Pemuda Tiongkok Pertaruhkan Nyawa Memotret Kamp Konsentrasi Xinjiang, Kini Terancam Dideportasi dari AS

erabaru.net
9 jam lalu
Cover Berita

EtIndonesia. Pemuda asal Henan, Tiongkok, Guan Heng, pada tahun 2020 nekat masuk ke Xinjiang seorang diri dan mempertaruhkan nyawanya untuk merekam fasilitas kamp konsentrasi milik Partai Komunis Tiongkok (PKT). Rekaman video yang ia ambil menjadi bukti penting atas pelanggaran HAM yang dilakukan PKT di Xinjiang, dan telah dilaporkan serta dikutip oleh sejumlah media Barat.

Baru-baru ini, Human Rights in China (HRiC) menerbitkan sebuah artikel yang merinci pengalaman Guan Heng dalam upayanya agar rekaman tersebut dapat dipublikasikan, termasuk perjalanannya menyelundup masuk ke Amerika Serikat serta risiko deportasi yang kini dia hadapi—hal ini pun menarik perhatian luas.

“Wartawan Asing Tidak Bisa Masuk, Tapi Saya Bisa”

Dalam artikelnya, HRiC menjelaskan bahwa Guan Heng berasal dari Nanyang, Provinsi Henan, lahir pada 1987. Sejak dini, ia mulai belajar “menembus tembok internet” (menghindari sensor). 

Dari dunia luar yang bebas informasi, ia perlahan menyadari bahwa PKT telah menyembunyikan begitu banyak kebenaran—mulai dari kelaparan besar tahun 1960-an hingga Peristiwa Tiananmen 1989. Ia pun menjadi seorang pembangkang yang hidup di dalam sistem, tetapi secara pemikiran telah “melarikan diri dari penjara”.

Dalam video buatannya berjudul Mencari Kamp Konsentrasi Xinjiang, Guan Heng menceritakan bahwa pada tahun 2020 ia membaca laporan media daring Amerika BuzzFeed News (BFN), yang berdasarkan citra satelit mengidentifikasi lokasi banyak kamp konsentrasi di Xinjiang. Namun, pemerintah PKT membatasi ketat akses wartawan asing ke wilayah tersebut. Saat itu, ia berpikir: “Wartawan asing tidak bisa masuk, tapi saya bisa.”

Peta satelit yang menunjukkan lokasi kamp konsentrasi di Xinjiang. (Tangkapan layar dari video)

Dengan pertanyaan tentang lokasi kamp-kamp tersebut dan kondisi lingkungan sekitarnya, pada Oktober 2020, Guan Heng membawa kamera DV lensa panjang yang disewa dan mengemudi menuju Xinjiang untuk melakukan pengamatan langsung.

Selama tiga hari, ia mengunjungi Hami, Mulei, Jimsar, Fukang, Urumqi, Dabancheng, dan Korla, untuk mencari lokasi-lokasi yang ditandai BFN sebagai “kamp penahanan” dengan tingkat kecurigaan abu-abu (rendah), kuning (sedang), dan merah (tinggi).

Di sebuah kawasan bernama Jalan Gaoke di Urumqi, ia menemukan kompleks kamp konsentrasi yang sangat besar, lengkap dengan tembok tinggi, kawat berduri, dan menara pengawas. Di atap bangunan tertulis besar-besar: “Reformasi melalui kerja, reformasi budaya”. Namun di peta Baidu, kawasan tersebut sama sekali tidak ditandai.

Di Dabancheng, sebuah lokasi yang ditandai BFN sebagai “merah” tersembunyi jauh di alam liar, jauh dari jalan raya. Untuk menghindari terlihat orang, Guan Heng merayap menaiki gundukan tanah tinggi dan berhasil merekam fasilitas bangunan baru yang sangat besar, yang tampaknya belum digunakan.

Di pinggiran timur Korla, peta BFN menunjukkan adanya beberapa fasilitas kamp konsentrasi, tetapi peta Baidu kembali kosong. Guan Heng merekam bahwa di balik sebuah kamp militer besar dengan pengamanan ketat, terdapat menara pengawas tinggi, tembok, dan kawat berduri.

Perjalanan ini penuh risiko. Di beberapa area, tidak ada alasan wajar bagi wisatawan untuk mendekati lokasi-lokasi tersebut. Jika tertangkap, konsekuensinya tak terbayangkan.

HRiC menggambarkan sebuah adegan menegangkan: ketika Guan Heng mencoba mendekat dengan mobil untuk merekam, seseorang dari sebuah toko di dekat kamp militer keluar dan terus menatapnya tajam. 

Dalam situasi tegang tersebut, Guan Heng berimprovisasi—ia menginjak gas kuat-kuat, mengemudikan SUV berkolong tinggi itu berputar-putar di tanah kosong, berpura-pura “menguji performa kendaraan”. Orang tersebut tampak bingung melihat tingkahnya, lalu kembali masuk ke toko. Saat itulah Guan Heng berhenti dan dengan cepat merekam menggunakan kamera lensa panjangnya.

Pelarian yang menegangkan

Agar rekaman tersebut bisa dipublikasikan, Guan Heng melarikan diri dari Tiongkok pada musim panas 2021.

Ia meninggalkan Tiongkok melalui Shekou, kemudian dari Hong Kong terbang ke Ekuador, negara yang bebas visa bagi pemegang paspor Tiongkok. Dari sana, ia terbang lagi ke Bahama, yang juga bebas visa. Dari Google Maps, ia mengetahui bahwa jarak laut lurus dari Bahama ke Florida, AS, sekitar 85 mil.

Dengan perahu karet kecil seharga US$3.000 dan sebuah mesin tempel, ia berlayar ke laut. Ancaman terbesar bukan ombak, melainkan mesin sederhana tersebut.

Ia mengenang bahwa di atas perahu yang terombang-ambing hebat, ia menuangkan bensin langsung ke mesin berulang kali.

 “Bensin tumpah ke mana-mana, perahu kecil itu dipenuhi bau bensin yang menyengat—setiap percikan api bisa langsung meledakkannya.”

Setelah 23 jam terombang-ambing di laut, ia tiba di pesisir Florida keesokan paginya.

Pada 5 Oktober 2021, Guan Heng mempublikasikan video tentang kamp konsentrasi Xinjiang di kanal YouTube miliknya.

Sebagai rekaman lapangan langsung dari seorang warga Tiongkok, video tersebut dilaporkan dan dikutip oleh banyak media Barat, serta menjadi bukti lapangan penting bagi laporan BuzzFeed News.

Harga yang Sangat Mahal

Namun, Guan Heng dan keluarganya harus membayar harga yang sangat besar. Ia mengalami serangan siber dari pihak berwenang PKT, serta perundungan daring masif yang membuatnya menderita depresi berat. Keluarganya di Tiongkok diintimidasi dan diancam oleh aparat keamanan negara. Demi melindungi diri, Guan Heng memutuskan kontak informasi dengan dunia luar.

Terancam Deportasi

Pada suatu pagi di  Agustus lalu, Guan Heng ditangkap oleh agen ICE AS di rumah sewaannya di sebuah kota kecil di bagian utara Negara Bagian New York. Ia kini menghadapi risiko dideportasi karena masuk ke AS secara ilegal melalui laut.

Tim jurnalis BuzzFeed News yang laporannya dulu menginspirasi Guan Heng untuk pergi ke Xinjiang, setelah mengetahui kondisinya, menulis surat dukungan bersama.

“Di bawah risiko yang sangat besar, Tuan Guan memberikan bukti kunci bagi penyelidikan kami. Keberaniannya luar biasa… Ia tidak memiliki alasan masuk akal apa pun untuk berada di dekat banyak lokasi penahanan tersebut, karena biasanya berada di daerah terpencil… Jika tertangkap, risiko yang dihadapi akan meningkat drastis,” tulis tim BFN. 

Mereka menegaskan bahwa bukti yang diberikan Guan Heng mengkonfirmasi keberadaan penjara baru di Dabancheng, sekaligus membongkar kebohongan pemerintah PKT yang mengklaim bahwa “kamp re-edukasi telah ditutup.”

Sidang permohonan suaka Guan Heng dijadwalkan berlangsung pada 15 Desember di New York. Berbagai pihak kini berupaya keras untuk mencegah deportasinya dan memperjuangkan kebebasannya. (Hui)


Artikel Asli

Berikan komentar Anda
Lanjut baca:

thumb
Anggota BPKN Gugat UU Perlindungan Konsumen, Minta Masa Jabatan Jadi 5 Tahun
• 1 jam laludetik.com
thumb
Prabowo Tugaskan Amran Cetak 100 Ribu Hektare Sawah di Papua
• 9 jam lalufajar.co.id
thumb
TOP 5: Tiga Siklon Kepung RI hingga Polisi Perlihatkan Ijazah Jokowi
• 16 jam laluidntimes.com
thumb
Sebagai Respon terhadap Serangan Bom, Militer Israel Klaim Menewaskan “Wakil Komandan” Hamas
• 10 jam laluerabaru.net
thumb
Ibu Asal Medan Diduga Tewas di Tangan Anak, Mengapa Polisi Belum Tetapkan Tersangka?
• 17 jam lalukompas.tv
Berhasil disimpan.