Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), Suharti, mengungkapkan kualitas Data Pokok Pendidikan (Dapodik) masih menyisakan pekerjaan rumah, meski telah menunjukkan perbaikan sebagai dasar kebijakan pendidikan nasional.
Hal itu disampaikannya dalam Rapat Koordinasi Data dan Teknologi Informasi Pendidikan di Hotel Grand Sahid Jaya, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (15/12).
Suharti menyebut kualitas data Dapodik memang menunjukkan perbaikan, namun belum sepenuhnya ideal.
“Sebagai gambaran saja, untuk Dapodik, secara agregat sudah 71,9 persen indikator berada pada kategori baik dan baik sekali. 71,9 persen artinya masih ada sekitar 30 persen yang belum baik. Artinya, pekerjaan rumahnya masih banyak,” kata Suharti.
Ia menegaskan akurasi data pendidikan menjadi krusial karena kesalahan data berpotensi menghasilkan kebijakan yang keliru dan berdampak jangka panjang.
“Kalau datanya keliru, kalau datanya tidak pas, tentu kebijakannya bisa menjadi tidak tepat, bisa jadi salah arah. Dan kita tidak menginginkan hal itu terjadi pada pendidikan,” jelas Suharti.
Menurut Suharti, tantangan validitas data Dapodik kerap muncul akibat ketidaksesuaian pelaporan dengan kondisi riil di lapangan. Ia mencontohkan data kondisi ruang kelas yang sering kali tidak mencerminkan keadaan sebenarnya.
“Dari 2,5 juta ruang kelas, misalnya, 1,2 juta disebutkan dalam kondisi baik atau 47 persen, 18 persen rusak sedang, dan 8,5 persen rusak berat. Nah, sering kali ternyata di lapangan ada dua kondisi,” tutur Suharti.
“Yang rusak dianggap bagus karena takut akreditasi menjadi buruk jika ditulis rusak. Pada saat yang sama, ada juga yang kondisinya sebenarnya bagus justru dilaporkan rusak supaya mendapatkan renovasi,” lanjutnya.
Selain infrastruktur, Suharti juga menyoroti ketimpangan data sumber daya manusia pendidikan yang berdampak pada efisiensi kebijakan.
“Misalnya, yang kami temukan di Maluku Utara beberapa waktu lalu saat monitoring TKA. Satu sekolah hanya memiliki 62 siswa, tetapi jumlah gurunya mencapai 30-an orang. Memang benar jumlah gurunya segitu, tetapi apakah perlu sebanyak itu,” katanya.
Ia menekankan data yang tidak akurat atau tidak dianalisis secara mendalam dapat menyebabkan alokasi sumber daya menjadi tidak tepat sasaran.
“Melalui data-data ini, kita bisa mengidentifikasi apakah datanya yang tidak benar, atau datanya benar tetapi kebijakannya yang perlu diperbaiki,” ujar Suharti.
“Oleh karena itu, Kemendikdasmen berencana melakukan upaya quality assurance atau penjaminan mutu terhadap data-data pendidikan,” tutupnya.



