Penulis: Fityan
TVRINews – Washington DC
Gedung Putih Lipat Gandakan Pembatasan Visa; Target Terbaru Otoritas Palestina.
Administrasi Trump pada hari Selasa 16 Desember 2025 waktu setempat mengumumkan perluasan signifikan terhadap pembatasan perjalanan dan visa, mencakup 20 negara tambahan dan Otoritas Palestina.
Langkah ini praktis melipatgandakan jumlah negara yang terkena dampak oleh pembatasan yang lebih ketat mengenai siapa yang dapat melakukan perjalanan dan beremigrasi ke Amerika Serikat.
Administrasi Republik tersebut memasukkan lima negara lagi, serta individu yang bepergian menggunakan dokumen yang dikeluarkan oleh Otoritas Palestina, ke dalam daftar yang menghadapi larangan penuh untuk bepergian ke AS. Selain itu, pembatasan baru diberlakukan pada 15 negara lain.
Perluasan ini merupakan bagian dari upaya berkelanjutan Gedung Putih untuk memperketat standar masuk AS bagi perjalanan dan imigrasi.
Para kritikus berpendapat bahwa kebijakan ini secara tidak adil mencegah perjalanan bagi warga dari berbagai negara.
Pemerintah mengindikasikan bahwa pembatasan tersebut akan diperluas setelah penangkapan seorang warga negara Afghanistan, yang diduga terlibat dalam penembakan dua anggota Garda Nasional pada akhir pekan Thanksgiving.
Individu yang sudah memiliki visa, penduduk tetap yang sah di AS, atau memiliki kategori visa tertentu, seperti diplomat atau atlet, dikecualikan dari pembatasan ini. Proklamasi tersebut menyatakan bahwa perubahan akan mulai berlaku pada 1 Januari.
Pada Juni lalu, Presiden Donald Trump telah mengumumkan bahwa warga negara dari 12 negara akan dilarang masuk ke Amerika Serikat dan tujuh negara lainnya akan menghadapi pembatasan. Keputusan tersebut menghidupkan kembali kebijakan andalan dari masa jabatan pertamanya.
Daftar Baru yang Terdampak
Pada hari Selasa, administrasi mengumumkan perluasan daftar negara yang warganya dilarang sepenuhnya untuk memasuki AS, yang kini mencakup Burkina Faso, Mali, Niger, Sudan Selatan, dan Suriah.
Administrasi juga sepenuhnya membatasi perjalanan bagi individu dengan dokumen perjalanan yang dikeluarkan oleh Otoritas Palestina, yang merupakan pembatasan perjalanan AS terbaru terhadap warga Palestina.
Lima belas negara tambahan juga dimasukkan ke dalam daftar negara yang menghadapi pembatasan parsial:
Angola,Antigua dan Barbuda, Benin, Pantai Gading, Dominika, Gabon, Gambia, Malawi, Mauritania, Nigeria, Senegal, Tanzania, Tonga, Zambia, dan Zimbabwe.
Pembatasan tersebut berlaku untuk orang yang ingin bepergian ke AS sebagai pengunjung maupun yang ingin beremigrasi ke sana.
Alasan Keamanan Nasional dan Kritik
Administrasi Trump, dalam pengumumannya, menyatakan bahwa banyak negara yang menghadapi pembatasan perjalanan memiliki "korupsi yang meluas, dokumen sipil yang curang atau tidak dapat diandalkan, dan catatan kriminal" yang menyulitkan pemeriksaan warga negara mereka untuk perjalanan ke AS.
Berita mengenai perluasan larangan perjalanan ini diperkirakan akan menghadapi tentangan sengit dari para kritikus. "Larangan yang diperluas ini bukan tentang keamanan nasional, melainkan upaya memalukan lainnya untuk mendemonisasi orang hanya karena asal negara mereka," kata Laurie Ball Cooper, wakil presiden Program Hukum AS di International Refugee Assistance Project.
Organisasi advokasi No One Left Behind menyatakan "keprihatinan mendalam" atas perubahan yang tidak lagi memuat pengecualian untuk warga Afghanistan yang memenuhi syarat Special Immigrant Visa (SIV).
"Meskipun dimaksudkan untuk memungkinkan peninjauan proses pemeriksaan yang tidak konsisten, perubahan kebijakan ini secara tidak sengaja membatasi mereka yang termasuk di antara yang paling ketat diperiksa dalam sejarah kita: sekutu masa perang yang menjadi sasaran teroris yang ingin diatasi oleh proklamasi ini," kata organisasi tersebut dalam sebuah pernyataan.
Pemerintah negara-negara yang baru dimasukkan dalam daftar larangan atau pembatasan menyatakan bahwa mereka sedang mengevaluasi berita tersebut. Pemerintah Dominika mengatakan pihaknya menangani masalah tersebut dengan "keseriusan dan urgensi yang maksimal" dan sedang menghubungi pejabat AS untuk mengklarifikasi arti pembatasan tersebut.
Editor: Redaksi TVRINews




