JAKARTA, KOMPAS.com - Pada 13 November 2025, Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai penjaga konstitusi negara menghapus penjelasan Pasal 8 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 yang memperbolehkan polisi aktif menduduki jabatan sipil berdasarkan penugasan dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri).
Alasannya sederhana, penjelasan tak seharusnya memuat norma baru yang menyebabkan pasal tersebut menjadi bersayap.
Dalam pengucapan Putusan 114/PUU-XXIII/2025, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur mengatakan, frasa "mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian" adalah persyaratan yang harus dipenuhi oleh anggota Polri untuk menduduki jabatan sipil.
Baca juga: Dilarang MK, Polri Malah Buka Jalan Polisi Menjabat di 17 Instansi
Rumusan tersebut adalah rumusan norma yang expressis verbis yang tidak memerlukan tafsir atau pemaknaan lain, termasuk penjelasan tambahan yang disisipkan agar polisi aktif bisa menduduki jabatan sipil di bagian penjelasan.
Putusan ini pun telah diketok.
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=Kapolri Listyo Sigit Prabowo, Mahkamah Konstitusi, Jabatan Sipil Polisi, Peraturan Polri&post-url=aHR0cHM6Ly9uYXNpb25hbC5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8xNC8wNjI4MzY1MS9rb250cm92ZXJzaS1wb2xpc2ktYWt0aWYtZGktamFiYXRhbi1zaXBpbC1rZXRpa2EtbGFuZ2thaC1wb2xyaS10YWstc2VqYWxhbg==&q=Kontroversi Polisi Aktif di Jabatan Sipil, Ketika Langkah Polri Tak Sejalan dengan MK§ion=Nasional' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `MK, yang merupakan lembaga peradilan berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir, memiliki putusan yang bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutuskan pembubaran partai politik, dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Kewenangan MK ini telah dimandatkan langsung dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 24C amendemen terakhir.
Pasal ini menegaskan bahwa ketika MK memutuskan, tak ada lagi upaya hukum lain yang bisa menjadi tempat untuk banding selain melaksanakan putusan yang telah diketok.
Baca juga: Penggugat UU Polri Minta Presiden Turun Tangan atas Perpol yang Bolehkan Polisi Isi 17 Lembaga
Namun, belum genap sebulan, Polri mengambil langkah berbeda dari putusan MK.
Peraturan Polri Nomor 10 Tahun 2025 yang ditandatangani Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo pada 9 Desember 2025 kembali menegaskan bahwa polisi aktif bisa menduduki jabatan sipil.
Terdapat 17 lembaga/kementerian yang disebutkan dalam peraturan itu yang boleh diduduki oleh polisi aktif, baik untuk jabatan manajerial maupun non-manajerial.
Lembaga/kementerian tersebut adalah Kemenkopolkam, Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, Kementerian Hukum, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perlindungan Pekerja Migran, dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
Lalu ada Lemhanas, Otoritas Jasa Keuangan, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Narkotika Nasional, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Intelijen Negara, Badan Siber dan Sandi Negara, serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Baca juga: Feri Amsari Sebut Aturan yang Izinkan Polisi Isi 17 Lembaga Menentang Putusan MK
Klaim punya dasar yang jelasKepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan bahwa penempatan anggota Polri pada 17 kementerian/lembaga memiliki dasar hukum yang jelas, baik dari undang-undang maupun peraturan pemerintah.
“Polri pada pengalihan jabatan anggota Polri dari jabatan manajerial maupun non-manajerial pada organisasi dan tata kerja Polri untuk dialihkan pada organisasi dan tata kerja K/L berdasarkan regulasi yang sudah berlaku,” kata Trunoyudo.




