Penggunaan AI Hadirkan Tantangan Integritas Bagi Praktisi Kehumasan

kompas.id
19 jam lalu
Cover Berita

SURABAYA, KOMPAS - Automatisasi ruang informasi karena pengarusutamaan akal imitasi atau AI berpotensi melahirkan disinformasi, misinformasi, bahkan hoaks. Dalam situasi ini, profesi humas dituntut untuk bisa meluruskan berbagai informasi yang tidak sesuai kenyataan dengan tetap menjunjung tinggi etika, terutama dengan menjadikan kepentingan bangsa sebagai pertimbangan utama.

Hal ini menjadi salah satu titik tekan yang disampaikan oleh Ketua Umum Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas) Boy Kelana Soebroto dalam sambutannya saat membuka Konvensi Humas Indonesia di Bumi Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (13/12/2025).

”Profesi humas bukan lagi sebagai pendukung melainkan aktor strategis pembawa perubahan dan penjaga komunikasi kebangsaan,” ujarnya.

Perhumas didirikan pada 15 Desember 1972 sehingga menjadi asosiasi humas tertua dan terbesar nasional. Perhumas memiliki 20 badan pengurus cabang atau tingkat kota atau gabungan dengan lebih dari 4.000 anggota. Pekerja di bidang humas yang menjadi anggota Perhumas terdiri atas profesional dari kalangan swasta, akademisi, pemerintah, dan anggota muda yang masih studi kehumasan di perguruan tinggi.

Boy melanjutkan, dunia sedang menjalani era digital dan akselerasi. Informasi begitu cepat dan melimpah. AI adalah alat yang memiliki dua sisi, kebaikan dan keburukan. Untuk itu, pekerja di bidang humas patut terus menjadi penjaga harmoni dan stabilisasi informasi, membangun optimisme, dan menciptakan konektivitas positif.

”Dalam mengemban profesi kehumasan, bukan sekadar berbicara komunikasi melainkan persatuan narasi, menjaga kedaulatan dan martabat bangsa, dan daya saing Indonesia,” ujar Boy.

Baca JugaPers dan Humas Berperan Menyaring Informasi

Saat ini sedang terjadi disrupsi teknologi, pengarusutamaan AI, automatisasi ruang informasi, kompetisi reputasi bangsa, dan transformasi kerangka kerja yang mengutamakan lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). Melalui media sosial, warga dunia menghadapi risiko polarisasi sosial karena disinformasi, misinformasi, dan hoaks.

”Untuk itu, komunikasi kebangsaan menghadirkan narasi yang menyatukan, menenangkan, dan memajukan,” kata Boy.

Pekerja bidang humas patut mampu berkomunikasi secara konstruktif, penuh makna, membangun relasi positif yang bernilai, berempati, dan demi persatuan kesatuan.

Dalam jumpa pers, Boy menanggapi pernyataan bagaimana sepatutnya pejabat publik berkomunikasi dalam #IndonesiaBicaraBaik saat situasi sedang tidak baik-baik saja. Misalnya, komunikasi publik yang tak simpatik oleh pejabat negara dalam penanganan dampak banjir bandang dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat atau Sumatera bagian utara.

Sebagai contoh, ada yang sempat menyatakan dampak bencana hidrometeorologi itu dibesar-besarkan di media sosial. Padahal, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sabtu siang ini, memperbarui data bahwa bencana hidrometeorologi di Sumbagut ini mengakibatkan kematian 1.003 jiwa, 218 jiwa hilang, melukai sedikitnya 5.400 jiwa, dan memaksa mengungsi 878.000 jiwa.

Bencana itu sempat disebut akibat cuaca ekstrem, padahal ada banyak kayu gelondongan dari hasil penebangan hutan alam di kawasan hulu yang terseret arus. Bahkan, kayu-kayu itu sempat disebut bukan hasil pembalakan melainkan tumbang secara alami.

”Kami menyerukan agar komunikasi publik disampaikan berbasis data dan fakta. Tanpa itu akan menyesatkan,” ujar Boy.

Melalui konvensi sampai dengan Minggu (14/12/2025), Kode Etik Perhumas akan dimutakhirkan mengingat perlunya mencermati penggunaan AI meskipun prinsip kebenaran, transparansi, akurasi, tanggung jawab, dan keberpihakan pada kepentingan publik tidak boleh diabaikan.

Direktur Jenderal Komunikasi Publik dan Media Kementerian Komunikasi dan Digital Fifi Aleyda Yahya mengatakan, AI dan teknologi mempercepat arus informasi. Namun, manusia adalah pengendalinya karena AI dan teknologi tidak bisa memberi sentuhan empati, emosi, dan rasa.

”Gunakan AI dan teknologi untuk mengelola persepsi publik dengan penuh kearifan, mendorong inovasi yang tetap mengutamakan manusia, menjaga etika, kepercayaan publik,” kata Fifi, mantan pembaca berita stasiun televisi swasta.

Fifi mengakui, AI bisa membantu mencarikan dan menyaring data. Dari sana, peran praktisi kehumasan memberikan rasa dan empati. ”Humas bukan sekadar penyampai informasi melainkan penafsir hasil kebijakan, penjaga etika, dan kurator kepercayaan publik,” ujarnya.

Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mendukung dan mendorong kampanye #IndonesiaBicaraBaik yang diinisiasi Perhumas sejak 2015. ”Tetaplah berpersepsi positif dan Indonesia kuat,” kata Khofifah yang kemudian meresmikan konvensi dengan menabuh bonang bersama Boy, Fifi, dan Ketua Perhumas Surabaya Suko Widodo.

Baca JugaHumas yang Andal

Dalam konvensi juga diluncurkan Perhumas Indicators 2025. Ini diklaim sebagai terobosan riset untuk mengukur tingkat kepercayaan terhadap institusi pemerintah dan swasta, membaca kualitas narasi publik, dan menilai efektivitas strategi komunikasi.

Selain itu, diluncurkan pula buku kolaborasi praktisi kehumasan. Sebanyak tiga buku yang diluncurkan merangkum ruang pemikiran, refleksi, dan dialog luasnya pengalaman dan wawasan kalangan humas untuk pemajuan dan kemajuan profesi.


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
SMA Jubilee segel gelar juara Festival Bola Basket 2025
• 7 jam laluantaranews.com
thumb
Wujudkan Komitmen Hadir di Tengah Masyarakat, SanQua Beri Bantuan untuk Korban Bencana Sumatera
• 22 jam laluokezone.com
thumb
Polisi Ciduk Pelaku Perusakan Kebun Teh Pengalengan, DPR: Tangkap Aktor Intelektualnya!
• 17 jam laluokezone.com
thumb
Andre Rosiade Dampingi Ahmad Muzani Kunjungi Korban Banjir Bandang di Padang
• 14 jam laludetik.com
thumb
Profil Byun Yo Han, Aktor Korea Selatan Calon Suami Tiffany SNSD
• 19 jam lalugrid.id
Berhasil disimpan.