Dipayungi terik matahari, beberapa perempuan bahu membahu memikul dan menarik selang berdiameter satu dim atau 2,54 sentimeter. Panjang selang sekitar 1.200 meter. Kedua ujungnya menghubungkan mata air dengan dua bak penampung.
Berdiri paling depan, Yuliana Penun (37) memberi aba-aba. Dalam satu komando yang sama, merela menyeret selang sambil mendaki jalan berbatuan.
Medannya menanjak. Dari titik mata air pada ketinggian 290 meter di atas permukaan laut (mdpl), selang ditarik naik menuju tempat bak penampung yang dibangun pada ketinggian 312 mdpl.
Dengan begitu, air dapat dialirkan ke puncak, ditampung, lalu dibagikan ke rumah penduduk di perkampungan Desa Kringa, Kecamatan Talibura, Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur.
"Butuh perjuangan panjang untuk mendapatkan air bersih," kata Yuliana, Sabtu (13/12/2025).
Sejak permukiman berdiri puluhan tahun lalu, warga setempat selalu kesulitan mengakses air bersih. Pemicunya, titik mata air berada lebih rendah di bawah permukiman. Warga harus jalan naik turun sejauh lebih dari satu kilometer.
Bagi yang punya penghasilan lebih, mereka membeli air dengan harga Rp 150.000 untuk 1.100 liter. Ini tergolong mahal sehingga tak banyak yang beli. Ada pula yang mengambil air di kampung tetangga dengan jarak tempuh lebih dari 2 km.
Kini, membeli air dan mengeluarkan banyak uang semakin sulit dilakukan warga. Kondisi ekonomi masyarakat terpukul terdampak erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur.
Desa Kringa, berada di sisi barat gunung, selalu menerima guyuran material erupsi yang mengarah ke sana. Erupsi beruntun terjadi sejak 23 Desember 2023.
Tanaman kemiri, kopi, dan cokelat yang menjadi andalan mereka rusak total. Banyak warga beralih jadi buruh serabutan. Sebagian bahkan memilih jadi pekerja migran ilegal ke Malaysia.
Di tengah situasi sulit, perempuan di Kringa tetap tangguh. Yuliana memimpinnya. Dia menjadi kepala dusun, memimpin 145 keluarga dengan total 767 jiwa.
Tak ada batasan periode kepemimpinan, Yuliana sudah dipercaya warga selama sembilan tahun terakhir. Ia mendapat dukungan penuh di komunitas yang kental dengan budaya patriarki.
"Bahkan dukungan paling besar datang dari bapak-bapak. Kalau saya sudah jalan di depan, mereka pasti ikut dari belakang," tutur Yuliana.
Perjuangan menghadirkan air bersih mempertemukan Yuliana dengan tim relawan tanggap darurat bencana dari Circle of Imagine Society (CIS) Timor bersama Save The Children. Mereka pun sepakat membangun jaringan pipa air bersih dari mata air Wair Tihuk ke rumah-rumah penduduk.
Serial Artikel
Boru-Hokeng, Kota Mati Berselimut Debu
Tempat transit strategis bagi para pelintas di Jalan Trans-Flores itu biasanya hidup terus selama 24 jam, tetapi kini bagai tertidur lelap berselimut debu.
Masyarakat digerakkan membangun jaringan perpipaan serta bak penampung di dua titik. Tanpa sumbangan pemerintah, mereka terpaksa menggunakan uang dari saku masing-masing. Kini mereka sedang menanti pemasangan meteran listrik untuk menarik air ke bak penampung.
Jusuf Otiswan Maromon, Manager Komunikasi dan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan PT PLN (Persero) Unit Induk Wilayah NTT mengapresiasi kerja keras dan perjuangan Yuliana dan warga di kampung itu. PLN, kata Otiswan, akan menyumbangkan dua meteran untuk membantu mereka.
"Januari 2026 sudah bisa realisasi. Dengan niat kebaikan dan komunikasi pasti ada solusi bagi masyarakat yang membutuhkan. Mohon bersabar," kata Otiswan. Tim PLN sudah dikirim melakukan survei di lokasi untuk melihat progres pengerjaan jaringan perpipaan.
Alfianus Ama Ola, project manager dari CIS Timor mengatakan, Yuliana merupakan sosok perempuan yang mampu menggerakkan komunitasnya untuk sama-sama berdaya. Ia memberi contoh keberhasilan pemimpin perempuan yang berhasil di tengah masyarakat yang kental budaya patriarki.
Dalam konsep mereka, lanjut Ama, setelah air mengalir ke rumah penduduk, masyarakat tidak sebatas menggunakannya untuk konsumsi. Mereka bisa memanfaatkannya untuk tanam sayuran dan buah. Ekonomi mereka bisa berkembang.
”Kehadiran air bersih bisa memberdayakan ekonomi masyarakat. Peluangnya besar mengingat desa ini dilintasi Jalan Trans-Flores,” kata Ama. Trans-Flores membentang dari Labuan Bajo sampai Larantuka. Setiap hari ribuan kendaraan melintas.
Perjuangan warga dalam mendapatkan air bersih sebentar lagi tuntas. Perjuangan yang tak mudah. Keringat dan air mata bercampur mengalirkan mata air Wair Tihuk ke rumah-rumah penduduk.
Serial Artikel
Dua Tahun Derita Penyintas Lewotobi...
Setelah masa tanggap darurat berakhir, bantuan bagi penyintas pun berkurang. Sementara itu, pembangunan hunian tetap direncanakan tahun depan.





:strip_icc()/kly-media-production/medias/5443140/original/047831800_1765622478-KRS_8844.jpg)