuan jarang d Indonesia. Dengan bekal pelatihan dan peningkatan skill bisa menolong  perempuan kembali ke dunia kerja.  Lewat program L’Oreal Reconnect, pas kembali kerja lebih smooth karena rekan kerja di tim menolong jika ditanya. Rasanya tidak ada hambatan mental,” kata Laila.

Sementara itu, Yunita Muliadi menjalani career break selama tiga tahun karena memprioritaskan kesehatan. Ia pernah bekerja di lingkungan yang kurang aman hingga berdampak pada kondisi kesehatannya.

“Dari pengalaman itu, saya menyadari betapa pentingnya memiliki tempat kerja yang aman, baik untuk kesehatan fisik maupun mental, sehingga saya memutuskan untuk mengambil career break demi proses penyembuhan,” kata Yunita.

Baca JugaDunia Kerja Ramah Keluarga Dukung Peningkatan Partisipasi Kerja Perempuan

Ketika ingin kembali bekerja, Yunita menyadari tidak semua perusahaan memberi kesempatan kedua bagi perempuan yang pernah berhenti bekerja, terlebih bagi mereka yang membutuhkan fleksibilitas.

” Di L’Oréal Career Reconnect, saya merasa ‘tersambung’ kembali. Program ini membantu saya memulihkan kepercayaan diri yang sulit saya bangun sendiri. Saya berharap semakin banyak perusahaan melihat potensi perempuan yang kembali bekerja,” tuturnya.

” Bagi saya pribadi, ini juga tentang memberi contoh kepada anak saya bahwa ibunya bisa terus belajar, berkembang, dan berani mengejar mimpi meskipun sempat berhenti,” ujar Yunita.

Meski baru 1,5 tahun berhenti kerja karena melahirkan, , Adhisty Esther merasa ingin kembali bekerja. Esther sebenarnya punya pengalaman kerja lima tahun sebelum career break, namun ada perasaan tidak percaya diri mampu bersaing dengan fresh graduates yang jauh lebih up to date.

 Menurut Esther, tantangan bagi perempuan seperti dirinya bukan hanya soal kembali bekerja, tetapi juga soal kembali merasa “layak” sebagai profesional.

” Kebetulan saya dan suami adalah perantau. Saat pertama kali memiliki anak, kami terpaksa mengambil keputusan untuk saya berhenti bekerja untuk mengurus anak karena seluruh keluarga kami ada di luar kota. Saat mencoba kembali bekerja pun, ada masa ketika saya merasa perasaan itu secara perlahan menurunkan kepercayaan diri saya, bahkan mempengaruhi cara saya berinteraksi sosial,” ucap Esther.

Esther merasakan manfaat program L’Oréal Career Reconnect. “Rasanya seperti menemukan ruang yang saya butuhkan. Program ini sangat thoughtful, bukan hanya karena memberikan kesempatan saya untuk kembali, tapi juga proses mengembalikan rasa percaya diri dan nilai diri saya sebagai profesional,” ujar Esther.

Dukungan bagi perempuan muda maupun yang mengalami career break untuk kembali ke dunia kerja  pada Mei 2025 lalu juga dilakukan United Nation (UN) Women dan Linkedln melalui program Link Women. Inisiatif global kedua di dunia dimulai dari India lalu Indonesia ini dirancang untuk menjembatani kesenjangan jender di dunia kerja.

Dikutip dari Kompas.id, Ulziisuren Jamsran, UN Women Indonesia Representative & Liaison to ASEAN mengatakan banyak perempuan yang tadinya berhenti bekerja sejenak ingin kembali lagi ke dunia kerja. Namun, dunia kerja dinilai kurang fleksibel, hingga minimnya informasi dan pelatihan kerja, termasuk isu ketidakcocokan keterampilan dengan kebutuhan dunia kerja.

Hambatan dalam penguasaan teknologi juga membuat kaum perempuan tak percaya diri. Tingkat penggunaan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) oleh perempuan 25 persen lebih rendah dibandingkan laki-laki karena masalah etis dan persepsi negatif. Akibatnya, hal ini berpengaruh pada upah kerja perempuan lebih rendah.

Baca JugaPerempuan Berdaya Melalui Media Sosial

“Kami mendukung para perempuan yang ingkin kembali bekerja dengan program pelatihan untuk meningkatkan keterampilan digital, kepemimpinan, pemasaran digital, dasar-dasar kecerdasan buatan, hingga kesetaraan jender,” kata Jamsran.

Wita memaparkan, ketika perempuan memutuskan kembali bekerja pun, mereka masih mengalami tantangan lain. Di antaranya adalah stigma terhadap gap pada CV, fenomena motherhood penalty atau keraguan dari pemberi kerja terhadap perempuan yang mengambil career break, kepercayaan diri yang menurun karena lama tidak berada di lingkungan profesional, hingga belum banyaknya akses terhadap program returnship di Indonesia.

“Padahal, ketika kesempatan setara diberikan, kita tidak hanya memberdayakan perempuan, tetapi juga membuka potensi ekonomi yang jauh lebih besar. Inilah ruang kosong dalam lanskap sumber daya  di Indonesia yang perlu kita jawab bersama. Saat ini kita berharap inisiatif perusahaan lebih menggaungkan dukungan bagi perempuan untuk kembali bekerja,” kata Wita.

Victoria mengatakan L’Oréal Indonesia menghadirkan lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan fleksibel  sebagai komitmen menciptakan ekosistem kerja yang inklusif bagi perempuan. Hal ini diwujudkan melalui kebijakan hybrid working arrangement, fleksibilitas jam kerja, berbagai bentuk dukungan leave seperti maternity, paternity, caregiver, dan substitute leave hingga kebijakan perlindungan dari kekerasan domestik.

“Kami percaya lingkungan kerja suportif menjadi fondasi penting agar perempuan dapat berkembang dan melanjutkan kariernya dengan lebih percaya diri. Dengan semakin banyak perempuan dapat kembali meniti karier dengan percaya diri, hal ini mendorong terciptanya lingkungan ketenagakerjaan lebih inklusif dan berkelanjutan di Indonesia,” ujar Victoria.

 

 

 

 


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
[FULL] Usut Tuntas! Update Proses Hukum 6 Polisi Tersangka Pembunuhan Debt Collector di Jakarta
• 8 jam lalukompas.tv
thumb
Tiket Foto Bareng dengan Messi di India Setara Harga 1 Unit Mobil
• 17 jam laluharianfajar
thumb
Cara Mencairkan BSU Kemenag 2025
• 1 jam lalubisnis.com
thumb
Korlantas Polri Kirim Bantuan 1.500 Paket Sembako untuk Korban Bencana Sumatra
• 4 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Kerugian Akibat Bencana Hidrometeorologi di Agam Capai Rp863,79 Miliar, 192 Orang Meninggal
• 13 jam lalupantau.com
Berhasil disimpan.