JAKARTA, KOMPAS.com – Gunungan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, dinilai hanya memiliki sisa usia sekitar enam tahun lagi.
Dengan laju sampah Jakarta yang mencapai ribuan ton per hari, tanpa perubahan mendasar dari hulu hingga hilir, kawasan pembuangan akhir terbesar di Indonesia itu disebut berada di ambang krisis daya tampung.
Pengamat Lingkungan Mahawan Karuniasa menyatakan, hitungan kasar usia Bantargebang menunjukkan waktu yang kian terbatas jika pola pengelolaan sampah tidak segera dibenahi.
“Dengan inflow sekitar 7.000 ton per hari dan kapasitas yang tersisa, secara hitungan kasar Bantargebang hanya punya waktu sekitar enam tahun,” ujar Mahawan saat dihubungi Kompas.com, Jumat (12/12/2025).
Baca juga: Bukit Sampah Setinggi 70 Meter di Bantargebang, Alarm Krisis Pengelolaan Sampah Jakarta
var endpoint = 'https://api-x.kompas.id/article/v1/kompas.com/recommender-inbody?position=rekomendasi_inbody&post-tags=Bantargebang , indepth, sampah jakarta, krisis lingkungan , in depth, kapasitas pemrosesan, sampah bantargebang&post-url=aHR0cHM6Ly9tZWdhcG9saXRhbi5rb21wYXMuY29tL3JlYWQvMjAyNS8xMi8xNS8wODM2NTczMS9kaS1hbWJhbmcta3Jpc2lzLWRheWEtdGFtcHVuZy11c2lhLXRwc3QtYmFudGFyZ2ViYW5nLWRpcHJlZGlrc2ktdGluZ2dhbC02&q=Di Ambang Krisis Daya Tampung, Usia TPST Bantargebang Diprediksi Tinggal 6 Tahun§ion=Megapolitan' var xhr = new XMLHttpRequest(); xhr.addEventListener("readystatechange", function() { if (this.readyState == 4 && this.status == 200) { if (this.responseText != '') { const response = JSON.parse(this.responseText); if (response.url && response.judul && response.thumbnail) { const htmlString = `TPST Bantargebang selama ini menjadi tulang punggung pengelolaan sampah Jakarta. Setiap hari, lebih dari seribu truk mengangkut sampah dari berbagai penjuru ibu kota menuju kawasan pembuangan seluas sekitar 110 hektare tersebut.
Mahawan menjelaskan, angka 7.000 ton sampah per hari merupakan estimasi yang relatif konsisten muncul dalam berbagai laporan pengelolaan sampah Jakarta.
“Angka itu bisa kita gunakan sebagai dasar untuk memperkirakan volume sampah yang masuk ke Bantargebang,” kata Mahawan.
Dari sisi kapasitas, total sampah yang telah tertimbun di Bantargebang diperkirakan mencapai 55 juta ton. Jika angka tersebut setara dengan sekitar 80 persen kapasitas maksimal, maka total daya tampung landfill diperkirakan berada di kisaran 70 juta ton.
“Kalau sekarang sudah 55 juta ton, berarti sisa kapasitasnya sekitar 15 juta ton,” ujar Mahawan.
Dengan laju timbunan sekitar 2,5 juta ton per tahun, sisa ruang pembuangan itu diperkirakan akan habis dalam waktu enam tahun.
“Itu pun dengan catatan tidak ada peningkatan inflow,” kata dia.
Tak hanya volume dan luas, ketinggian gunungan sampah juga menjadi persoalan serius. Berdasarkan informasi yang ia peroleh, tinggi timbunan sampah di Bantargebang saat ini berada di kisaran 40 hingga 60 meter, dengan rata-rata sekitar 50 meter.
Baca juga: Bukannya Diangkut, Tumpukan Sampah di Ciputat Tangsel Malah Ditutupi Terpal
Tantangan utamaMahawan menilai persoalan utama Bantargebang bukan semata jumlah sampah, melainkan ketimpangan antara sampah yang masuk dan kapasitas pemrosesan.
“Intinya, kapasitas pemrosesan harus seimbang dengan inflow. Kalau yang masuk 7.000 ton per hari, maka idealnya yang diproses juga 7.000 ton per hari,” ujarnya.
Namun, kondisi di lapangan menunjukkan kapasitas pemrosesan—baik untuk pembangkit listrik, RDF (refuse derived fuel), maupun teknologi pengolahan lainnya—belum mampu mengejar laju masuknya sampah.
Masalah tersebut, menurut Mahawan, tidak bisa dilepaskan dari keterbatasan anggaran.
“Meningkatkan kapasitas pemrosesan tentu butuh biaya besar. Ini persoalan kepedulian anggaran pemerintah,” katanya.
Selain persoalan teknis, dampak lingkungan juga menjadi tantangan tersendiri, mulai dari kualitas air di sekitar lokasi, emisi gas dari landfill, hingga potensi longsor.
Bantargebang sebenarnya telah dilengkapi berbagai fasilitas, seperti instalasi pengolahan lindi, RDF, hingga PLTSa. Namun, Mahawan menilai seluruh fasilitas tersebut masih menghadapi persoalan klasik yang sama: kapasitas.





