Di tengah panas Pangandaran, masih ada sosok yang terus mengantarkan penumpang dari satu tempat ke tempat lainnya. Dengan tubuh yang tak lagi muda namun tetap tegap, ia menembus terik dan hujan tanpa banyak mengeluh, seakan setiap tenaga adalah bentuk tanggung jawab yang ia bawa pulang untuk keluarga yang menunggu di rumah. Dalam senyumnya yang sederhana, ada cerita tentang kerja keras yang tak pernah berhenti, tentang seseorang yang memilih bertahan meski dunia di sekitarnya pelan-pelan berkembang.
Di era ketika ojek online mendominasi jalanan, becak mungkin terlihat seperti peninggalan masa lalu. Namun bagi sebagian orang yang masih setia menjadikannya untuk mencari nafkah, becak adalah ruang kecil tempat nilai-nilai hidup tumbuh seperti kesabaran, ketekunan, dan cara manusia menghargai proses yang lambat namun pasti.
Dari banyaknya tantangan yang ada, seorang pria berusia 57 tahun tampak duduk di trotoar depan sebuah hotel, menunggu siapapun yang membutuhkan jasanya. Becak yang ia tunggangi bukan lagi becak biasa tetapi sudah dimodifikasi menjadi becak motor sebagai bentuk adaptasi terhadap zaman yang terus bergerak cepat. Topi lusuh menaungi wajahnya yang mulai dipenuhi keriput, jaket komunitas becak yang beliau pakai, dan handuk kecil menggantung di lehernya, perlahan mengeringkan keringat yang muncul di bawah teriknya Pangandaran. Dialah Pak Tupon, ia adalah saksi hidup tentang ketekunan, perubahan, dan bertahan di tengah persaingan modern.
Sejak tahun 1994 ia mulai mencari nafkah sebagai tukang becak. Namun jauh sebelum itu, laut adalah tempat ia mencari rezeki sebagai Nelayan. Baginya nelayan bukan sekedar profesi, tetapi identitas. Dikarenakan musim yang tidak selalu bersahabat dan pendapatan yang tidak menentu, beliau terpaksa berhenti menjadi nelayan dan harus berpindah profesi menjadi seorang tukang becak. Becak yang awalnya hanya pekerjaan sampingan perlahan berubah menjadi pegangan utama, tempat ia mengandalkan harapan dan mempertahankan hidup di tengah modernisasi yang tak henti mendesak.
Dulunya becak menjadi pilihan utama para wisatawan, kenyataannya minat wisatawan kini semakin menurun. Banyak pengunjung lebih memilih transportasi yang cepat dan praktis. Ojek online hadir dengan tarif yang jelas dan pemesanan yang mudah, sementara sewaan motor menawarkan kebebasan menjelajahi pantai tanpa batas waktu.
Di tengah persaingan serba digital itu, Pak Tupon harus menerima bahwa becaknya tidak lagi menjadi pilihan utama. Terkadang beliau menunggu seharian hanya mendapatkan 1 penumpang dan lebih parahnya tidak ada penumpang sama sekali dalam sehari penuh. Walaupun dalam seharian tidak ada kepastian mendapatkan penghasilan, beliau tetap berangkat pada pukul 06.00 sampai dengan pukul 21.00 sebagai bentuk tanggung jawab seorang kepala keluarga.
Tekanan persaingan tidak membuatnya berhenti. Dorongan untuk tetap bertahan justru membawa Pak Tupon pada keputusan besar ketika ia memodifikasi becaknya menjadi becak motor, langkah yang memakan biaya sekitar lima juta rupiah meski jumlah itu berat bagi pekerja harian. Keputusan itu lahir dari perjalanan panjang membaca perubahan di jalanan Pangandaran, juga dari keinginannya memastikan keluarganya tetap hidup layak.
Di sela upayanya menyesuaikan diri, ia menjaga tubuhnya tetap kuat dengan rutin mengkonsumsi jamu tradisional buatan sendiri, resep yang beliau konsumsi dengan merebus jahe dan dicampur dengan telur. Kebiasaan sederhana ini menunjukkan bahwa ia bekerja keras juga memahami bahwa ketahanan hidup dimulai dari merawat diri sendiri agar tetap sanggup menghadapi hari.
Pak Tupon sendiri memiliki harapan yang sangat besar bagi Pangandaran. ia ingin Pangandaran lebih tertib, terutama di area sewa kendaraan. Baginya, penataan ulang akan memberi ruang yang lebih adil bagi semua pekerja, termasuk tukang becak yang mulai terpinggirkan. Harapan itu mencerminkan kepedulian terhadap lingkungan tempat ia mencari nafkah selama 31 tahun sebuah bukti bahwa dedikasinya bukan hanya untuk keluarganya, tetapi juga untuk komunitas kecil yang hidup dari jalanan.
Dari perjalanan hidup Pak Tupon, ada nilai-nilai sederhana namun berharga yang patut dijadikan pegangan. Ketekunannya bertahan di tengah perubahan zaman mengingatkan bahwa pekerjaan apapun, selama dilakukan dengan hati dan tanggung jawab, tetap memiliki martabat. Upayanya memodifikasi becak, hingga mencari cara bertahan di musim yang sulit menunjukkan bahwa adaptasi bukan sekadar pilihan, tetapi kebutuhan untuk tetap hidup layak. Kesederhanaannya juga memberi pesan bahwa kekuatan seseorang tidak selalu terlihat dari harta atau status, melainkan dari keinginan untuk terus berjuang tanpa mengeluh. Melalui caranya menghadapi hidup, Pak Tupon memberikan contoh bahwa keberanian menghadapi perubahan dan dedikasi pada keluarga adalah bentuk kebijaksanaan yang sering kali terlewat dalam hiruk pikuk keseharian.



