Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB) mengingatkan potensi dampak serius apabila kebijakan pembatasan kuota penjualan domestik bagi perusahaan kawasan berikat (KB) dipangkas terlalu ketat.
Ketua Umum APKB Iwa Koswara mengatakan, pembahasan terkait dengan kebijakan kuota tersebut sudah mulai dilakukan pemerintah melalui forum resmi bersama para pelaku usaha.
“Apabila dipaksakan pemberian kuota hanya 25% bisa menyebabkan pengurangan kapasitas produksi,” kata Iwa kepada Bisnis, dikutip Minggu (14/12/2025).
Dengan kondisi tersebut, maka bukan tidak mungkin terjadi pengurangan karyawan bagi perusahaan kawasan berikat yang membutuhkan penjualan atas hasil produksi mereka ke pasar lokal lebih dari 25%.
Menurut Iwa, persoalan utama yang dihadapi pengusaha kawasan berikat saat ini adalah ketidakpastian dalam memperoleh kuota penjualan domestik yang sesuai dengan kebutuhan riil perusahaan.
“Yang kami perlukan kepastian berapa kuota ini bisa didapatkan. Menurut pemaparan maksimal bisa sampai 100% dari realisasi ekspor, hanya saja kami masih menghadapi permasalahan dengan pasar ekspor kami yang masih belum kembali normal,” tuturnya.
Kondisi pasar ekspor yang belum pulih sepenuhnya tersebut, lanjut Iwa, membuat kebijakan kuota menjadi sangat krusial bagi keberlangsungan usaha di dalam negeri.
“Ini membuat ketidakpastian dan sangat merugikan bagi kami apabila pemberian rekomendasi tidak sesuai dengan kebutuhan,” tambahnya.
APKB pun mengusulkan agar pemerintah tidak terburu-buru menurunkan kuota penjualan domestik, setidaknya sampai kondisi pasar global benar-benar stabil.
“Saran kami perhitungan kuota tetap di 50% dengan dibuka rekomendasi sesuai kebutuhan pemohon ini diperlukan paling tidak 2–3 tahun ke depan sampai kondisi pasar ekspor benar-benar stabil,” jelas Iwa.
Selain itu, APKB juga menyoroti perlakuan terhadap penjualan produk ke pasar lokal yang menggunakan bahan baku dalam negeri.
Iwa mengusulkan agar penjualan hasil produksi ke dalam negeri dengan dokumen BC 41, yang berasal dari bahan baku lokal nonfasilitas, dikecualikan dari perhitungan kuota.
Menurut dia, kebijakan tersebut tidak hanya meringankan beban industri kawasan berikat, tetapi juga mendorong pemanfaatan bahan baku lokal.
“Pemanfaatan bahan baku asal lokal juga bisa membantu industri dalam negeri untuk terus bisa bertahan dan berkembang,” tuturnya.
Sebagaimana diketahui, pemerintah berencana untuk memangkas kuota porsi penjualan industri di kawasan berikat ke pasar dalam negeri (local content quota) dari sebelumnya 50% menjadi 25%.
Secara regulasi, selama ini PMK No. 131/2018 tentang Kawasan Berikat membuka ruang penjualan ke dalam negeri sampai 50% dari akumulasi ekspor dan penjualan ke KB/KEK lain di tahun sebelumnya.





