Bisnis.com, JAKARTA - Thailand menyatakan akan melanjutkan tindakan militer terhadap Kamboja untuk menghilangkan bahaya dan ancaman, bahkan setelah Presiden AS Donald Trump mengklaim telah menengahi gencatan senjata baru.
Pertempuran memasuki hari ketujuh di perbatasan kedua negara yang disengketakan. Dilansir Bloomberg, Sabtu (13/12/2025), Thailand mengatakan Kamboja telah menyerang dan menembakkan roket ke wilayah sipil sejak Jumat malam hingga Sabtu pagi, sehingga mendorong Negeri Gajah Putih itu untuk merespons dengan serangan terhadap sasaran militer.
Sementara, Kamboja mengatakan Thailand melancarkan serangan udara baru pada Sabtu pagi, dengan jet tempur menjatuhkan tujuh bom di provinsi barat Pursat setelah Trump melakukan panggilan telepon dengan para pemimpin kedua belah pihak.
Bentrokan yang terus berlanjut ini bertentangan dengan klaim presiden AS pada hari Jumat bahwa Kamboja dan Thailand telah sepakat untuk segera menghentikan semua penembakan dan kembali berkomitmen pada ketentuan Perjanjian Damai Kuala Lumpur yang telah ditandatangani oleh mereka pada Oktober bulan ini.
“Thailand akan terus melakukan tindakan militer sampai kami tidak lagi merasakan bahaya dan ancaman terhadap tanah dan rakyat kami,” kata Perdana Menteri Thailand Anutin Charnvirakul dalam postingan Facebook pada Sabtu pagi. "Saya ingin memperjelas. Tindakan kita pagi ini sudah berbicara."
Anutin mengatakan pada hari Sabtu di sela-sela sebuah acara di Bangkok bahwa dia dan Trump belum membahas gencatan senjata atau mencapai kesepakatan semacam itu.
Baca Juga
- Krisis Koalisi Memuncak, PM Thailand Bubarkan Parlemen
- Konflik Thailand-Kamboja Kembali Pecah, Nasib Gencatan Senjata Trump di Ujung Tanduk
- Thailand Berencana Terapkan Pajak Karbon dan Perdagangan Emisi
"Kamboja masih melakukan penembakan besar-besaran terhadap sasaran non-militer, dengan roket menghantam wilayah sipil dan melukai parah warga sipil Thailand. Jadi, apakah Thailand perlu mendengarkan siapa pun sekarang? Jika kita melakukan itu, apakah kita punya waktu untuk melindungi kedaulatan atau rakyat kita?” kata Anutin kepada wartawan.
Pada penjelasan terpisah, Menteri Luar Negeri Sihasak Phuangketkeow mengatakan kepada wartawan bahwa Thailand kecewa dengan postingan Trump di Truth Social, yang dinilai tidak mencerminkan pemahaman akurat mengenai situasi tersebut.
Pemimpin Kamboja pada hari Sabtu tidak menyebutkan pernyataan presiden AS bahwa ada perjanjian gencatan senjata baru. Perdana Menteri Hun Manet mengatakan dia telah mendesak AS dan Malaysia, yang bertindak sebagai mediator, untuk menggunakan citra satelit untuk memverifikasi pihak mana yang melepaskan tembakan lebih dulu dalam bentrokan baru tersebut, dan menyatakan Kamboja siap untuk bekerja sama.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim, ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Asean) tahun ini, mengatakan negaranya akan mengadakan pertemuan khusus para menteri luar negeri regional pada 16 Desember untuk menilai situasi perbatasan Kamboja-Thailand dan mendukung langkah-langkah deeskalasi.
Anwar mengatakan dia telah mengerahkan Tim Pengamat Asean, yang dipimpin oleh kepala pasukan pertahanan Malaysia, untuk memantau perkembangan di lapangan dengan bantuan pemantauan satelit AS dan untuk mempresentasikan temuan kelompok tersebut pada pertemuan para menteri luar negeri.
Adapun, Thailand dan Kamboja berbagi perbatasan sepanjang 800 kilometer. Konflik tersebut telah menyebabkan lebih dari dua lusin orang tewas, termasuk 15 tentara Thailand dan 11 warga sipil Kamboja, sejak konflik dimulai kembali pada hari Minggu, menurut pemerintah masing-masing negara. Lebih dari setengah juta orang telah mengungsi.




