PASCABANJIR yang melanda wilayah Kabupaten Pidie Jaya, Provinsi Aceh, menyisakan persoalan baru bagi masyarakat setempat. Lumpur sisa material banjir yang kini mulai mengering berubah menjadi kepulan debu tebal yang mengancam kesehatan pernapasan warga.
Kondisi tersebut terpantau paling parah di sepanjang jalan raya utama, seperti di kawasan Meureudu dan area permukiman warga. Debu pekat dengan mudah beterbangan ke udara setiap kali kendaraan melintas, terutama saat cuaca panas terik menyengat wilayah tersebut.
Agus, seorang warga Desa Berawang, Kecamatan Meureudu, mengungkapkan bahwa kondisi ini sudah pada tahap yang sangat mengganggu. Menurutnya, masker kini menjadi perlengkapan wajib bagi warga yang ingin beraktivitas di luar rumah.
"Debunya sangat parah. Kondisi jalan yang kering karena terik matahari membuat debu naik semua saat mobil atau motor lewat," ujar Agus kepada media, Rabu (17/12).
Paparan debu yang terjadi secara terus-menerus mulai berdampak pada kondisi fisik warga. Agus mengaku dirinya sudah mulai mengalami gejala gangguan pernapasan. "Saya sudah mulai batuk-batuk dan merasa sesak napas karena setiap hari menghirup debu ini," keluhnya.
Keluhan serupa juga bermunculan dari warga lain di wilayah terdampak. Sebagai langkah perlindungan mandiri, warga berinisiatif mengenakan masker untuk meminimalisasi risiko penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Hingga saat ini, warga menyayangkan belum adanya langkah konkret dari pihak berwenang, seperti upaya penyiraman jalan secara rutin guna menekan polusi debu pascabanjir. Warga berharap pemerintah daerah segera turun tangan sebelum dampak kesehatan meluas, terutama bagi kelompok rentan.
"Ini sangat mengkhawatirkan jika dibiarkan terlalu lama. Paparan debu ini berisiko tinggi bagi anak-anak, lansia, serta mereka yang memiliki riwayat penyakit asma," pungkas Agus. (MGN/P-2)




