Agam, tvOnenews.com - Sebanyak 476 kepala keluarga (KK) korban bencana alam di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, menyatakan bersedia untuk direlokasi dan tinggal di hunian sementara (huntara) yang akan segera dibangun pemerintah. Data ini dicatat oleh Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Perkim) Kabupaten Agam sebagai bagian dari upaya percepatan penanganan pascabencana.
Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Agam, Rinaldi, mengatakan bahwa ratusan kepala keluarga tersebut telah menandatangani surat pernyataan kesediaan untuk menempati hunian sementara yang disiapkan pemerintah daerah bersama pemerintah pusat.“Sebanyak 476 kepala keluarga telah menandatangani surat pernyataan bersedia tinggal di hunian sementara,” ujar Rinaldi di Lubuk Basung, Senin (15/12/2025).
Sebaran Lokasi Hunian SementaraRinaldi menjelaskan, ratusan kepala keluarga tersebut berasal dari sejumlah kecamatan terdampak bencana banjir dan longsor di Kabupaten Agam. Relokasi dilakukan dengan mempertimbangkan faktor keamanan, akses, serta ketersediaan lahan yang layak.
Berikut rincian lokasi hunian sementara berdasarkan kecamatan:
-
Kecamatan Palembayan
Sebanyak 225 KK direlokasi ke hunian sementara yang akan dibangun di:-
SDN 05 Kayu Pasak, Nagari Salareh Aia
-
Lapangan bola voli Batu Mandi, Nagari Salareh Aia Timur
-
-
Kecamatan Tanjung Raya
Sebanyak 183 KK direlokasi ke hunian sementara di Linggai Park, Nagari Duo Koto. -
Kecamatan Ampek Koto
Sebanyak 54 KK akan menempati hunian sementara di lahan DOB Nagari Balingka. -
Kecamatan Malalak
Sebanyak 14 KK direlokasi ke hunian sementara di Lapangan Lampeh, Jorong Bukik Malanca, Nagari Malalak Timur.
“Seluruh data ini merupakan hasil validasi dari pemerintah nagari. Untuk lokasi lahan juga sudah kami tinjau langsung bersama camat dan wali nagari,” jelas Rinaldi.
Masih Ada Warga yang Menolak RelokasiBerdasarkan pendataan pemerintah daerah, total terdapat 539 kepala keluarga yang terdampak bencana berat, terutama mereka yang rumahnya rusak parah atau berada di zona merah, seperti di sepanjang aliran sungai dan lereng bukit yang rawan longsor.
Namun demikian, tidak seluruh warga bersedia direlokasi. Tercatat 63 kepala keluarga menolak pindah ke hunian sementara dengan berbagai alasan, mulai dari kedekatan dengan mata pencaharian hingga kekhawatiran meninggalkan lahan atau rumah lama.




