Pemerintah Tegaskan Pentingnya Perempuan dalam Proses Pengambilan Kebijakan

tvrinews.com
10 jam lalu
Cover Berita

Penulis: Rifiana Seldha

TVRINews, Jakarta

Pemerintah menegaskan pentingnya kehadiran perempuan dalam proses pengambilan kebijakan sebagai bagian dari upaya mewujudkan demokrasi yang inklusif dan berkeadilan. Penegasan tersebut disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi, dalam acara Penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara KPU dan KemenPPPA di Gedung KPU, Jakarta, Senin, 15 Desember 2025.

Arifah mengapresiasi komitmen KPU dalam menyepakati langkah-langkah strategis untuk menyongsong Pemilu 2029. Menurutnya, meskipun pelaksanaan pemilu masih beberapa tahun ke depan, persiapan kebijakan harus diinisiasi sejak dini.

“Penandatangan MOU ini sangat penting, karena sebagai sebuah ikhtiar dalam mewujudkan demokrasi yang inklusif, aman, berkeadilan, dan memastikan perempuan dan anak terlindungi, serta memiliki ruang yang setara dalam proses politik,” ujar Arifah.

Ia menjelaskan, KemenPPPA memperoleh mandat melalui Peraturan Presiden Nomor 186 Tahun 2024 untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, termasuk di sektor politik dan pemilu. Mandat tersebut diperkuat oleh berbagai regulasi nasional maupun internasional, seperti Undang-Undang Pemilu, CRC, serta regulasi perlindungan anak, guna memastikan proses politik berjalan setara dan non-diskriminatif.

Dalam sambutannya, Arifah juga menyoroti capaian Pemilu 2024 yang dinilai sebagai yang terbaik sejauh ini dalam hal keterwakilan perempuan. Data menunjukkan keterwakilan perempuan mencapai 22 persen di DPR RI dan 36 persen di DPD RI. Meski demikian, hasil riset KemenPPPA bersama Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia mengungkap masih adanya tantangan struktural yang signifikan.

Ia menyebutkan, terdapat 16 daerah pemilihan (dapil) nasional dan 78 dapil tingkat provinsi yang belum memiliki keterwakilan perempuan. Sementara itu, hanya 25 dapil yang memenuhi atau melampaui ambang batas 30 persen.

“Keterwakilan perempuan yang kami perjuangkan ini bukan sekadar angka, tetapi ini adalah tentang hadirnya suara, hadirnya pengalaman, dan kepentingan perempuan dalam proses pengambilan kebijakan,” tegas Arifah.

Menurutnya, kebijakan publik akan memiliki perspektif berbeda ketika perempuan hadir sebagai pemutus atau penentu kebijakan. Karena itu, MoU antara KPU dan KemenPPPA dinilai strategis untuk membuka ruang penyelenggaraan pemilu yang responsif gender dan ramah anak.

Melalui kesepakatan ini, kedua lembaga berkomitmen memperluas pendidikan politik yang inklusif, memperkuat pemanfaatan data terpilah, serta memastikan pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender terintegrasi dalam mekanisme pemilu.

Arifah berharap, kerja sama ini tidak berhenti pada penandatanganan MoU, tetapi berlanjut pada penyusunan pedoman teknis, peningkatan kapasitas penyelenggara pemilu, serta kampanye publik yang menjadikan pemilu sebagai ruang aman dan setara bagi perempuan, baik sebagai pemilih, penyelenggara, maupun calon wakil rakyat.

Editor: Redaksi TVRINews


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Raja Charles III Bagikan Kabar Baik soal Kesehatan, Kampanyekan Deteksi Dini Kanker
• 5 jam laluinsertlive.com
thumb
Brutal! Pengunjung Tikam Karyawan Kafe di Parepare Terekam CCTV
• 16 jam lalurctiplus.com
thumb
Kerugian Banjir Sumatra Tembus Rp51 T, Klaim Asuransi Hanya Rp567 M
• 5 jam lalucnbcindonesia.com
thumb
Badai tak Hentikan Israel terus Serang Gaza
• 10 jam lalurepublika.co.id
thumb
Deretan Aktris Korea Paling Populer Sepanjang 2025
• 9 jam lalubeautynesia.id
Berhasil disimpan.