Jakarta, VIVA – Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut, usai berada di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, hampir sembilan jam, mengarahkan para jurnalis untuk menanyakan materi penyidikan kepada penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, bukan kepada dirinya.
"Nanti tolong materi ditanyakan ke penyidik. Jangan ke saya," ujar Yaqut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa.
Yaqut yang tiba di Gedung KPK pada pukul 11.41 WIB dan meninggalkan gedung pada pukul 20.13 WIB, menekankan kembali kepada para jurnalis yang menunggunya agar menanyakan materi pemeriksaan terkait penyidikan kasus dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024 kepada penyidik KPK.
- Antara
"Saya sudah memberikan keterangan ke penyidik. Nanti lengkapnya ditanyakan langsung ke penyidik ya," katanya.
Yaqut menegaskan bahwa dirinya diperiksa KPK sebagai saksi. "Saya diperiksa sebagai saksi," katanya menegaskan.
Sebelumnya, pada 9 Agustus 2025, KPK mengumumkan memulai penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji, dan menyampaikan sedang berkomunikasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian negara.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp1 triliun lebih, dan mencegah tiga orang untuk bepergian ke luar negeri.
Mereka yang dicegah adalah mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas, Ishfah Abidal Aziz alias Gus Alex selaku mantan staf khusus pada era Menag Yaqut Cholil, serta Fuad Hasan Masyhur selaku pemilik biro penyelenggara haji Maktour.
Pada 18 September 2025, KPK menduga sebanyak 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji terlibat kasus tersebut.
Selain ditangani KPK, Pansus Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menyatakan telah menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024.
Poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50 berbanding 50 dari alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar delapan persen, sedangkan 92 persen untuk kuota haji reguler. (Ant)





