JAKARTA, KOMPAS – Tiga anak buah bekas Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim didakwa memperkaya sejumlah pihak, salah satunya Nadiem. Jaksa menyebut Nadiem menjadi pihak yang turut diperkaya hingga Rp 809 miliar dalam perkara dugaan korupsi program digitalisasi pendidikan pada Kemendikbudristek tahun 2019-2022 itu. Perbuatan para terdakwa itu pun telah membuat negara merugi hingga Rp 2,1 triliun.
Hal tersebut terungkap dalam sidang perkara korupsi program digitalisasi pendidikan pada Kemendikbudristek tahun 2019-2022 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (16/12/2025). Sidang yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Purwanto S Abdullah itu digelar dengan agenda pembacaan dakwaan untuk tiga terdakwa. Ketiga terdakwa itu adalah bekas Direktor SMP pada Ditjen PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, Mulyatsyah; bekas Direktur SD pada Ditjen PAUD, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Sri Wahyuningsih; serta Ibrahim Arief selaku konsultan teknologi.
Sedianya, pada Selasa ini, Pengadilan Tipikor juga akan menggelar sidang dengan agenda pembacaan dakwaan terhadap Nadiem. Namun, hakim memutuskan untuk menunda karena Nadiem masih sakit. Menurut rencana, sidang dakwaan terhadap Nadiem akan digelar pada Selasa (23/12/2025) mendatang.
Dalam sidang dengan terdakwa Mulyatsyah, Sri, dan Ibrahim, jaksa penuntun umum Roy Riyadi mengungkapkan, pada 2020-2022, ketiga terdakwa bersama Nadiem dan Jurist Tan melaksanakan pengadaan laptop Chromebook dan Chrome Device Management (CDM) yang tidak sesuai dengan perencanaan pengadaan dan prinsip-prinsip pengadaan barang/ jasa. Jurist Tan merupakan bekas Staf Khusus Nadiem yang juga merupakan tersangka dalam perkara yang sama dan kini berstatus buron.
Jaksa mengungkap, para terdakwa juga membuat reviu kajian dan analisa kebutuhan peralatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) tanpa didasarkan pada identifikasi kebutuhan pendidikan dasar dan menengah di Indonesia. Akibatnya, program digitalisasi pendidikan tersebut gagal dilaksanakan, terutama di daerah 3T (terluar, tertinggal, terdepan).
Para terdakwa juga menyusun harga satuan dan alokasi anggaran pengadaan laptop Chromebook dan CDM pada 2020 tanpa dilengkapi survei dengan data dukung yang dapat dipertanggungjawabkan. Padahal, pengadaan tahun 2020 itu menjadi acuan dalam penyusunan harga satuan dan alokasi anggaran tahun 2021 dan 2022.
Bahkan, pengadaan laptop Chromebook pada Kemendikbud melalui e-Katalog maupun aplikasi Sistem Informasi Pengadaan Sekolah (SIPLah) tahun 2020, 2021 dan 2022 juga tanpa melalui evaluasi harga.
Menurut jaksa, perbuatan para terdakwa itu mengakibatkan keuangan negara mengalami kerugian Rp 2,1 triliun sepeti hasil Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Kerugian di antaranya berasal dari perhitungan kemahalan harga Chromebook sebesar Rp 1,56 triliun dan pengadaan CDM yang tidak diperlukan dan tidak bermanfaat sebesar Rp 621,3 miliar.
Jaksa menjelaskan, perkara ini berawal sekitar Oktober 2019, ketika Nadiem menggantikan Muhadjir Effendy sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Sebelum dilantik, sekitar Juli-Agustus 2019, Nadiem membuat grup percakapan aplikasi Whatsapp yaitu grup WA “Education Council” dan grup WA “Mas Menteri Core Team” yang beranggotakan teman-temannya seperti Jurist Tan, Najeela Shihab dan Fiona Handayani dari Yayasan Pusat Studi Pendidikan dan Kebijakan. Grup percakapan itu untuk membicarakan program digitalisasi pendidikan di Kemendikbud nantinya.
Sebelum menjabat menteri, Nadiem dikenal sebagai pendiri perusahaan bisnis transportasi online bernama “Gojek” melalui PT Gojek Indonesia yang didirikannya pada 2010. Nadiem juga mendirikan PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (PT AKAB) dengan menggandeng perusahaan besar “Google” untuk bekerja sama bisnis dalam aplikasi “Google Map, Google Cloud dan Google Workspace” yang kemudian digunakan dalam bisnis “Gojek”.
Pada November 2019, Nadiem melakukan pertemuan dengan Colin Marson selaku Head of Education Asia pacific dan Putri Ratu Alam yang membahas terkait produk-produk Google for Education (Chromebook, Google Workspace, dan Google Cloud). Setelah pertemuan tersebut Nadiem sepakat untuk menggunakan produk Google For Education diantaranya adalah penggunaan Chromebook untuk setiap sekolah yang ada di Indonesia dan spesifikasi teknis akan diganti menggunakan sistem operasi Chrome.
Kemudian Desember 2019, Nadiem membentuk tim teknologi (Wartek) diantaranya ada Ibrahim Arief. Tujuan dibentuknya tim Wartek adalah untuk mendukung program dan project pendidikan di Indonesia seperti Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) dengan program Merdeka Belajar melalui Digitalisasi Pendidikan dengan menggunakan sistem operasi Chrome.
Pada 2 Januari 2020 Nadiem mengangkat Jurist Tan sebagai Staf Khusus Menteri (SKM) di Bidang Pemerintahan yang tugasnya memberikan masukan strategis terkait kebijakan pemerintahan di sektor pendidikan, termasuk peran diantaranya dalam program Merdeka Belajar. Nadiem juga mengangkat Fiona Handayani sebagai Staf Khusus Menteri (SKM) di Bidang Isu-Isu Strategis.
Tak hanya itu, Nadiem juga memberikan kekuasaan yang luas kepada Jurist Tan dan Fiona, salah satunya dengan menyampaikan kepada pejabat eselon satu dan dua di Kemendikbud bahwa “apa yang dikatakan JURIST Tan dan Fiona Handayani adalah kata-kata saya". Setelah itu, Jurist Tan dan Fiona Handayani sering memimpin zoom meeting dengan pejabat eselon satu dan dua di Kemendikbud untuk mewakili Nadiem.
Singkatnya, Nadiem memutuskan agar pengadaan TIK tahun 2020 menggunakan Chromebook. Lalu 11 Mei 2020,terbit Surat Keputusan Dirjen PAUD, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor: 4558/C/SP/2020 tentang Penetapan Tim Teknis Analisa Kebutuhan Alat Pembelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi di SD dan SMP Tahun Anggaran 2020.
Awalnya, tim teknis menyampaikan ke Nadiem bahwa spesifikasi teknis pengadaan peralatan teknologi informasi dan komunikasi tahun 2020 tidak boleh mengarah pada sistem operasi tertentu. Namun, kajian tersebut kemudian diperintahkan untuk diubah agar merekomendasikan khusus penggunaan sistem operasi Chrome sehingga mengarah langsung pada pengadaan Chromebook.
Padahal, pada tahun 2018, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pernah melakukan pengadaan Chromebook dengan sistem operasi Chrome. Namun, penerapannya dinilai gagal. Pengadaan serupa kembali dilakukan pada tahun 2020 sampai 2022 tanpa dasar teknis yang obyektif.
Agar sesuai dengan perintahnya itu, Nadiem lalu mengganti dua pejabat eselon dua di Kemendikbud pada 2 Juni 2020. Keduanya yakni Sri Wahyuningsih yang lantik jadi Direktur Sekolah Dasar pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah menggantikan Khamim, dan Mulyatsyah sebagai Direktur Sekolah Menengah Pertama pada Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah 2020-2021. Mulyatsyah menggantikan Poppy Dewi Puspitawati.
“Salah satu alasan Nadiem Anwar Makarim mengganti pejabat eselon dua diantaranya Poppy Dewi Puspitawati, karena berbeda pendapat terkait hasil kajian teknis yang tidak sesuai dengan arahan Nadiem, dan tidak setuju jika pengadaan merujuk kepada satu produk tertentu sehingga digantikan oleh Mulyatsyah yang sudah menandatangani pengantar Juknis Pengadaan Peralatan TIK SMP Tahun Anggaran 2020 tertanggal 15 Mei 2020,” kata jaksa.
Setelah itu, Mulyatsyah ditunjuk sebagai Ketua Tim Teknis Reviu Hasil Kajian Tim Teknis Analisis Kebutuhan Alat Pembelajaran TIK dan Sri Wahyuningsih sebagai wakil ketua. Pembuatan reviu kajian teknis ini bertujuan untuk menetapkan spesifikasi teknis Chromebook sebagaimana perintah Nadiem.
Dalam perkara ini, Mulyatsyah disebut menerima uang yakni 120.000 dollar Singapura dan 150.000 dollar AS. Uang tersebut diterimanya dari Mariana Susy, yang merupakan rekanan PT Bhinneka Mentaridimensi. Sebab Mulyatsyah telah membocorkan spesifikasi Chromebook yang dibuat berdasarkan arahan Nadiem Anwar Makarim kepada PT Bhinneka Mentari Dimensi supaya bisa menjadi salah satu penyedia layanan.
Selain memperkaya Mulyatsyah, jaksa juga menjelaskan perkara ini turut orang lain, atau suatu korporasi secara melawan hukum. Total ada 25 pihak yang diperkaya dalam kasus korupsi tersebut. Diantaranya, Nadiem Anwar Makarim senilai Rp 809 miliar, Harnowo Susanto sebesar Ro 300 juta, Dhany Hamiddan Khoir sebesar Rp 200 juta dan 30.000 dollar AS, Purwadi Sutanto dan Suhartono Arham masing-masing sebesar 7.000 dollar AS.
Kemudian, Wahyu Haryadi sebesar Rp 35 juta, Nia Nurhasanah sebesar Rp 500 juta, Hamid Muhammad sebesar Rp 75 juta, Jumeri sebesar Rp100 juta, Susanto sebesar Rp 50 juta, Muhammad Hasbi sebesar Rp 250 juta, dan Mariana Susy sebesar Rp 5,1 miliar.
Perkara ini juga memperkaya korporasi seperti PT Supertone (SPC) senilai Rp 44,9 miliar, PT Asus Technology Indonesia (ASUS) senilai Rp 819 juta, PT Tera Data Indonesia (AXIOO) sebesar Rp 177 miliar, PT Lenovo Indonesia (Lenovo) sebesar Rp 19,1 miliar, dan PT Zyrexindo Mandiri Buana sebesar Rp 41,1 miliar.
Kemudian, PT Hewlett-Packard Indonesia (Hp) sebesar Rp 2,2 miliar, PT Gyra Inti Jaya (Libera) senilai Rp 101,5 miliar, .PT Evercoss Technology Indonesia (Evercross) sebesar Rp 341 juta, PT Dell Indonesia (Dell) sebesar Rp 112,6 miliar, PT Bangga Teknologi Indonesia (Advan) sebesar Rp 48,8 miliar, PT Acer Indonesia (Acer) sebesar Rp 425,2 miliar, dan PT Bhinneka Mentari Dimensi sebesar Rp 281,6 miliar.
Atas perbuatannya itu, para terdakwa didakwa dengan dakwaan primer Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), subsider Pasal 3 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Terhadap surat dakwaan tersebut, terdakwa Mulyatsyah dan Sri Wahyuningsih menyatakan tidak akan mengajukan keberatan atau eksepsi. Sementara, terdakwa Ibrahim Arief menyatakan akan mengajukan eksepsi.
Ketua Majelis Hakim Purwanto S Abdullah menyatakan, sidang akan kembali digelar pada Selasa, 23 Desember 2025 untuk sidang pembuktian terhadap terdakwa Mulyatsyah dan Sri Wahyuningsih. Adapun sidang penyampaian eksepsi oleh kuasa hukum terdakwa Ibrahim Arief akan digelar Senin, 22 Desember 2025.




:strip_icc()/kly-media-production/medias/5446456/original/006498600_1765889882-2529.jpg)
