FAJAR, JAKARTA — Kegagalan Timnas Indonesia U-22 di SEA Games 2025 Thailand menjadi pukulan telak bagi publik sepak bola nasional. Target mempertahankan medali emas pupus bahkan sebelum Garuda Muda mencapai babak semifinal. Namun di tengah gelombang kritik dan pencarian pihak yang patut disalahkan, Ketua Badan Tim Nasional (BTN) Sumardji justru memilih mengambil seluruh tanggung jawab.
Ia menegaskan tak ingin menunjuk siapa pun sebagai kambing hitam, termasuk Wakil Ketua Umum PSSI I Zainudin Amali maupun Ketua Umum PSSI Erick Thohir.
“Perlu saya sampaikan bahwa berkaitan dengan kerja kami di federasi ini adalah kerja bersama. Bukan person to person. Ini tanggung jawab kami bersama, terutama berkaitan dengan SEA Games,” ujar Sumardji, seperti dikutip dari Antara.
Gagal Total di Fase Grup
Timnas Indonesia U-22 datang ke SEA Games 2025 dengan status juara bertahan. Di bawah asuhan Indra Sjafri, ekspektasi publik kembali tinggi, meskipun target resmi pemerintah melalui Kemenpora hanya medali perak.
Namun realitas di lapangan berkata lain. Indonesia secara mengejutkan tersingkir di fase grup. Kekalahan 0-1 dari Filipina menjadi titik krusial yang menghantam peluang lolos. Kemenangan 3-1 atas Myanmar tak cukup menyelamatkan langkah Garuda Muda.
Indonesia gagal lolos ke semifinal baik sebagai juara grup maupun runner-up terbaik. Hasil ini menjadikan SEA Games 2025 sebagai salah satu kegagalan terburuk tim U-22 Indonesia dalam satu dekade terakhir.
Nama Zainudin Amali Disorot
Pasca kegagalan tersebut, sorotan publik mengarah ke berbagai pihak. Nama Zainudin Amali mencuat setelah sejumlah pengamat menilai ia memiliki peran signifikan dalam penunjukan Indra Sjafri sebagai pelatih tim SEA Games 2025.
Pengamat sepak bola Binder Singh secara terbuka menyebut Amali sebagai sosok yang mendorong kembalinya Indra, merujuk pada kesuksesan di SEA Games 2023. Tak hanya itu, target medali emas yang dinilai terlalu ambisius juga disebut-sebut berasal dari internal PSSI, bukan dari Kemenpora.
Namun Sumardji menepis narasi tersebut. Ia menegaskan bahwa keputusan dan komunikasi internal federasi telah berjalan sebagaimana mestinya.
“Kami sudah bicara dengan Pak Zainudin Amali, Pak Waketum PSSI, berkaitan dengan soal SEA Games ini. Beliau sudah menyampaikan kepada saya kaitannya soal penyampaian di teman-teman,” ujar Sumardji.
Menurutnya, tidak adil jika kegagalan ini dibebankan pada satu orang.
Ambil Tanggung Jawab Penuh
Alih-alih melempar kesalahan, Sumardji justru berdiri di barisan terdepan mengambil tanggung jawab. Sebagai manajer tim dalam ajang SEA Games 2025, ia menilai dirinya adalah pihak yang paling tepat untuk disorot.
“Jangan terus dibawa-bawa lagi soal siapa yang harus bertanggung jawab. Kegagalan ini adalah tanggung jawab saya. Saya sudah minta maaf. Cukup kegagalan ada di saya,” tegasnya.
Pernyataan ini menjadi sikap yang jarang muncul dalam ekosistem sepak bola Indonesia, yang kerap diwarnai saling tuding ketika hasil tak sesuai harapan.
Sumardji juga meminta publik untuk berhenti memperpanjang polemik. Baginya, kegagalan ini harus dijadikan bahan evaluasi menyeluruh, bukan ajang saling menyalahkan.
Evaluasi Lebih Penting dari Emosi
Kegagalan di SEA Games 2025 membuka kembali diskusi lama soal perencanaan, pemilihan pemain, hingga kesiapan kompetisi domestik dalam menopang tim nasional kelompok umur.
Banyak pihak menilai jadwal persiapan yang tidak ideal, keterbatasan waktu pemusatan latihan, serta benturan dengan agenda klub turut memengaruhi performa tim. Namun faktor-faktor tersebut belum dibedah secara terbuka oleh federasi.
Dalam konteks ini, sikap Sumardji yang menenangkan dan mengajak publik menahan emosi menjadi penting. Ia menekankan bahwa federasi membutuhkan ruang untuk mengevaluasi secara objektif, bukan tekanan emosional yang justru memperkeruh suasana.
Erick Thohir Tak Disentuh Kritik
Menariknya, dalam pernyataannya, Sumardji juga secara implisit melindungi posisi Erick Thohir. Di tengah tekanan publik, Ketua Umum PSSI itu relatif tidak diseret ke pusaran kritik, meski berada di pucuk pimpinan federasi.
Hal ini menunjukkan adanya kesepahaman internal bahwa kegagalan tim SEA Games tidak bisa disederhanakan sebagai kesalahan struktural tunggal, melainkan hasil dari banyak variabel yang saling berkaitan.
Jalan Panjang Pembenahan
SEA Games 2025 menjadi pengingat bahwa prestasi masa lalu tak bisa dijadikan jaminan. Dominasi di Asia Tenggara membutuhkan sistem yang berkelanjutan, bukan sekadar mengandalkan figur pelatih atau target ambisius.
Bagi Sumardji, kegagalan ini adalah pelajaran pahit yang harus ditelan dengan kepala dingin.
“Kegagalan ini sepenuhnya tanggung jawab saya,” ujarnya sekali lagi, menutup ruang spekulasi.
Kini, publik menanti bukan lagi permintaan maaf, melainkan langkah konkret. Karena dalam sepak bola, yang paling menentukan bukan siapa yang disalahkan, melainkan seberapa cepat dan tepat pembenahan dilakukan.





