TABLOIDBINTANG.COM - Sidang gugatan perdata terkait dugaan perbuatan melawan hukum yang diajukan Nikita Mirzani terhadap Reza Gladys rbergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (16/12/2025). Agenda persidangan kali ini adalah pembacaan gugatan dari pihak penggugat.
Kuasa hukum Nikita Mirzani, Marulitua Sianturi, menyampaikan tuntutan agar para tergugat membayar ganti rugi dengan nilai fantastis, yakni lebih dari Rp 240 miliar. Tuntutan itu mencakup kerugian materiil dan immateriil yang diklaim dialami kliennya.
“Menghukum para tergugat secara tanggung renteng untuk mengganti kerugian yang dialami para penggugat akibat kelalaian atau kesembronoan, yang jika dihitung sejak 14 November 2024 hingga September 2025 sebesar Rp 4.000.000.000 (empat miliar rupiah) per bulan dikalikan 10 bulan, sehingga berjumlah Rp 40.000.000.000 (empat puluh miliar rupiah), sejak putusan ini berkekuatan hukum tetap atau inkracht,” sebut Marulitua.
Tak hanya kerugian materiil, pihak Nikita Mirzani juga menuntut ganti rugi immateriil dengan nilai jauh lebih besar. Dalam gugatan tersebut, angka yang diajukan mencapai Rp 200 miliar.
“Menghukum para tergugat untuk membayar ganti rugi immateriil sebesar Rp 200.000.000.000 atau jumlah lain yang ditetapkan secara ex aequo et bono menurut kebijaksanaan Majelis Hakim,” lanjutnya.
Usai persidangan, kuasa hukum Nikita Mirzani lainnya, Usman Lawara, kembali menegaskan besaran tuntutan yang diajukan. Ia menyebut total nilai gugatan merupakan akumulasi dari berbagai kerugian yang dialami kliennya.
“Nominal kerugian immateriilnya Rp 200 miliar, sedangkan kerugian materiil beserta bunganya kurang lebih Rp 40 miliar, dan lain sebagainya,” ujar Usman seusai sidang.
Dalam pemaparan awal perkara, Usman menjelaskan duduk perkara yang menjadi dasar gugatan. Salah satunya berkaitan dengan dana Rp 4 miliar yang disebut sebagai hasil kesepakatan antara Nikita Mirzani dan Reza Gladys.
Menurutnya, kesepakatan tersebut bermula dari kerja sama promosi berupa ulasan positif terhadap produk milik Reza Gladys. Namun, perjanjian itu diklaim tidak dijalankan sesuai kesepakatan awal.
“Angka itu kemudian diingkari oleh para tergugat, dalam hal ini RG dan suaminya, dengan mendalilkan adanya keterpaksaan. Padahal, dalam hukum perdata, jika memang ada keterpaksaan, seharusnya dilakukan pembatalan atau penolakan atas kesepakatan tersebut,” tutur Usman.


:quality(80):format(jpeg)/posts/2025-12/16/featured-83448cb0b52255a644155126b61c2f06_1765879224-b.jpg)