JAKARTA, KOMPAS.com – Kriminolog Havina Hasna menegaskan, pelanggaran administratif yang kerap dilakukan debt collector atau mata elang memang meresahkan masyarakat.
Namun, hal ini tidak lantas menjadi pembenaran bagi penegak hukum untuk menindaknya dengan kekerasan.
Hal itu ia sampaikan menanggapi kasus pengeroyokan terhadap mata elang di Kalibata, Pancoran, Jakarta Selatan.
“Debt collector memang sering dikritik karena menarik kendaraan tanpa prosedur, Intimidatif, dan abu-abu secara hukum perdata. Namun, pelanggaran administratif bukan berarti bisa melakukan justifikasi kekerasan fisik," kata dia saat dihubungi, Minggu (14/12/2025).
Baca juga: Bentrok Polisi Vs Mata Elang di Kalibata Berujung Maut: Kala Emosi Picu Pengeroyokan
Ia mengingatkan, jika kekerasan dijadikan respons, maka prinsip negara hukum berada dalam ancaman serius karena hukum digantikan oleh tindakan main hakim sendiri.
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=mata elang dikeroyok, mata elang dikeroyok di Kalibata, pengeroyokan mata elang, polisi keroyok mata elang, polisi keroyok mata elang di Kalibata&post-url=aHR0cHM6Ly9tZWdhcG9saXRhbi5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8xNC8xNzIwMzE3MS9rcmltaW5vbG9nLW1hdGEtZWxhbmcta2VyYXAtbWVyZXNhaGthbi10YXBpLWphbmdhbi1kaWxhd2FuLWtla2VyYXNhbg==&q=Kriminolog: Mata Elang Kerap Meresahkan, tapi Jangan Dilawan Kekerasan§ion=Megapolitan' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `“Jika setiap pelanggaran non-kekerasan dibalas dengan kekerasan, maka negara hukum runtuh dan kekerasan menjadi alat penyelesaian konflik sosial," ujar dia.
Havina juga menyoroti kuatnya stereotip negatif terhadap debt collector yang kerap memengaruhi cara pandang publik ketika kelompok tersebut menjadi korban kekerasan.
Stigma tersebut, membuat sebagian masyarakat cenderung membenarkan kekerasan yang terjadi.
Padahal, stigma tersebut tidak pernah menghapus hak dasar seseorang di mata hukum.
“Padahal stereotip tidak menghapus hak hidup, label negatif tidak menghilangkan perlindungan hukum. Jika stereotip ini dibiarkan maka kekerasan menjadi ‘normal’ dan korban tertentu dianggap ‘layak disakiti’," tutur dia.
Baca juga: Polisi Keroyok Mata Elang di Kalibata, Kala Kuasa Penegakan Hukum Keluar Jalur
Havina menilai, peristiwa pengeroyokan di Kalibata tidak bisa dipandang sebagai ledakan emosi sesaat atau eskalasi spontan di lapangan, melainkan menunjukkan kegagalan pengendalian diri.
“Ini bukan murni spontan karena pelaku lebih dari satu, terjadi pengeroyokan, tidak ada upaya deeskalasi, dan tidak ada satu pun yang menghentikan," kata dia.
Havina menyebut kekerasan yang dilakukan oleh aparat justru memiliki bobot pelanggaran yang lebih serius, karena pelaku memiliki kekuasaan dan mandat negara.
Dalam kasus pengeroyokan tersebut, pelaku gagal menempatkan diri secara profesional.
Emosi personal seperti rasa tersinggung dan marah justru mengambil alih peran sebagai penegak hukum yang seharusnya mampu mengendalikan diri meski berniat membantu.


