Penulis: Rifiana Seldha
TVRINews, Jakarta
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menanggapi kasus pembunuhan yang melibatkan anak di Medan dengan mengajak seluruh pihak melakukan introspeksi bersama, khususnya terkait pola pengasuhan dan pendidikan anak di lingkungan keluarga.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Arifah Fauzi, mengatakan penanganan kasus tersebut dilakukan secara berjenjang sesuai kewenangan daerah, namun pemerintah pusat tetap berproses bersama dan berkoordinasi dengan dinas terkait di daerah.
“Sekarang sedang diproses, ini memang jadi perhatian kita semua, khususnya para keluarga, ayo instrospeksi bersama, sebetulnya pendidikan, pengasuhan yang kita berikan kepada anak-anak sebetulnya itu sudah sesuai belum dengan anak-anak sekarang,” ujar Arifah saat ditemui usai kegiatan di KPU RI, Senin, 15 Desember 2025.
Menurutnya, kasus kekerasan yang melibatkan anak kerap terjadi bahkan pada keluarga yang secara kasat mata terlihat harmonis. Hal ini menjadi alarm bagi semua pihak untuk mengevaluasi kembali kualitas pengasuhan yang diberikan kepada anak.
Arifah menekankan bahwa pola asuh yang berkualitas tidak hanya dinilai dari sudut pandang orang tua, tetapi juga perlu mempertimbangkan perspektif anak. Ia menilai pentingnya ruang komunikasi yang terbuka antara anak dan orang tua agar anak berani menyampaikan perasaan dan persoalan yang dihadapi.
“Jangan berkualitas menurut orang tua saja, tetapi barangkali berkualitas menurut anak-anak, jadi ada kompromi. Jadi ketika ada sesuatu yang tidak sesuai, anak tidak diam, tapi berani menyampaikan,” jelasnya.
Ia menambahkan, komunikasi yang efektif dalam keluarga menjadi salah satu kunci pencegahan kekerasan. Dengan memberi kesempatan anak untuk berbicara dan didengar, potensi terjadinya tindakan kekerasan dapat lebih dini diantisipasi.
Menyoroti fenomena serupa yang juga terjadi di sejumlah wilayah lain, Arifah menyebut KemenPPPA telah melakukan analisis internal terkait faktor-faktor penyebab kekerasan yang melibatkan anak. Faktor tersebut antara lain kondisi ekonomi keluarga, pola asuh, pengaruh media sosial, lingkungan sosial, hingga praktik pernikahan usia anak.
“Kalau kami melakukan analisa internal, di Kementerian kami ada beberapa penyebab, yang pertama faktor ekonomi. Yang kedua adalah pola asuh dalam keluarga. yang ketiga yaitu media sosial. Keempat adalah faktor lingkunga. Yang kelima adalah faktor penikahan usia anak,” paparnya.
Arifah menegaskan bahwa persoalan kekerasan terhadap anak tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Dibutuhkan kolaborasi lintas sektor dan peran aktif masyarakat untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi tumbuh kembang anak.
“Ya, ayo kita bersama-sama, gak bisa menyelesaikan sendiri, harus kolaborasi dengan yang lain,” pungkasnya.
Editor: Redaktur TVRINews





