DIREKTORAT Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya mengungkap motif ekonomi sebagai latar belakang kasus dugaan penipuan dan penggelapan yang dilakukan penyelenggara pernikahan atau wedding organizer (WO) PT Ayu Puspita Sejahtera.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Iman Imanuddin menyebutkan, uang yang disetorkan para korban digunakan oleh tersangka untuk kepentingan pribadi, salah satunya untuk membayar cicilan rumah.
"Salah satunya untuk membayar cicilan rumah," kata Iman dikutip dari Antara, Sabtu (13/12).
Berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik, dana yang diterima dari para korban tidak digunakan sesuai peruntukannya untuk penyelenggaraan pernikahan. Sebaliknya, uang tersebut dialihkan untuk memenuhi berbagai kewajiban finansial pribadi para tersangka.
Selain untuk cicilan rumah, dana korban juga digunakan untuk kebutuhan pribadi lainnya yang sama sekali tidak berkaitan dengan operasional jasa wedding organizer.
"Uang yang disetorkan oleh para korban digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk membayar cicilan rumah serta kebutuhan-kebutuhan pribadi lainnya," ujarnya.
Dalam perkara ini, tersangka APD selaku pemilik PT Ayu Puspita Sejahtera disebut berperan sentral dalam pengelolaan dana perusahaan. Namun, penyidik memastikan penggunaan dana korban tidak hanya dilakukan oleh satu orang.
"Saudara DHP berperan aktif secara bersama-sama dengan saudari APD dalam penggunaan uang yang disetorkan oleh para korban," katanya.
Terkait dugaan penggunaan dana untuk perjalanan ke luar negeri dan gaya hidup pribadi, Kepolisian menyatakan masih akan melakukan pendalaman lebih lanjut. Saat ini, penyidik masih memfokuskan penanganan pada perkara pokok yang dilaporkan oleh para korban.
"Untuk detail penggunaan lainnya, termasuk perjalanan ke luar negeri, akan kami kembangkan dalam proses penyidikan lanjutan," tegas Iman.
Kasus penipuan WO ini terungkap setelah sejumlah calon pengantin melapor ke Polda Metro Jaya karena merasa dirugikan. Para korban diketahui telah membayar sejumlah uang untuk paket pernikahan, namun acara yang dijanjikan tidak terlaksana sesuai kesepakatan.
Ditreskrimum Polda Metro Jaya mencatat total kerugian korban mencapai Rp11,5 miliar. Angka tersebut masih berpotensi bertambah karena polisi masih membuka posko pengaduan bagi masyarakat yang merasa menjadi korban.
Nilai kerugian masing-masing korban bervariasi, seiring dengan penerapan sistem pembayaran uang muka atau down payment (DP) oleh pihak WO kepada para calon pengantin.
Dalam proses penyidikan, polisi juga mendalami dugaan penerapan skema Ponzi dalam pengelolaan bisnis WO tersebut. Skema ini dilakukan dengan cara gali lubang tutup lubang, yakni menggunakan dana dari klien baru untuk menutupi kewajiban terhadap klien sebelumnya.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 372 dan Pasal 378 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penggelapan dan penipuan, dengan ancaman pidana maksimal empat tahun penjara.
Selain itu, penyidik juga terus melakukan penelusuran dan pelacakan aset (asset tracing) milik para tersangka untuk kepentingan penyidikan.
"Selain pasal 372 dan 378 KUHP, kami juga terus melakukan pengembangan dalam proses penyidikan ini dengan 'tracing' asset yang bersangkutan," kata Iman.
Sebelumnya, Polres Metro Jakarta Utara telah menetapkan dua tersangka berinisial A dan D dalam kasus serupa. Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Erick Frendriz menyebutkan, tersangka A berperan sebagai penanggung jawab utama, sementara tersangka D membantu pelaksanaan kegiatan operasional.
"Statusnya kedua tersangka ini adalah 'owner' (pemilik) dan pegawai," ungkap Erick.
Sementara itu, tiga orang lainnya saat ini masih menjalani pemeriksaan dan berstatus sebagai saksi. (Ant/P-4)




