Jakarta, tvOnenews.com - Kegagalan Timnas Indonesia U-22 di ajang SEA Games 2025 Thailand meninggalkan luka mendalam bagi publik sepak bola nasional. Hasil ini bukan sekadar soal tersingkirnya Garuda Muda, tetapi juga memunculkan evaluasi besar terhadap sosok pelatih kepala, Indra Sjafri.
Ekspektasi tinggi sejak awal membuat hasil akhir terasa semakin menyesakkan. Apalagi, PSSI telah mengerahkan berbagai dukungan maksimal demi memastikan Timnas Indonesia U-22 tampil optimal di turnamen tersebut.
Langkah Garuda Muda harus terhenti lebih cepat di fase grup cabang sepak bola putra SEA Games 2025. Ivar Jenner dan rekan-rekannya gagal mengamankan tiket ke babak semifinal usai meraih hasil yang tidak konsisten.
Pada laga krusial, Indonesia harus mengakui keunggulan Filipina dengan skor tipis 0-1. Kemenangan 3-1 atas Myanmar pada laga berikutnya pun tak cukup untuk menyelamatkan langkah Indonesia.
Dua hasil tersebut membuat Timnas Indonesia U-22 gagal bersaing dalam perhitungan runner-up terbaik dari tiga grup yang tersedia. Alhasil, harapan untuk mempertahankan prestasi di ajang SEA Games harus kandas sejak fase awal.
Situasi ini membuat sorotan publik mengarah kuat kepada Indra Sjafri sebagai pihak yang dinilai paling bertanggung jawab. Posisi Indra sebagai pelatih kepala membuatnya tak lepas dari kritik tajam atas kegagalan tersebut.
Sorotan semakin tajam lantaran PSSI sebelumnya telah memberikan sejumlah keistimewaan dalam persiapan Timnas U-22. Sejak musim lalu, regulasi pemain U-22 diterapkan di kompetisi domestik demi mendukung regenerasi pemain nasional.
Tak berhenti di situ, PSSI bahkan mengambil keputusan besar dengan melewatkan agenda FIFA Matchday November. Langkah ini diambil agar fokus persiapan SEA Games dapat berjalan maksimal.
Dampaknya, Timnas Indonesia senior harus kehilangan peluang untuk menambah poin peringkat FIFA. Sementara itu, Timnas U-22 justru gagal memetik hasil positif dalam dua laga uji coba melawan Mali.
Pengorbanan juga datang dari sisi kompetisi. Super League harus diliburkan selama tiga pekan agar klub-klub bersedia melepas pemainnya ke pemusatan latihan timnas.
Keputusan tersebut dinilai merugikan banyak pihak, mulai dari jalannya kompetisi hingga kondisi pemain yang kehilangan ritme bertanding. Namun, langkah itu tetap ditempuh demi ambisi meraih prestasi di SEA Games.


