Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (APSyFI) mengkritisi kebijakan teknis yang tak kunjung dibenahi pemerintah sehingga muncul sinyal pembatalan hasil perundingan tarif perdagangan dengan Amerika Serikat (AS).
Ketua Umum APSyFI, Redma Gita Wirawasta, mengatakan pihaknya menyoroti larangan transshipment oleh AS terhadap barang-barang impor. Alhasil, surat keterangan asal (SKA) produk harus jelas dan dapat diverifikasi kebenarannya.
Larangan transshipment yang dimaksud yaitu upaya importasi produk dari China melalui Indonesia atau negara lainnya untuk dikirim ke AS.
“Salah satu concern pemerintah AS kan terkait transshipment, dan Kemendag belum memperlihatkan adanya perbaikan tata cara penerbitan SKA yang dapat menghindari terjadinya transshipment,” kata Redma kepada Bisnis, Sabtu (13/12/2025).
Kebijakan ini juga penting untuk menjaga laju importasi ke pasar domestik. Terlebih, saat ini industri tertekan lantaran produk impor yang membanjiri pasar dengan harga murah sehingga daya saing produk lokal turun.
Dukungan serupa juga dibutuhkan terkait rekomendasi impor dari Kementerian Perindustrian berupa pertimbangan teknis (Pertek) yang menjadi salah satu syarat dikeluarkannya perizinan impor oleh Kemendag.
Baca Juga
- Wanti-Wanti Pengusaha Mebel Imbas Kesepakatan Tarif AS Menggantung
- Dunia Usaha Waspadai Risiko Kesepakatan Tarif Dagang RI-AS Batal
- Mendag Bantah Kesepakatan Tarif AS-Indonesia Terancam Batal
“Sama hal nya dengan Pertek yang diminta agar transparan, tapi belum juga ada perbaikan dari Kemenperin,” jelasnya.
Dalam hal ini, pihaknya menilai bahwa penguatan pasar domestik menjadi hal utama di tengah isu negosiasi perjanjian tarif dagang Amerika Serikat (AS) dan Indonesia yang dikabarkan terancam batal.
Redma menyebut pihaknya masih meyakini pemerintah masih berupaya mencari titik temu kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.
“Kami percaya pemerintah, dalam hal ini tim negosiasi, masih bekerja agar tidak terjadi pembatalan,” kata Redma.
Namun, apabila terjadi pembatalan, maka kondisi industri tekstil disebut akan semakin berat. Apalagi, kondisi saat ini saja sudah banyak pabrik yang terdampak hingga gulung tikar.
Dalam situasi ini, pihaknya menekankan bahwa Indonesia memiliki pasar domestik yang dapat menjadi jaminan bagi produk lokal, terutama bagi yang selama ini mengandalkan ekspor ke AS.
“Tapi lagi-lagi agenda perlindungan pasar domestik selalu terkendala oleh birokrasi proimpor yang selalu ingin memberikan kemudahan impor bagi para importir dengan alasan kebutuhan bahan baku, padahal kapasitas bahan baku kita sangat cukup,” tegasnya.
Sebelumnya, Reuters melaporkan kesepakatan dagang antara RI-AS yang diumumkan pada Juli 2025 terancam batal setelah Pemerintah Indonesia disebut menarik kembali sejumlah komitmen yang sebelumnya telah disepakati.
Informasi tersebut disampaikan seorang pejabat AS pada Selasa (9/12/2025) yang berbicara kepada Reuters dengan syarat anonim.
“Mereka [Indonesia] menarik kembali apa yang kami sepakati pada Juli,” kata pejabat tersebut, tanpa memberikan rincian mengenai komitmen spesifik mana yang kini dipersoalkan dari Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bersama tim delegasi Indonesia akan bertolak ke Amerika Serikat (AS) di tengah terancam batalnya kesepakatan dagang antara Indonesia dengan AS. Dia akan terbang pada pekan depan guna memfinalisasi dokumen kerja sama tersebut.
Airlangga menegaskan bahwa kunjungan ini bertujuan untuk menyelesaikan proses legal drafting yang ditargetkan rampung pada Desember ini, sesuai dengan joint statement yang telah disepakati kedua negara pada 22 Juli lalu.
"Nama dokumennya [dokumen kesepakatannya] ART, Agreement on Reciprocal Tariff," ujarnya di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Jumat (12/12/2025).




