PANCASILA bukan sekadar hafalan lima sila yang kita ucapkan setiap upacara. Ia adalah fondasi moral dan arah kehidupan berbangsa, terutama dalam menjalankan demokrasi Indonesia. Namun, di tengah dinamika politik hari ini, muncul pertanyaan penting: apakah nilai-nilai Pancasila, khususnya sila keempat, masih benar-benar hidup dalam praktik pemerintahan kita?
Sila keempat Pancasila menegaskan bahwa kedaulatan rakyat dijalankan melalui hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan. Artinya, demokrasi Indonesia sejatinya tidak hanya soal suara terbanyak, tetapi juga tentang proses musyawarah yang adil, rasional, dan berorientasi pada kepentingan bersama. Prinsip ini seharusnya tercermin kuat dalam kerja lembaga perwakilan rakyat seperti DPR dan DPD.
Dalam sistem pemerintahan presidensial Indonesia, DPR memiliki peran strategis sebagai wakil rakyat yang menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan penganggaran. Idealnya, setiap kebijakan yang dihasilkan lahir dari proses musyawarah yang terbuka dan partisipatif.
Namun, realitas menunjukkan bahwa proses pengambilan keputusan sering kali didominasi oleh kepentingan politik praktis, elite partai, dan minim keterlibatan publik. Musyawarah kerap berubah menjadi formalitas prosedural, bukan ruang dialog yang sungguh-sungguh mendengarkan suara rakyat.
Kondisi ini menimbulkan jarak antara rakyat dan wakilnya. Ketika kebijakan publik diputuskan tanpa transparansi dan partisipasi, kepercayaan masyarakat terhadap demokrasi pun perlahan terkikis. Padahal, demokrasi Pancasila menuntut lebih dari sekadar mekanisme pemilu. Ia menuntut etika politik, kebijaksanaan, dan tanggung jawab moral dari para penyelenggara negara.
Sebagai mahasiswa dan bagian dari masyarakat sipil, kita memiliki peran penting untuk terus mengingatkan bahwa demokrasi Indonesia memiliki jati diri sendiri. Musyawarah untuk mufakat bukan konsep kuno, melainkan nilai yang relevan untuk menjawab tantangan politik modern. Menghidupkan kembali semangat sila keempat berarti mendorong politik yang lebih manusiawi, inklusif, dan berpihak pada keadilan sosial.
Demokrasi tidak cukup hanya dijalankan, tetapi harus dijaga maknanya. Dan, Pancasila terutama sila keempat adalah kompas yang seharusnya terus membimbing arah perjalanan demokrasi Indonesia.




