Badan Gizi Nasional (BGN) membidik perdagangan karbon dari pengelolaan limbah makanan Program Makan Bergizi Gratis (MBG).
Upaya ini dilakukan dengan mengoptimalkan pengurangan emisi gas rumah kaca, khususnya metana dari sisa makanan, agar dapat masuk ke dalam mekanisme carbon trading di pasar sukarela.
Juru Bicara BGN Dian Fatwa mengatakan, selama ini pengurangan emisi dari limbah makanan belum dioptimalkan dan belum terstruktur sehingga belum dapat dimonetisasi melalui perdagangan karbon.
“Kita belum mampu mengoptimalkan, menjadikan upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca ini, metana ini, untuk bisa kita masukkan dalam mekanisme carbon trading,” kata Dian di Jimmy Hantu Foundation, Tamansari, Kabupaten Bogor, Selasa (16/12).
Menurut Dian, inisiatif tersebut bukan merupakan perintah pemerintah, melainkan langkah awal yang diambil BGN untuk melihat potensi ekonomi dari pengelolaan limbah makanan MBG.
“Nah, ini adalah sebuah langkah awal, bukan perintah dari pemerintah, tapi adalah inisiatif kita. Kita melihat bahwa ini ada potensi loh yang sebetulnya bisa kita cuankan,” jelas Dian.
“Nah, dan kalau ini bisa kita cuankan, ini tentu akan membawa manfaat bagi dapur, bagi BGN itu sendiri, juga bagi masyarakat sekitar. Karena nanti misalkan ada orang-orang yang diuntungkan, ada orang yang akan mengambil sampah dan untuk dijadikan maggot,” lanjutnya.
Maggot adalah larva lalat (belatung), terutama dari jenis Black Soldier Fly (BSF), yang sangat bermanfaat untuk mengolah sampah organik dan menjadi sumber protein tinggi. Ia bisa dimanfaatkan sebagai pakan ternak alternatif (ikan, unggas) karena kaya protein, lemak, asam amino, serta mineral.
Dian mencontohkan praktik pengelolaan limbah makanan yang telah dilakukan oleh sejumlah dapur BGN, salah satunya Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Mutiara Keraton Solo di Bogor yang dikelola oleh Jimmy Hantu Foundation.
Di lokasi tersebut, sisa makanan MBG tidak langsung dibuang, melainkan diolah menjadi pupuk dan pakan ternak melalui budidaya maggot sebagai bagian dari penerapan zero waste.
Ia menjelaskan, maggot tidak hanya dimanfaatkan sebagai pakan, tetapi juga memiliki nilai ekonomi turunan yang lebih tinggi.
“Nah, maggot ini bisa, selain untuk menjadi pakan, pakan ini sebetulnya limbah ya. Tapi minyak daripada maggot ini sebetulnya bagus untuk skincare yang itu harganya lebih tinggi,” tuturnya.
Lebih lanjut, Dian menyebutkan bahwa pengelolaan limbah makanan memiliki dampak besar terhadap pengurangan emisi karbon, bahkan melebihi sumber emisi lain seperti listrik dan kendaraan bermotor.
“Yang paling tinggi nilai CO2-nya itu sebetulnya dari food waste. Dari food waste, dibandingkan dari knalpot atau dari listrik. Yang paling tinggi dari food waste,” ungkapnya.
Namun demikian, ia mengakui bahwa praktik pengolahan limbah tersebut selama ini belum terintegrasi dalam sistem yang memungkinkan untuk dikonversi menjadi carbon credit.
“Tapi ini tidak terstrukturisasikan, sehingga ini tidak atau belum bisa dicuankan,” katanya.
BGN pun mulai mendorong agar pengelolaan limbah dapur MBG dapat masuk ke dalam pasar karbon sukarela atau voluntary market melalui proses pengukuran dan verifikasi internasional.
“Bahwa upaya yang dilakukan ini kalau mampu diukur, divalidasi oleh verifikator internasional, ini yang akan nanti menghasilkan. Bisa dinilai secara kredit ekuivalen dengan karbondioksida, nah ini yang bisa diuangkan, dicuankan di pasar karbon,” jelasnya.
Dian menyampaikan bahwa proses menuju perdagangan karbon membutuhkan tahapan yang cukup panjang, mulai dari survei, penyusunan rencana kerja, pengembangan proyek, hingga validasi.
“Ada proses yang harus dilakukan, dan kemudian ketika sudah diverifikasi oleh verifikator internasional, nah ini baru nanti bisa dijadikan carbon credit,” imbuhnya.
Ia memperkirakan seluruh proses tersebut memerlukan waktu sekitar satu tahun karena harus melalui penilaian oleh verifikator internasional. Meski demikian, BGN menargetkan pelaksanaan proyek dapat segera dimulai.
“Ya kami akan segera melakukannya. Misalkan bulan depan, akan segera sebetulnya,” pungkasnya.





