Mafirion: Peta Jalan HAM Harus Jadi Jalan Pembuka Kebenaran Sejarah

suarasurabaya.net
10 jam lalu
Cover Berita

Mafirion Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menyatakan dukungannya terhadap peluncuran Peta Jalan Menuju Penyelesaian Kasus Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat oleh Kementerian HAM.

Ia menegaskan, dokumen tersebut harus dimaknai sebagai komitmen serius negara untuk mengungkap kebenaran atas berbagai pelanggaran HAM berat di masa lalu yang selama ini belum dituntaskan.

Menurut Mafirion, negara tidak boleh lagi bersikap setengah hati dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat.

“Peta jalan ini tidak boleh berhenti sebagai simbol politik. Ia harus menjadi alat konkret untuk membuka kebenaran dan menghadirkan keadilan bagi para korban,” kata Mafirion di Jakarta, Rabu (17/12/2025).

Ia menilai peluncuran peta jalan tersebut merupakan langkah penting dalam memastikan perlindungan hak asasi setiap warga negara.

Selain itu, kebijakan ini mencerminkan tanggung jawab konstitusional dan moral negara terhadap para korban dan penyintas pelanggaran HAM berat.

Mafirion juga mengaitkan peta jalan ini dengan komitmen Indonesia di tingkat internasional.

Sebagai negara yang telah meratifikasi berbagai instrumen HAM global, seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM), Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (ICCPR), serta Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), Indonesia memiliki kewajiban hukum dan politik untuk menyelesaikan pelanggaran HAM secara adil.

“Hal ini juga sejalan dengan amanat UUD 1945 yang menegaskan kewajiban negara untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi HAM,” ujarnya.

Dalam peta jalan tersebut, tercantum 12 peristiwa pelanggaran HAM berat, di antaranya tragedi 1965–1966, Talangsari 1989, penembakan misterius 1982–1985, kerusuhan Mei 1998 termasuk Trisakti, Semanggi I dan II, penghilangan paksa 1997–1998, Simpang KKA Aceh 1999, peristiwa santet Banyuwangi 1998, Wasior 2001, Jambu Keupok Aceh 2003, Rumah Geudong Aceh 2001–2002, serta Wamena 2003.

Mafirion menegaskan bahwa pengakuan negara terhadap kasus-kasus tersebut harus diikuti dengan langkah nyata.

“Tidak cukup hanya mengakui. Negara harus memastikan proses hukum berjalan terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab, sekaligus menjamin pemulihan korban secara menyeluruh dan berkeadilan,” katanya.

Ia juga menyoroti masih minimnya pemulihan korban. Berdasarkan data Kementerian HAM, sekitar 600 korban telah menerima pemulihan, sementara lebih dari 7.000 korban telah teridentifikasi.

“Kesenjangan ini menunjukkan bahwa penyelesaian HAM masih jauh dari harapan. Peta jalan harus menjadi solusi, bukan pembenaran atas lambannya proses,” tegasnya.

Lebih lanjut, Mafirion meminta agar peta jalan disusun secara terukur dan transparan, lengkap dengan tahapan kerja, target waktu, serta mekanisme evaluasi yang jelas. Dengan demikian, masyarakat dapat ikut mengawasi pelaksanaannya.

Ia juga mendorong sinergi antarlembaga, mulai dari Kementerian HAM, Komnas HAM, Kejaksaan Agung, hingga Mahkamah Agung.

“Semua pihak harus berjalan seiring. Tidak boleh ada lagi saling menyalahkan atau upaya menutup-nutupi fakta. Penyelesaian pelanggaran HAM berat adalah fondasi penting bagi keadilan, rekonsiliasi nasional, dan kepercayaan publik terhadap negara,” pungkas Mafirion. (faz)


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Tahun Depan Diler Jaecoo Bertambah 3 Kali Lipat
• 4 jam laluviva.co.id
thumb
Bantu Korban Banjir, Narapidana di Aceh dan Sumatra Dapat Remisi Khusus
• 14 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Polri Kirim 237 Personel Tambahan dan Puluhan Kendaraan Bantuan ke Sumatera
• 11 jam lalukompas.com
thumb
Dow Jones dan S&P 500 Merosot karena Kekhawatiran Ekonomi AS
• 13 jam lalumetrotvnews.com
thumb
Dealer Jaecoo GCP Sunter Perluas Layanan 3S di Jakarta Utara
• 6 jam lalumedcom.id
Berhasil disimpan.